Pendaftaran #Komentar Masuk Sekolah/Kampus
View AllProses Kreatif
Dakwah
Redaksi
Postingan Terbaru
Monday, November 18, 2024
Karya Siswa | Puisi-Puisi Siti Nasywa Aiman
Karya Guru | Hujan | Cerpen Siti Fatimah
Cerpen Siti Fatimah
Pagi itu, suara gemericik air hujan membuat Sofi terperanjat dari tempat tidurnya, berlari mendekat ke jendela. Tangan mungilnya menengadah ke luar jendela.
“Wah… senangnya.”
Suasana dingin pagi itu membuat Sofi melebarkan senyum dari bibir tipisnya. Tak henti ia bersyukur karena turun hujan. Ya.. hujan, Sofi sangat suka hujan.
Tiba-tiba terdengar suara wanita separuh baya dengan baju daster yang selalu melekat di tubuhnya itu mengetuk pintu kamar Sofi. Wanita yang menjadi role model Sofi.
“Sofi, sudah siang, bangun dan sarapan sebelum ke sekolah.”
Wanita yang selalu menenteramkan hati Sofi dengan kelembutannya. Sofi pun bergegas untuk siap-siap berangkat ke sekolah.
Hujan semakin deras, Sofi pun semakin senang. Seperti biasa, ayah selalu mengantar Sofi berangkat ke sekolah. Sofi selalu merasa bahagia karena memiliki orang tua yang sangat sayang dan selalu ada untuknya. Sofi adalah anak tunggal dari pasangan ayah-ibu yang harmonis. Sungguh beruntungnya Sofi memiliki keluarga yang bahagia. Selama ini, Sofi selalu menjadi kebanggaan orang tuanya. Selain pintar, Sofi juga memiliki bakat menulis cerita. Ibunya selalu menceritakan dongeng sebelum tidur dan memiliki koleksi buku cerita di ruang kerja ayahnya.
Sofi memasuki gerbang sekolah dengan payung berwarna pink yang selalu dibawa. Rok biru, baju putih, dan kerudung putih yang membuat wajahnya semakin mungil. Seolah sengaja terkena air hujan kepalanya, sesekali payungnya ditutup-buka. Walaupun kerudungnya sedikit basah, tapi Sofi senang. Buat Sofi, hujan selalu menenteramkan hatinya. Di kelas, Sofi adalah siswa yang pintar dan selalu mendapat rangking 1. Namun, ia tak luput dari cemoohan temannya karena Sofi termasuk anak yang speech delay. Ketika Sofi berbicara terkadang kurang jelas dan cadel. Hal ini membuat teman-temannya sering mengatakan hal-hal yang menyakiti hati Sofi. Tapi hujan selalu meneduhkan hatinya di saat kecewa dengan orang-orang sekitar.
Sofi selalu menganggap keadaannya adalah anugerah dari Allah yang akan membuatnya sukses nanti. Karena orang tuanya selalu mengajarkan hal-hal yang baik dan berpikir positif. Di balik kekurangan, pasti terdapat kelebihan yang harus disyukuri. Speech delay bukan ah penghambat Sofi untuk meraih mimpi-mimpinya. Bersama hujan, Sofi selalu menitipkan sebuah pesan.
“Hujan akan menutupi semua kesedihanku. Selalu tutupi air mataku, ya.”
Tanpa disadari, seorang anak laki-laki selalu memerhatikan Sofi yang sedang berdiri di teras kelas. Paras tampannya menjadi idola diantara siswa perempuan di sekolah, tinggi tegak semakin membuatnya tampak gagah seperti pemain drama Korea.
Wahyu, itulah nama anak laki-laki yang diam-diam memperhatikan Sofi. Ia adalah ketua OSIS yang menjadi kebanggaan sekolah. Seorang kakak kelas yang tidak pernah Sofi duga kemunculannya.
“Maaf, nama kamu Sofi, bukan? Perkenalkan, saya Wahyu, siswa kelas 8A.”
Sofi pun terkejut ada yang menyapanya, lebih terkejut lagi ketika melihat siapa yang menyapanya. Bibir tipisnya seolah berat untuk mengatakan sebuah kata. Mata bulat itu tak berhenti memandang paras ganteng Wahyu.
“Oh Iya, saya Sofi. Ada apa ya, Kak?”
Sofi sebetulnya sudah lama mengidolakan sang ketua OSIS itu. Namun, Sofi sadar diri karena banyak teman-temannya yang berlomba untuk mendekati laki-laki berpostur tinggi itu.
Kesedihan itu seolah hilang karena hujan dan Wahyu.
“Aku lihat kamu selalu duduk di teras kelas ketika hujan. Ada apa dengan hujan?”
“Hujan selalu menenangkan hatiku. Bahkan setelah hujan akan muncul pelangi. Indah kan, Kak?” Sambil tersenyum hangat, Sofi berbicara sesekali memandang wajah Wahyu.
Mendengar Sofi berbicara tentang hujan, Wahyu semakin menyukai Sofi. Mereka pun berbincang akrab di teras kelas bersama hujan. Mereka berdua satu frekuensi dalam obrolan. Seperti sudah lama sekali mereka berteman dan becanda.
Wahyu adalah siswa pindahan dari luar kota. Karena ia adalah siswa pintar dan sangat aktif dalam organisasi, maka terpilih menjadi ketua OSIS. Wahyu selalu berpindah sekolah karena mengikuti kedua orang tuanya. Bapaknya seorang polisi yang siap ditugaskan di mana saja. Kini, ia kembali ke kota kelahirannya, Malang. Kota yang memiliki banyak cerita dan kenangan di masa kecil.
Ketika melihat Sofi yang menyukai hujan, ia pun teringat teman masa kecilnya. Teman satu kompleks yang sangat cengeng dan selalu mendekati hujan ketika menangis. Sambil senyum melihat Sofi, Wahyu pun tak menceritakan kisahnya.
“Kak Wahyu, kok bengong sih? Ayo sedang memikirkan apa?”
Wahyu terperanjat dari lamunannya.
“Oh iya, kamu nanti pulang sekolah dijemput orang tua?”
“Iya Kak, aku selalu dijemput. Tapi hari ini Ayah sedang sibuk. Jadi, aku pulang sendiri.”
Mata Wahyu langsung menunjukkan kegembiraan karena kesempatan emas untuk lebih dekat dengan Sofi.
“Yes, yes, yes… asyik… yuhuuuuu…!” hati meluap penuh harap.
“Sofi, bagaimana kalau kita pulang bersama. Mau?”
Sambil tersenyum malu, Sofi mengangguk dan memberikan tanda dari kedua mata indahnya bahwa ia menyetujui.
Alangkah terkejutnya Wahyu melihat rumah Sofi. Jalan itu, kompleks itu, dan rumah itu. Semua adalah kenangan yang ia simpan dan tak akan dilupakan. Cinta pertama yang membuat Wahyu tak ingin melihat perempuan lain. Sahabat dan teman kecil yang selalu menjadi cerita indah untuk Wahyu. Lebih terkejut lagi ketika Wahyu bertanya nama panggilan ketika kecil.
“Sofi, nama panggilan ketika kecil kamu siapa?” Rasa penasaran itu semakin bergejolak di hati Wahyu.
“Kok, tiba-tiba bertanya nama kecil? Wah, ada yang aneh nih. Memang kenapa, Kak?”
“Aneh ya, maaf ya bukan maksud apa-apa, kok.”
“Oke, waktu kecil aku biasa dipanggil Nifa. Karena nama lengkapku adalah Hanifa Sofi Fahimah.”
Nama yang selalu Wahyu sematkan di hati, pertemanan singkat yang sangat berkesan, pertemuan yang menjadikan akrab karena satu kompleks. Ya, Nifa, nama perempuan yang menjadi cinta pertama Wahyu. Waktu itu mereka masih kecil sehingga Wahyu dan Sofi ketika bertemu kembali tidak mengingat wajah masing-masing. Komunikasi antarmereka pun putus semenjak Wahyu meninggalkan kota Malang untuk ikut kedua orang tuanya ke Kalimantan. Tak sabar Wahyu ingin mengungkapkan bahwa ia adalah teman kecil Sofi. Namun, niat itu ia urungkan karena khawatir Sofi memiliki pacar.
Wahyu hanya mengantar Sofi sampai depan kompleks. Ia pun pulang dengan perasaan senang campur gelisah.
“Aduh… kenapa tadi aku tidak minta nomor HP Sofi, ya. Ah, bodohnya aku,” ujar Wahyu.
Seminggu berlalu. Karena kesibukan Wahyu sebagai ketua OSIS, mereka pun tidak bertemu. Rasa kangen itu timbul dan melihat kesempatan untuk mengatakan kepada Sofi jika ia adalah teman kecil.
Hari itu hujan deras di sekolah. Wahyu mencari Sofi, seperti biasa Sofi berada di teras kelas dengan memandang hujan.
“Sofi… bisa bicara sebentar?”
“Kak Wahyu. Wah kebetulan sekali, Kak. Aku sebenarnya sedang menunggu Kakak. Tapi Kak Wahyu seminggu ini sepertinya sedang sibuk.”
Sofi sebetulnya mengetahui jika Wahyu adalah teman kecilnya. Sofi pernah melihat foto kecil Wahyu di ruang OSIS. Ketika itu Sofi sedang mengantar temannya yang ingin membaca info di mading sekolah. Mading tersebut tidak jauh dari ruang OSIS, Sofi pun mampir ke ruang OSIS karena penasaran ingin melihat ketua OSIS yang baru. Betapa terkejutnya Sofi ketika melihat di profil ketua OSIS ada foto masa kecil Wahyu. Wajah anak laki-laki yang menolongnya ketika jatuh dari sepeda.
“Sofi, apakah kamu waktu kecil punya teman? Seorang anak laki-laki yang menolongmu ketika jatuh dari sepeda, lalu berteman, setiap libur bermain di taman kompleks?”
Sofi tersenyum dan tertawa. Namun, Wahyu semakin bingung dengan respons Sofi.
“Hai, Wahyu Anugerah Saptawijaya atau Yuyu. Huftt… lama sekali Kakak tidak memberikan kabar kepadaku.”
Mereka pun akhirnya saling bertukar cerita selama 8 tahun terpisah. Hujan menjadi cerita indah untuk mereka berdua.
_______
Penulis
Siti Fatimah, biasa dipanggil Ifat. Seorang pengajar di SMP Negeri 1 Kosambi, Kab. Tangerang, lahir di Kota Serang. Namun, sekarang tinggal di Kab. Tangerang untuk menggapai asa dan cita. Karya pertamanya cerpen dalam bahasa daerah (Jawa Banten) yang diunggah di NGEWIYAK.com.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com
Friday, November 15, 2024
Cerpen Finka Novitasari | Tetangga
Cerpen Finka Novitasari
Marni masih bersungut-sungut ketika menekan tuas pintu rumahnya yang tiba-tiba macet. Berkali-kali dipaksa, pintu tetap bergeming. Ia lupa bahwa anak kuncinya masih berada di dalam kantong daster. Marni mengumpat atas kealpaannya itu. Sebenarnya ia malu, namun berusaha ditutupi dengan membanting pintu ketika sudah berhasil dibuka.
Raut amarah di wajahnya makin membara tatkala mengetahui banyak pasang mata berkasak-kusuk di belakang. Roni, anaknya, yang hendak berangkat sekolah mesti merelakan tidak mendapat uang saku pada hari itu. Sebab, ia mafhum bila maknya sedang marah, tidak ada yang berani menyenggol.
Ia menaruh dengan kasar satu buah besekan di atas meja. Suara bising dari televisi yang belum sempat dimatikan Roni menambah gerah suasana hatinya. Ia mematikan televisi, lantas mengatur tempo napas pelan-pelan agar sedikit lebih tenang.
Ia tidak habis pikir dengan mulut Yati yang sedikit pun tidak ada remnya. Padahal, ketika Yati membawakan bakpia berjamur untuknya, ia tidak marah apalagi mempermalukan di depan umum. Namun, ketika gudeg pemberian Marni untuk Yati sudah basi, tetangga sebelah rumahnya itu langsung menuduh yang tidak-tidak padanya.
Marni menuang air putih, menandaskan isi gelasnya hingga tak tersisa. Belum lepas dari ingatannya bagaimana perlakuan Yati padanya beberapa saat lalu. Ia baru saja membagikan besek kepada tetangga dekat—termasuk Yati—usai menggelar selamatan kecil-kecilan untuk anaknya yang hendak berangkat mengikuti Sasahan.
Belum sempat Marni melewati pagar rumahnya sehabis membagikan besek, terdengar suara gaduh dari arah rumah Yati. Kegaduhan menyebar dan beranak pinak di telinga orang-orang. Mereka berkumpul penasaran. Ada yang hanya mengintip dari jendela, karena jarak rumah satu dengan yang lainnya saling berdekatan. Bapak-bapak yang hendak mengantar anaknya ke sekolah turut menghentikan sejenak perjalanannya.
Perempuan di depannya, Yati, sedang memperlihatkan besek di tangannya kepada orang-orang. Marni tidak bisa berbuat apa-apa selain mamandang polah tingkah Yati saat itu. Ia memegang dadanya yang bergemuruh—gemuruh yang masih dirasakan Marni hingga sekarang. Perempuan paruh baya itu mengatakan bahwa gudeg pemberian Marni sudah basi. Tidak cukup sampai di situ, Yati menuding Marni memiliki tujuan tidak baik.
Sebelumnya, hubungan Yati dan Marni memang terjalin kurang baik. Tidak jelas dari mana muasalnya, yang pasti keduanya sering terlibat adu mulut. Dari masalah sepele seperti rebutan kangkung di warung hingga persoalan pagar rumah Marni yang dianggap terlalu menjorok ke wilayah rumah Yati yang seolah tiada habisnya.
Rumah mereka berdekatan, hanya dibatasi oleh pagar rendah. Acapkali mereka berebut kekuasaan wilayah ketika sama-sama hendak menjemur pakaian. Namun, lama-kelamaan pagar pembatas tidak lagi menjadi sumber pertengkaran. Marni beralih menjemur pakaian menggunakan bilah bambu yang kedua ujungnya diikat pada pohon. Ia sudah muak setiap hendak menjemur pakaian harus mengeluarkan energi terlebih dahulu untuk beradu mulut.
Yati juga tidak mau kalah. Ketika pulang dari warung, sebelum masuk rumah, ia mengambil bak besar di belakang rumah. Ia mengangkat jemuran lipat di pojok rumah dan membentangkannya di halaman. Seluruh baju basah terhampar di atas jemuran lipat yang dibeli dari tukang kredit keliling.
“Katanya punya suami kerja di luar negeri. Masa beli jemuran lipat aja gak mampu. Malu, dong, sama suami saya yang cuma kerja di pabrik.”
Demikianlah suara sumbang dari mulut Yati beberapa hari lalu. Marni hanya bisa melipat kening, menebalkan kuping sembari terus memeras cucian. Permasalahan yang ada terus-menerus melahirkan permasalahan baru yang seolah tidak ada habisnya.
Sesungguhnya, tidak salah apa yang dikatakan Yati. Bertahun-tahun suami Marni menjadi TKI di Taiwan, namun sudah tiga kali lebaran ia menghilang tanpa kabar. Entah berkeluarga lagi atau mati di perantauan, Marni tidak pernah tahu. Tetapi yang pasti ia selalu katakan pada anak dan tetangga bahwa suaminya belum pulang karena sibuk bekerja.
Marni mengambil besek—besek yang diambilnya kembali dari tangan Yati sebelum tetangga ramai berdatangan—di hadapannya ketika amarah sedikit demi sedikit mereda. Ia menuang air dari teko untuk kedua kalinya. Ingatan itu membuat gemuruh dada Marni makin berkobar-kobar. Tangannya beralih menjangkau pisau, mengupas bawang, memotongnya.
***
Ia berdiri di halaman rumah, mendongak sembari menyipitkan mata. Tidak ada yang terlihat kecuali gugusan awan putih terhampar beralaskan tirai berwarna biru cerah. Marni beralih menatap pegunungan di ujung jalan. Hutan itu berjarak satu kilo meter dari pemukiman. Terhubung dengan seutas jalan tanah yang becek saat penghujan dan keras berdebu di hari panas.
Tidak ada pertanda hendak hujan. Cuaca hari itu benar-benar terik. Marni bersiap menghampar terpal di halaman. Ia hendak menjemur gabah, hasil dari derep sawah milik tetangga. Ia memang tidak pernah melewatkan setiap panen padi di desanya. Saat itulah yang ditunggu-tunggu, karena dengan derep, itu artinya dapur Marni masih bisa mengepul.
“Mak, Roni berangkat dulu,” celetuknya sembari meraih tangan maknya yang masih kotor, lalu mencium takzim.
Anak semata wayang Marni itu menyampirkan sabuk putih di atas lengan kiri. Di bahu satunya lagi terdapat tas cangklong lusuh. Roni berjalan telanjang dada melewati jalan setapak depan rumahnya. Legam tubuhnya tampak perkasa, ditambah bulir keringat disepuh cahaya terik. Anak yang sebentar lagi hendak mengikuti ritual Sasahan itu makin bersemangat berlatih di pedepokan.
Marni kembali menghampar gabah, diratakan dengan garu padi agar mengering secara merata. Ia tahu, menggantungkan hidup dari suaminya sama halnya hendak mati konyol karena kelaparan. Tidak ada lagi sepeser pun uang yang dikirimkan kepadanya. Maka, Marni pun hendak tak hendak mesti berdiri dengan kakinya sendiri untuk menghidupi anaknya.
“Kok masih jemur gabah? Gak mampu beli beras, ya?” ujar Yati dengan gaya bicara yang penuh kuasa mencebik sambil membuang muka. Dalam hatinya, sebenarnya ia pun tidak hidup berkecukupan sebagaimana digembar-gemborkan kepada orang-orang. Utang-utang di warung bertumpuk-tumpuk belum lunas. Pun ia masih memiliki angsuran dengan bank plecit seminggu sekali.
Siang itu, rasa letih dan dongkol mendera, Marni masuk ke dalam rumahnya tanpa mengucap sepatah kata pun. Pertengkaran seperti apa lagi yang bakal terjadi jika ia meladeni omongan Yati. Mengerikan kalau sampai kejadian tadi pagi terulang kembali.
Ia merapatkan pintu, juga menutup gorden hingga tidak tersisa sedikit pun celah. Ia berbaring di atas dipan sambil mengibas-ngibaskan kalender bekas. Kantuk perlahan menyergap, gerakan tangannya melambat. Marni tertidur.
***
Sayup-sayup suara kokok ayam menelusup telinga Marni. Ia berusaha menajamkan pendengaran di saat kelopak matanya masih terasa lengket. Di antara mata yang separuh terbuka dan pikiran setengah sadar, ia gegas bangkit dari pembaringan. Matanya seketika terbelalak tatkala mendapati seekor ayam jago tengah melahap habis gabahnya yang tak seberapa itu.
“Ayam keparat!” umpatnya.
Marni mengambil sapu lidi, lalu dihantamkannya pada tubuh sang ayam. Ia berusaha menyelamatkan sisa gabah yang masih ada. Kecurigaannya tentu dialamatkan kepada Yati. Karena sebelum ia masuk, hanya Yati yang berada di sana. Marni tidak kehabisan akal bagaimana membuat tetangganya itu berhenti berulah.
Ia berusaha menangkap ayam jago yang berlari masuk ke dalam rumahnya usai dihantam sapu lidi. Ayam itu membuang kotoran di dalam rumah. Marni menahan amarah. Ketika tertangkap ia gegas mengasah pisau, tanpa berpikir panjang Marni langsung menyembelihnya.
Di dapur, Marni masih mengomel. Ia meluapkan amarah pada daging ayam yang dicincangnya. Ia membanting, meremas-remas, sebelum akhirnya ditenggelamkan dalam kuah bersantan.
Menjelang Magrib, demi menunjukkan bahwa semuanya baik-baik saja, Marni bersikap manis dengan mengantar beberapa potong ayam yang baru selesai dimasaknya untuk Yati. Batinnya bergelora setelah berhasil menjadikan ayam keparat itu menjadi opor nan gurih. Kali ini ia bermain cantik untuk membalaskan dendam. Ia tidak bernafsu membuat keributan lagi.
Marni mengucap salam, lalu disambut dengan wajah masam dan datar.
“Ini sebagai bentuk permintaan maaf saya atas gudeg basi tadi pagi,” ujar Marni tersenyum, meski hati berdusta. Ucapan Marni sesaat membuat hati Yati sedikit tersentuh.
“Tadi habis motong ayam. Kalau cuma dimakan saya sama Roni gak akan habis. Semoga suka, ya, Bu,” ucap Marni masih dengan senyum manisnya. Tetiba suara Roni merebak petang itu, menjerit memanggil-manggil maknya. Yati segera menerima rantang itu. Melunaklah hatinya melihat sikap Marni. Lekas-lekas ia ke dapur, meraih piring dan menuang nasi hangat, gegas melahap opor ayam pemberian Marni. Yati begitu menikmati santapannya malam itu. Jarang sekali ia makan opor ayam kampung. Sebab, ia tidak pernah memotong ayam sendiri. Ia juga masih tidak menyangka Marni bisa sebaik itu.
Sementara Marni gegas mencari anaknya. Tangisan Roni timbul-tenggelam karena bersamaan dengan kumandang azan. Ia memeriksa tiap sudut ruangan, tetapi rupanya Roni berada di belakang rumah.
“Kamu kalah tanding? Atau habis dihajar pelatihmu?”
Tidak ada jawaban. Bocah dua belas tahun itu terus menangis sambil bercangkung berpeluk lutut mengelus dongdang. Tidak terdengar jelas racauan yang keluar dari mulut Roni.
Tetiba kaki Marni lemas, wajahnya lesu, pikirannya berkabut—setengah tidak percaya. Di antara kebingungan petang itu, ia enggan bertanya lagi. Suara Roni terdengar getir dan perih. Diam-diam Marni masuk ke dalam rumah lagi sambil menahan air mata. Tahun ini anaknya harus gagal mengikuti Sasahan.
Catatan:
-Sasahan adalah pengesahan warga baru perguruan pencak silat. Beberapa perguruan mensyaratkan ayam jago sebagai salah satu syarat ritual.
-Bank plecit merupakan sebutan bagi lembaga bukan bank atau perorangan yang meminjamkan uang. Biasanya berkeliling untuk mencari nasabah.
Pacitan, September 2024
_________
Penulis
Finka Novitasari, alumnus Universitas Alma Ata, Yogyakarta. Menulis cerpen, esai, dan opini. Aktif dalam Komunitas Penulis Anak Kampus (KOMPAK).
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com
Puisi-Puisi Chris Triwarseno
Puisi Chris Triwarseno
Sebilah Lidah Terhunus
che,
jika sebilah lidah terhunus
kata merupa tajam revolusi
menyayat penjarah kebebasan
yang rakus
Ungaran, Agustus 2024
Ramah Tamak: Konsesi dan Transisi Energi
kausebut keberlanjutan
serupa dalih-dalih konsesi
yang memakmurkan
alih-alih kau tetap melahapnya
cadangan-cadangan mineral
dalam perjamuan ramah tamak
di tempat mereka tinggal
: masyarakat adat yang tersingkirkan
kausebut transisi energi bersih
serupa kekuasaan putih
yang meyakinkan
alih-alih kau terus berkelit
pada perubahan iklim
yang tak berkelindan
menyangkalnya:
adalah perjalanan tertatih-tatih
Ungaran, Juni 2024
Sketsa Purba Taman Bumi Ijen
awan-awan bergelantung
pada pagi, wajahnya bercermin
di hijau kebiruan kawah ijen
lanskap-lanskap granitik merupa
sketsa purba taman bumi
lereng-lereng telah memerah
manis rejo bertumbuh jejal
menepis panas yang lekang
akar-akarnya mencengkeram tebing
menepis badai yang terjang
batuan-batuan berfragmen lava
serupa melata, yang mengular
di antara ilalang dan belukar
pada padang gugus karang hitam
yang merekam letusan
kalipait meratus belerang
deras air mengarungi jeram
pada dinding-dinding basaltis
yang memadat pejal, serupa
catatan van bemmelen
Ungaran, Juni 2024
Mata Api
untukmu yang bermata api
air mata ini merupa abu
yang lesap di mata air suci
menyucikan mata hati
untukmu yang berhati api
air mata ini merupa rindu
yang lesap di mata hati
memancar mata air suci
Ungaran, Agustus 2024
_______
Penulis
Chris Triwarseno, alumnus Teknik Geodesi UGM dan karyawan swasta yang tinggal di Ungaran. Penulis puisi, cerpen, resensi dan esai. Buku antologi puisi tunggalnya berjudul Staycation Sepasang Puisi (2024), Sebilah Lidah (2023) dan Bait-bait Pujangga Sepi (2022).
Buku Staycation Sepasang Puisi lolos dalam kurasi keikutsertaan dalam Festival Sastra Internasional Gunung Bintan ((FSIGB) 2024. Buku Sebilah Lidah lolos dalam kurasi keikutsertaan dalam Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB) 2023.
Buku antologi puisi bersamanya berjudul Antologi Jambore Sastra Asean (2024), Antologi Jagat Sastra Milenia (2024), Like (Bali Politika 2024), Antologi Puisi Progo 9 (2024), Kitab Kado 60 (2024), Suara-suara dari Gemuruh Selat (Jazirah Empat Belas - 2023), Sebuah Kota Menyambutku dengan Secangkir Robusta ( Indonesia Coffee Summit 2023), RendezVOUS (Bali Politika 2023), Pagelaran : Puisi Yogya Istimewa (2023), Lukisan Bumi (2023), Alam Sejati (2022), Puisi untuk Dokter (2022). Beberapa puisinya memenangkan lomba cipta puisi, dibacakan dalam event sastra, dan (pernah) dipajang di Kedubes Perancis untuk Indonesia.
Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, resensi dan esai diterbitkan di beberapa media cetak dan media online, seperti : republika.id, mediaindonesia.com, Suara Merdeka, Kaltim Post (Rubrik Sastra - Kerjasama dengan Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur), Lombok Post (Rubrik Selasa Bahasa - Kerjasama dengan Kantor Bahasa NTB), sastramedia.com, kurungbuka.com, nongkrong.co (Puisi Pilihan Redaksi - Bulan April 2022), borobudurwriters.id (Borobudur Writers & Cultural Festival - BWCF), balipolitica.com, tatkala.co , ngewiyak.com, ompi-ompi.com, nadariau.com, riausastra.com, negerikertas.com, dermagasastra.com, arahbatin.com, dan lpmpjateng.go.id.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com
Dakwah | Beruntungnya Kita Memiliki Rabb Yang Maha Penyayang
Oleh Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd.
Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du.
Penyair Arab berkata,
ربي كفاني فخـراً أنك لي رب
وكفاني عـزاً أني لكَ عبد
أنت كما أُحب
فاجعلني كما تُحب
Wahai Rabbku, cukuplah menjadi kebanggaanku bahwa Engkau adalah Rabbku
Dan cukuplah menjadi kemuliaanku bahwa aku adalah hambaMu
Engkau sebagaimana yang aku cintai
Maka jadikanlah aku seperti apa yang Engkau cintai
Hampir di setiap awal surat Al Qur’an, kita diingatkan dengan asma dan sifatNya yaitu Ar-Rahim, yang berarti Maha Penyayang. Bismillaahirahmaanirrahiim, dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala mengenalkan diriNya kepada kita semua sebagai Rabb Yang Maha Penyayang.
Kasih sayang Allah subhanahu wata’ala amat teramat luas meliputi segala sesuatu. Allah subhanahu wata’ala mengabarkan dalam firmanNya,
وَرَحۡمَتِىۡ وَسِعَتۡ كُلَّ شَىۡءٍ
“Dan Rahmat (kasih sayang)-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf : 156)
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah menangis tersedu ketika membaca ayat ini, sambil berkata,
يا رب ارحمني وأنا من ذلك الشيء
“Wahai Rabbku rahmatilah, sayangilah aku, karena aku pun bagian dari sesuatu itu.”
Para Malaikat juga memberikan persaksian mereka tentang luasnya rahmat Allah ketika mereka berdoa,
رَبَّنَا وَسِعۡتَ كُلَّ شَىۡءٍ رَّحۡمَةً وَّعِلۡمًا فَاغۡفِرۡ لِلَّذِيۡنَ تَابُوۡا وَاتَّبَعُوۡا سَبِيۡلَكَ وَقِهِمۡ عَذَابَ الۡجَحِيۡمِ
"Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu luas meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala.” (QS. Ghafir : 7)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ لِلَّهِ مِائَةَ رَحْمَةٍ أَنْزَلَ مِنْهَا رَحْمَةً وَاحِدَةً بَيْنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَالْبَهَائِمِ وَالْهَوَامِّ فَبِهَا يَتَعَاطَفُونَ وَبِهَا يَتَرَاحَمُونَ وَبِهَا تَعْطِفُ الْوَحْشُ عَلَى وَلَدِهَا وَأَخَّرَ اللَّهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً يَرْحَمُ بِهَا عِبَادَهُ يَوْمَ الْقِيَامَة
"Sesungguhnya Allah memiliki seratus rahmat. Dari seratus rahmat tersebut, hanya satu yang di turunkan Allah kepada jin, manusia, hewan jinak dan buas. Dengan rahmat tersebut mereka saling mengasihi dan menyayangi, dan dengan rahmat itu pula binatang buas dapat menyayangi anaknya. Adapun Sembilan puluh sembilan rahmat Allah yang lain, maka hal itu ditangguhkan Allah. Karena Allah hanya akan memberikannya kepada para hamba-Nya yang beriman pada hari kiamat kelak." (HR. Muslim)
Dalil-dalil di atas menunjukkan betapa luasnya rahmat (kasih sayang) Allah subhanahu wata’ala. Terlebih lagi secara khusus rahmat (kasih sayang) Allah subhanahu wata’ala kepada orang-orang yang beriman,
وَكَانَ بِالۡمُؤۡمِنِيۡنَ رَحِيۡمًا
“Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzab : 43)
Dan juga digambarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam hadits yang shahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنْ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ قُلْنَا لَا وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لَا تَطْرَحَهُ فَقَالَ لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا
Dari Umar bin Al Khatthab radliallahu anhu (berkata); "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memperoleh beberapa orang tawanan perang. Ternyata dari tawanan tersebut ada seorang perempuan yang biasa menyusui anak kecil, apabila dia mendapatkan anak kecil dalam tawanan tersebut, maka ia akan mengambilnya dan menyusuinya, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami: 'Menurut kalian, apakah perempuan itu tega melemparkan bayinya ke dalam api?' Kami menjawab; 'Sesungguhnya ia tidak akan tega melemparkan anaknya ke dalam api selama ia masih sanggup menghindarkannya dari api tersebut.' Lalu beliau bersabda: 'Sungguh, kasih sayang Allah terhadap hamba-hambaNya melebihi kasih sayang perempuan itu terhadap anaknya.' (HR. Bukhari)
Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan kabar gembira kepada kita semua bahwa kasih sayang Allah itu lebih besar kepada hamba-hambaNya melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Masyaallah.
Dan diantara bentuk rahmat (kasih sayang) Allah kepada hamba-hambaNya adalah Allah tidak mencampakkan hamba-hambaNya yang berdosa, yang bergelimang kemaksiatan. Allah justru membuka pintu taubat dan pengampunan untuk mereka. Bahkan Allah masih menyapa mereka dengan sapaan dan panggilan yang lembut yang menunjukkan luas dan besarnya rahmat Allah.
قُلۡ يٰعِبَادِىَ الَّذِيۡنَ اَسۡرَفُوۡا عَلٰٓى اَنۡفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُوۡا مِنۡ رَّحۡمَةِ اللّٰهِ ؕ اِنَّ اللّٰهَ يَغۡفِرُ الذُّنُوۡبَ جَمِيۡعًا ؕ اِنَّهٗ هُوَ الۡغَفُوۡرُ الرَّحِيۡمُ
“Katakanlah, "Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar : 53)
Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaih wasallam agar menyampaikan kepada umatnya bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang dan sangat luas rahmat dan kasih sayangNya terhadap hamba-hambaNya. Hamba yang telah mendurhakai karena mengabaikan perintahNya, melanggar hukum-hukum yang telah ditetapkanNya, dan bergelimang dalam dosa dan maksiat, masih dipanggil sebagai hambaNya dan dinasihati supaya jangan berputus asa terhadap ampunan dan rahmatNya.
Ayat ini juga menjadi dorongan agar seorang hamba segera bertaubat dan memohon ampun kepada Allah subhanahu wata’ala. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalur sahabat Abdullah bib Abbas radiyallahu anhuma, beliau mengisahkan bahwa ada sekelompok manusia datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam mengadukan tentang perbuatan-perbuatan dosa yang telah mereka lakukan. Mereka berkata,
"Sesungguhnya apa yang engkau serukan kepada kami adalah baik. Dapatkah engkau terangkan kepada kami bahwa yang kami kerjakan dahulu itu akan diampuniNya."
Maka turunlah ayat,
وَالَّذِيۡنَ لَا يَدۡعُوۡنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقۡتُلُوۡنَ النَّفۡسَ الَّتِىۡ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالۡحَـقِّ وَلَا يَزۡنُوۡنَ ۚ وَمَنۡ يَّفۡعَلۡ ذٰ لِكَ يَلۡقَ اَثَام
“Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat,”
يُضٰعَفۡ لَهُ الۡعَذَابُ يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ وَيَخۡلُدۡ فِيۡهٖ مُهَانًا
“(yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,”
اِلَّا مَنۡ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًاصَالِحًـا فَاُولٰٓٮِٕكَ يُبَدِّلُ اللّٰهُ سَيِّاٰتِهِمۡ حَسَنٰتٍ ؕ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوۡرًا رَّحِيۡمًا
“kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
وَمَنۡ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًـا فَاِنَّهٗ يَتُوۡبُ اِلَى اللّٰهِ مَتَابًا
“Dan barangsiapa bertobat dan mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al Furqan : 68-71)
Orang-orang yang bergelimang dosa bahkan diibaratkan dosa dan maksiat itu mandarah daging pada dirinya. Maka apabila ia bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala, niscaya Allah menerima taubatnya. Bukan hanya itu, Allah juga akan gantikan dosa-dosanya yang telah lalu itu dengan pahala-pahala kebaikan. Masyaallah.
Dalam riwayat Imam Ahmad, seorang sahabat bernama Amr bin Abasah bercerita, bahwa telah datang menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam seorang yang sudah tua bangka/renta bertelekan atau bersandar di atas tongkatnya berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي غَدَرَاتٍ وَفَجَرَاتٍ، فَهَلْ يُغْفَرُ لِي؟
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku banyak berbuat dosa dan maksiat. Apakah mungkin aku diampuni?!”
فَقَالَ: "أَلَسْتَ تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ "
Rasulullah bersabda, “Bukankah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah?!”
قَالَ: بَلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ.
Orang tua tersebut menjawab, “ya, bahkan aku juga bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”
فَقَالَ: "قَدْ غُفِرَ لك غدراتك وفجراتك"
Rasulullah pun bersabda, “Sungguh Allah telah mengampuni semua kesalahan dan maksiat yang telah engkau lakukan itu.” (HR. Ahmad)
Maka tidak ada alasan bagi seorang hamba untuk merasa putus asa dari rahmat dan ampunan Allah subhanahu wata’ala. Sebanyak apapun dosa, sesering apapun bermaksiat. Selagi ia bertaubat dan mohon ampun kepada Allah dengan jujur dan sungguh-sungguh, maka pasti Allah menerima taubatnya dan memberikan ampunanNya.
وَ مَنۡ يَّعۡمَلۡ سُوۡٓءًا اَوۡ يَظۡلِمۡ نَفۡسَهٗ ثُمَّ يَسۡتَغۡفِرِ اللّٰهَ يَجِدِ اللّٰهَ غَفُوۡرًا رَّحِيۡمًا
“Dan barangsiapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa : 110)
Ayat ini memberikan dorongan kepada mereka yang berbuat dosa untuk menyadari dirinya dan kembali ke jalan yang benar dengan bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Orang yang bertaubat dan memohon ampun kepada Allah akan mendapati bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan ia akan merasakan hasil pengampunan Allah pada dirinya yaitu rasa benci kepada kemaksiatan dan penyebab-penyebabnya, kemudian ia juga akan merasakan kasih sayang Allah kepadanya dengan tumbuhnya hasrat dalam hatinya hendak berbuat kebajikan.
Dan ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ala selain memberikan rahmat (kasih sayang)-Nya kepada hambaNya yang bertaubat dari dosa. Allah juga merasa gembira dengan taubat hambaNya tersebut. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
للهُ أَشَدُّ فَرَحَاً بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضٍ فَلاةٍ ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا ، فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطجَعَ في ظِلِّهَا وَقَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إَذْ هُوَ بها قَائِمَةً عِنْدَهُ
“Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat salah seorng dari kalian tatkala ia bertaubat kepadaNya, dibandingkan dengan kegembiraan seseorang yang berada diatas tunggangannya di suatu tanah yang luas, lalu tunggangannya tersebut lepas, sedangkan makanan dan minumannya pada tunggangannya tersebut. ia pun putus asa untuk mendapatkan ontanya. Maka ia mendatangi suatu pohon dan berbaring dibawah naungan pohon tersebut dan ia sungguh telah berputus asa. Ditengah keadaan itu, ternyata ontanya telah ada berdiri didekatnya.” (HR. Muslim)
Seorang musafir yang kehilangan tunggangan ontanya beserta perbekalannya di tanah yang lapang nan sepi, tentu ini keadaan yang sangat memilukan. Membuatnya depresi dan putus asa. Dan sungguh betapa gembira dan senang ketika tiba-tiba tunggangan ontanya tersebut kembali lagi kepadanya lengkap dengan perbekalannya. Kegermbiraan yang tak bisa dilukiskan. Namun coba renungkan bahwa kegembiraan Allah subhanahu wata’ala itu lebih besar lagi terhadap hambaNya yang datang bertaubat memohon ampun kepadaNya, setelah sekian lama ia bergelimang dalam kubangan dosa dan maksiat.
Ketika seorang hamba baru melangkah mendekat saja kepada Allah, maka Allah segera menyambutnya lebih cepat. Dalam hadits qudsi Allah subhanahu wata’ala berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
“Aku berbuat sesuai persangkaan hambaKu. Aku bersamanya ketika ia mengingatKu. Jika ia mengingatKu saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diriKu. Jika ia mengingatKu di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepadaKu sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadits ini menunjukkan betapa dekatnya Allah terhadap hamba-hambaNya yang mendekat kepadaNya. Bahwa semakin seorang hamba mendekat kepada Allah, maka akan semakin terasa betapa dekatnya Allah dengan dirinya.
Masyaaallah, betapa beruntungnya kita memiliki Rabb Yang Maha Penyayang. Kasih sayangNya yang begitu teramat luas meliputi segala sesuatu. Sekalipun seorang hamba itu banyak dan sering berbuat dosa, tapi Allah masih memberinya kesempatan. Allah membuka pintu taubat dan ampunan untuknya agar ia mau bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Dan Allah menyatakan cintaNya kepada orang-orang yang bertaubat dari dosa,
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيۡنَ وَيُحِبُّ الۡمُتَطَهِّرِيۡنَ
“Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah : 222)
Demikian, semoga bermanfaat. Barakallahu fikum Jamian.
_________
Penulis
Ustaz Izzatullah Abduh, M.Pd.
Kepsek INIS
Thursday, November 14, 2024
Berita | Geliat Literasi di SMPN 1 Kota Serang
KOTA SERANG, NGEWIYAK.com – Sebagai Sekolah Penggerak, SMPN 1 Kota Serang tak henti-hentinya melaksanakan kegiatan literasi sekolah. Seperti tahun lalu, tahun pelajaran 2024/2025 ini SMPN 1 Kota Serang kembali gelar workshop menulis pada Rabu (14/11) di Aula SMPN 1 Kota Serang, Jalan K.H. Abdul Fatah Hasan, Cipare, Kec. Serang, Kota Serang. Kegiatan ini bertema ”Menumbuhkan Semangat Berliterasi pada Generasi Muda (Menulis Cerita Pendek dan Puisi bagi Peserta Didik)”.
Kegiatan workshop menulis diinisiasi oleh Waka Kurikulum, Rahmat Wijaya, M.Kom. dan tim literasi sekolah (Tim Literas Piwan), yakni diketuai oleh Faulina Febriyanti, M.Pd. (Matematika) dan dibantu oleh anggota, Anisa Fasihatunikmah, S.Pd. (B. Inggris), Ila Hikmawati, S.Pd. (IPA), Lika Kartika, S.Pd. (PAI), Wandi Kurniawan, M.Sn. (Senbud), dan Jarot Yulianto, S.Pd. (IPS).
Kepala SMPN 1 Kota Serang, Bohari Muslim, M.Pd. menyampaikan bahwa sebagai Sekolah Penggerak, pelaksanaan workshop literasi di sekolah merupakan bagian penting. Menurutnya, dengan kemampuan literasi yang baik, seseorang dapat menguasai dunia.
”Kegiatan membaca dan menulis merupakan bagian dari proses memahami kehidupan yang ada di dunia,” ujarnya.
Kepala SMPN 1 Kota Serang juga sangat mengapresiasi para siswa yang ikut kegiatan ini. Ia menambahkan bahwa kegiatan semacam ini merupakan dalam rangka meningkatkan kompetensi, karakter, dan kemauan anak-anak dalam literasi.
”Hari ini, tantangan kita jauh lebih rumit karena ilmu pengetahuan semakin berkembang. Dan, literasi perlu dikembangkan,” imbuh Bohari Muslim yang juga merupakan Sekretaris 1 MKKS Kota Serang tersebut.
Workshop menulis cerpen dan puisi disampaikan oleh Encep Abdullah, pegiat literasi di Banten yang aktif mengurusi media sastra NGEWIYAK.com. Encep menyampaikan bahwa dalam menulis cerpen harus pandai mencari dan bermain sudut pandang.
”Dengan sudut pandang yang berbeda, cerita akan berbeda dan punya nilai lebih. Upayakan jangan membuat cerita yang klise atau pada umumnya terjadi. Kalian bisa ambil contoh cerpen 'Solilokui Bunga Kemboja' yang dimuat di Kompas pada 2010 karya Cicilia Oday yang mampu menghipnotis pembaca dengan penggunaan sudut pandang yang unik, yakni Bunga Kemboja sebagai tokoh utama dalam cerita,” ujar Encep.
Dalam menulis puisi, Encep menyampaikan bahwa para peserta harus rajin mendengarkan musikalisasi puisi. Encep juga mendengarkan lagu Panji Sakti kepada para peserta, lagu yang memuat lirik-lirik puitis atau yang gandrung memusikalisasikan puisi dan viral saat ini.
”Belajarlah puisi dengan menyenangkan. Salah satunya dengarlah larik-larik puisi itu dengan musik. Belajarlah dari Panji Sakti,” imbuh Pendiri #Komentar tersebut.
Usai workshop, para siswa langsung praktik membuat karya. Peserta yang hadir ada 62 siswa yang terbagi atas peserta cipta cerpen dan peserta cipta puisi. Karya-karya ini sekaligus dilombakan dan dipilih 5 besar oleh juri dan akan lanjut dilombakan babak story telling.
Setelah melewati tahap penilaian juri, 5 besar cipta cerpen diraih oleh Siti Lintang A. (9I) "Sepandai Mereka dalam Sadarku" | Maria Valentine Imelcia Sinaga (9C) "Melodi Mimpi Anak Desa" | Ratu Windriya Zia Calista (8G) "Sang Kakek" | Jeconia Febra Sidabariba (8B) "Irish Liana" | Mutiara Shauma A.S. (9F) "Syukurlah Ia Datang".
Sedangkan 5 besar cipta puisi diraih oleh Raisya Putri Azzahra (8E) "Perasaan Tuk Guru", | Aura Nisrina (9A) "Jejak Langkah Ketulusan" | Made Ayu Sandria Maharani (8J) "Aku Membutuhkanmu" | Larasati Kusumaningtyas (9B) "Sepucuk Harapan" | Davina Avissa Kguadeva (8A) "Untuk Indonesia Merdeka".
Setelah lomba usai, karya para siswa ini akan dibukukan dalam satu antologi buku oleh penerbit #Komentar.
(Redaksi)
Wednesday, November 13, 2024
Puisi Jawa Banten | Ihya Dinul Alas
Puisi Jawa Banten Ihya Dinul Alas
Getih Lanang
Udan ngejelma tali
Angin dadi aran
Menit jam tetep ngelangkah
Semisal gunung disungkal
Laut tek kelilingi
Ore mundur
lanang akeh akale
Getih lanang pantang nyerah
Ya sayyidi dadi sakti
Ing tengah wengi
Ngadeg ing tengah jagat
Dadi siji manjing ati
2024
Digdaya Doa
Iki asihan sing ibu
Ika kekuatan ana ning bapa
Sebagai anak lanang
Kudu ngedueni lelemek
Gona dalan ana cekelan
Ilmu kudu ditunggangi
Aje gelem ditunggangi ilmu
Manjing rasa
Sukma dadi
Uluk salam ing kang dingin
Selamet sekabeh dunia lan ahirat
2024
_______
Penulis
Ihya Dinul Alas duwe aran asli Mamat Safrudin. Lahir 7 Agustus 1982. Sibuk ngajar ning SMA Asy-Syarif Ciruas lan SMA Darrurohman Walantaka. Sedang aktif kembali di Kubah Budaya sebagai narasumber.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com
Monday, November 11, 2024
Berita | Film "Al-Katib": Satu Teropong Kelahiran Kembali Manusia Paripurna dari Banten
NGEWIYAK, KAB. SERANG - Director, Filmmaker, dan Writter Linggih Studio Banten, Rasyid Ridho bersama crew mulai menyusun tahapan pra produksi Film Dokumenter Al- Katib (Sang Penulis) di Sekretariat Linggih Studio Kp. Sombeng, Ds. Kaserangan, Kec. Tirtayasa, Kab. Serang pada Minggu (10/11). Film yang akan digarap ini memosisikan Syekh Nawawi Tanara Banten sebagai tokoh utama penggerak cerita. Film ini akan mendeskripsikan tiga karakter data: deskriptif, numeris, dan spasial. Masing-masing akan disajikan dalam tiga pembabakan dalam alur penceritaan film. Mulai dari babak awal, tengah, dan akhir. Melalui "Production House Linggih Studio" sebagai wadah para pembuatan film dan insan kreatif di Banten, Ridho ingin mengenalkan kembali sosok Syekh Nawawi sebagai tokoh literasi paling produktif di abad-19.
"Linggih Studio akan menggarap dokumenter ini dengan pendekatan yang berbeda. Bertumpu pada lokalitas sebagai salah satu basis utama penceritaan. Al-Katib menurut kami, tepat disematkan pada beliau (Syekh Nawawi Banten) sebagai pengarang dan penulis berpengaruh dalam khazanah pemikiran keislaman di seluruh dunia. Beliau adalah manusia paripurna yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menulis, mengarang, dan mengamalkan keilmuanya," ujar Ridho.
Ridho menjelaskan bahwa ia dan teman-teman Linggih sudah hampir setahun lebih mewacanakan dokumenter Al-Katib ini sebagai sajian cinematography melalui kacamata film. Menurut Rido, Syekh Nawawi adalah ilmuan yang lahir dari kampung dan menjadi tokoh dunia.
"Banten adalah rumah kelahirannya dan akan terus dikenang sepanjang zaman. Ketenaran Syekh Nawawi ini dapat ditemukan dalam catatan penelitian Snouck Hurgronje dalam Mekkah in The Latter. Snouck bahkan berteori bahwa Nawawi Banten adalah kunci utama terbentuknya jaringan ulama Jawa di Timur Tengah dan memiliki pengaruh penting dalam menggerakan aliansi ulama Nusantara di Hijaz," tambah Ridho.
Film Dokumenter Al-Katib direncanakan akan diproduksi awal tahun 2025. Semua crew, talent, setting lokasi, dan kolaborator yang terlibat adalah para pelaku film dan para ahli lintas disiplin bidang yang sebagian besar merupakan putra-putri daerah Banten.
Ridho mengatakan bahwa tim juga masih membuka open call dan supporting dari berbagai pihak. Baik dari unsur pemerintah, swasta, dan institusi lainya. Linggih Studio ingin membangun destinasi dengan upaya story lokal sebagai sumber penting penceritaan. Melalui tahapan Pra Produksi yang sedang dilakukan, Al-Katib (Sang Penulis) adalah diksi yang tepat untuk dijadikan sebagai pilihan premis film yang mendeskripsikan Syekh Nawawi Tanara - Banten dalam dunia cerita film.
Sebagaimana diketahui bahwa tempat kelahirnya di Tanara telah ditetapkan sebagai kawasan Islamic Center atau wisata religi berskala internasional. Ini menjadi makin menarik bila seluruh komponen mencoba menggali potensi sekitar dengan beragam metode. Kami Linggih Studio, bergerak merespons dengan pendekatan seni film. Di mana film adalah ritus kehidupan yang dapat memantik apa saja yang menjadi kegelisahan dan visi apa yang ingin disampaikan," pungkas CEO Linggih Studio dan Sutradara Dokumenter Al-Katib.
(Redaksi)
Friday, November 8, 2024
Puisi-Puisi Fileski Walidha Tanjung
Puisi Fileski Walidha Tanjung
Perjamuan untuk Sebuah Pilihan
Dalam pesta janji-janji,
seikat lidi dibakar remah-remah dusta,
asap yang membumbung pekat
menjulang mengaburkan arah.
Para pesolek itu datang,
diiringi simfoni yel-yel membahana,
mengisi udara dengan janji yang renyah,
seolah mimpi-mimpi kita hanyalah sekadar bumbu,
diremukkan, ditebar dalam sup yang siap dihidangkan.
Di setiap podium, suara mereka beradu nyaring,
bukan untuk mengusir kesunyian di perut kita,
melainkan untuk menjeratnya,
mengunci kebebasan di dalam gema nama mereka.
Oh perjamuan pilihan,
di mana lidah-lidah manis memutar nasib negeri,
di mana kita berdiri di antara jalan samar,
mencari cahaya di dalam kata-kata yang mempesona,
bertanya: siapakah yang mampu mengusung janji-janji,
dan siapakah yang hanya tamu dalam pesta ini.
2024
Pada Sunyi, Aku Bertanya
Di pasar sunyi tanpa harga,
angin mengisyaratkan naiknya angka-angka
Orang-orang memunguti sisa-sisa mimpi di trotoar,
di balik kaca toko yang memudarkan hari tua.
Lalu lintas saham bergeser seperti taufan
mengguncang gedung-gedung kota
sementara inflasi menari seperti gelombang laut pasang,
meninggalkan pasir yang menceritakan remahan nilai
Di seberang samudra, dentuman meriam itu terdengar
merampas rantai-rantai pangan
dari sawah-sawah yang tertidur hingga piring kosong di meja kecil,
suara tangis yang menggema, dalam sisa butir-butir nasi.
Oh negeri dengan denyut yang sekarat
di mana pertumbuhan berdansa dengan pengangguran,
di mana langkah penuh beban berseteru dengan harapan
adakah kau tahu, jalan mana yang menyambut kita—
di ujung kisah yang diceritakan tanpa kata.
2024
Luka Tanah Air
Tanah ini adalah tubuh yang dihela ribuan pulau,
nafasnya tersengal, dibalut luka-luka
banjir mendatangkan tangis malam
dan kekeringan mengisap sungai hingga senyap.
Langit tak lagi bercerita tentang hujan,
ia kini menumpahkan darah
seperti jarum-jarum yang meluapkan dendam
derasnya menelan cahaya kota-kota
Bibir pantai berbicara dengan bahasa gemetar,
gelombang laut yang tak kenal lagi batasnya,
mendesak gedung-gedung angkuh itu
seperti menagih janji yang tak pernah ditepati.
Lalu kita berdiri, di persimpangan nasib,
di mana akar-akar pohon meronta dari dalam tanah,
bertanya pada angin yang melintas—
mampukah bumi ini, bertahan dari adanya kita.
2024
Jejak-jejak Digital
Di dunia tanpa batas
kita menanam jejak di ujung cakrawala
mengisi ruang dengan piksel dan jaringan,
menciptakan kerinduan di depan layar
Lembaran uang berbunga di layar digital,
transaksi tanpa pertemuan tangan,
rumus-rumus pelajaran berselancar di serat-serat optik,
guru dan murid memaknai dunia dari sebuah kotak kecil
Namun ada sepi yang tak terjamah
seperti debu yang tak tertangkap lensa,
kesenjangan di desa-desa yang terlupakan
suara-suara yang tak tertangkap sinyal.
Dunia digital yang kita puja,
dalam kecepatanmu, ada yang tertinggal—
sebuah pertanyaan, yang menggantung di alam maya:
mampukah kita kembali menjadi manusia seutuhnya.
2024
Di Ambang Nafas
Kita berdiri di antara detak dan detik,
pada pagar yang tak terlihat—batas antara sehat dan sakit,
di mana tiap napas membawa tanda tanya, dan koma
dan ruang hidup kita diintai oleh tangan-tangan raksasa.
Sejarah merambat dalam ingatan,
bercerita tentang jarak yang terbelah,
dan kita, seperti bayangan di ruang yang terkurung,
hanya bisa menanti dunia yang ingin pulih
Namun, ketenteraman bukan sekadar angka atau data-data
ia adalah detik-detik kecil yang kita kumpulkan,
seperti embun yang jatuh di pagi hari,
menyerap pelajaran dari hujan yang singgah di ujung daun.
2024
_________
Penulis
Walidha Tanjung Files, memiliki nama pena Fileski. Lahir di Madiun pada 21 Februari 1988, adalah seorang penulis, musikus, penyair dan pendidik di bidang Seni Budaya. Penggerak GPMB (Gerakan Pembudayaan Minat Baca) Kota Madiun. Dikenal melalui karya puisi, prosa, dan esai yang terbit di berbagai media massa. Karyanya pernah dimuat di Koran Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Jawa Pos, Bangka Pos, Denpasar Pos, Koran Nusa Bali, Bali Politika, Borobudur Writer Cultural Festival, Majalah Panji Balai Bahasa Jawa Timur, Harian Rakyat Sultra, Koran Merapi, Radar Tuban, Radar Jember, Radar Lawu, Radar Madiun, Tribun Batam (Kantor Bahasa Kepri), Solo Pos, Radar Surabaya, Radar Bojonegoro, Koran Haluan, Utusan Borneo (Malaysia), Radar Kediri, Radar Banyuwangi, Sinar Indonesia Baru, Rakyat Sumbar, Singgalang, Halo Jember, Suara Sarawak (Malaysia), Majalah Elipsis, dll. Fileski kerap tampil di ajang sastra dengan konsep Resital Puisi. Peraih Anugerah Hescom dari e-Sastera Malaysia 2014 dan 2015. Lima Terbaik kategori Seni Budaya di GCC 2021 Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Penulis terpilih di Peta Sastra Kebangsaan 2024 di Salihara. Sebagai delegasi Penyair Jawa Timur mengikuti ajang sastra nasional Temu Sastrawan MPU VIII (Banten) dan MPU XI (Jawa Barat). Pemenang Lomba “Pesta Cerpen” yang diadakan Penerbit Buku Kompas dan Gramedia Writing Project tahun 2024. Narasumber berbagai acara sastra dan literasi tingkat nasional, salah satunya di Jaya Suprana Institute pada Agustus 2024. Bukunya yang terbaru berjudul Melukis Peristiwa. Founder Negeri Kertas dan Teater Pilar Merah. Dapat ditemui melalui email: fileskifileski@gmail.com, Instagram @fileski.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com
Cerpen Awit Radiani | Dukun Tiban
Cerpen Awit Radiani
Di musim hujan yang menyusahkan ini, hati Marsih dirundung mendung. Sudah seminggu ini ia kehilangan cincin kawin. Satu-satunya barang berharga miliknya yang tersisa. Kios kelontong milik suaminya bangkrut. Kendaraan bermotor dijual untuk menutup utang. Perabotan rumah tinggal seadanya. Belum habis derita yang lalu datang derita baru. Anak Marsih sakit. Demam sudah lebih dari tiga hari. Obat warung tak menyembuhkan. Marsih berniat menjual cincin kawin untuk biaya periksa. Tapi cincin itu raib entah ke mana.
Kesusahan bertumpuk-tumpuk semenjak pandemi. Suami tak juga pulih ekonominya. Pergi pagi pulang malam tak membawa apa-apa. Hanya wajah lelah dan putus asa yang selalu diperlihatkan lelaki itu. Sementara sakit anaknya tak kunjung sembuh. Marsih bersedih tapi tak memperlihatkannya. Ia berusaha tabah. Dalam hati terus memohon agar lepas dari belitan kemelaratan ini.
Suatu malam yang lelah. Marsih melihat sinar keperakan menggores langit. Sesuatu meluncur turun di atas kebun kosong, lalu menghunjam tanah di belakang rumah. Silau sesaat lalu kembali gelap dalam sekejap. Tak tertangkap mata apa yang telah jatuh ke bumi seketika itu. Marsih menduga itu semacam benda langit. Mungkin meteor atau makhluk luar angkasa berjari tiga yang tersesat ke bumi.
Benda apa gerangan yang hinggap di kebun belakang? Marsih penasaran. Dengan sedikit takut ia menuju ke arah cahaya jatuh. Berharap sebuah keajaiban turun dari langit menuntaskan semua penderitaannya. Namun, sesampainya di kebun Marsih tak menemukan apa-apa. Tak ada sesuatu yang bercahaya, tak ada bekas apa-apa. Hanya kebun kosong gelap dan sunyi. Akhirnya, Marsih mengira bahwa ia berhalusinasi karena terlalu memikirkan beban keluarga.
Marsih menghela napas panjang-panjang, sepanjang ia mampu menarik dan mengembus. Menyadari tak ada masalah yang selesai dalam waktu semalam. Bukankah ini jaman tanpa mukjizat. Bukan zaman tali bisa berubah jadi ular sungguhan. Kalaupun ada kelinci yang keluar dari topi, itu hanya rekayasa. Nasib bukanlah sesuatu yang bisa disulap. Perubahan haruslah dengan kerja keras.
Baru sekitar lima langkah Marsih meninggalkan kebun, tiba-tiba terdengar bunyi letupan beruntun. Tanah menggembung merekah lalu memuntahkan benda hitam berasap. Benda itu menggelinding ke kaki Marsih. Benda yang terbungkus kabut tipis kini tergeletak di hadapannya. Meteorkah atau telur alien? Seperti di film-film yang sering dilihatnya di televisi. Dengan hati-hati Marsih menyentuhnya menggunakan sepotong kayu. Keras selayaknya batu. Marsih memberanikan diri mendekatkan jemari ke seputar kabut yang meliputi batu. Tak seperti dugaannya batu itu mengeluarkan hawa dingin. Seperti keluar dari lemari es. Bila itu meteor seharusnya panas akibat gesekan dengan atmosfer. Marsih kebingungan dengan fenomena yang terjadi di hadapannya.
Malam saat Marsih melihat sinar menggurat langit jatuh, desa terasa sunyi. Desir angin pun seperti menghilang. Tak ada cahaya, tak ada suara. Dalam hati ia bertanya-tanya benarkah hanya ia yang tahu? Tak ada mata lain yang menangkap kilatan seterang petir di langit itu. Entah dorongan dari mana Marsih membawa batu sebesar genggaman tangannya itu ke dalam rumah. Dalam hati ia berharap semoga apa yang ditemukannya adalah anugerah. Marsih menyimpan batu itu dalam kuali tanah liat, lalu ditaruhnya kuali berisi batu itu di kolong kasur, tempat anaknya yang sakit tidur. Lalu, Marsih ikut tidur di samping anaknya.
Dalam tidurnya Marsih bermimpi didatangi lelaki tua yang mengaku leluhurnya. Ia berjanji sejak hari itu akan senantiasa melindungi dan menyejahterakan keturunannya. Takkan ada lagi kesusahan, jauh dari kemiskinanan. Namun, dengan syarat Marsih tak boleh makan daging, ia pun dilarang sombong, ujub, serakah dan harus selalu mau membantu sesama. Dengan mata tertutup Marsih mengangguk, menyanggupi dalam tidurnya.
Ketika bangun, Marsih meyakini bahwa mimpi itu benar adanya. Apalagi ketika menemukan anaknya tak sakit lagi. Anak itu bangun dengan senyum, badannya tak panas seperti kemarin. Ia sembuh dalam semalam! Marsih menceritakan kejadian itu pada tetangga kiri kanan. Tak lama satu desa mengetahuinya. Mereka berbondong-bondong mendatangi rumah Marsih. Membawa botol bekas air mineral, ember, jerigen. Hendak meminta berkah dari batu ajaib. Mereka mengisi tempat air yang dibawanya dengan air yg ditimba dari sumur yang terletak tak jauh dari tempat batu jatuh. Menurut mereka akan lebih majas bila airnya diambil dari lokasi yang sama.
Orang-orang berdesakan, saling impit, saling dorong, terinjak jatuh terluka, korban mulai berjatuhan. Tanaman kebun rusak, pagar bambu roboh. Keadaan itu membuat Marsih dan suaminya berpikir tentang aturan. Mereka membuat alur antrean dengan bambu sebagai jalan menuju sumur. Di samping sumur diletakkan kardus kosong bertempelkan tulisan infak, untuk mengganti biaya kebun yang rusak. Begitu pun dengan jalan ke arah teras rumah di mana Marsih duduk dengan menggenggam batu. Orang-orang berbaris mengular. Satu per satu mendapat jatah celupan batu ajaib. Tentu saja sesudahnya mengisi kotak infak yang ada di samping Marsih. Sebagai biaya pengganti waktu Marsih melayani orang-orang.
Keampuhan batu dari angkasa itu menyebar luas hingga keluar Jawa. Orang semakin banyak datang. Uang infak berkardus-kardus menumpuk di kamar Marsih. Tak sampai sebulan utang lunas, modal usaha kembali. Suami Marsih kembali membuka kios di pasar. Kehidupan keluarga itu pulih, bahkan lebih baik dari semula. Kotak kardus infak tak hanya di rumah Marsih, di halaman tetangga yang menyediakan tempat parkir. Di gerbang desa. Di pos ronda. Di kios tetangga.
Di balik segala kekayaan yang datang tiba-tiba itu, ada keresahan yang muncul dari rengekan anaknya. Anak itu ingin makan sate gule. Dulu waktu miskin daging adalah menu mewah yang tak terjangkau, masak sekarang sudah kaya tetap saja tak ada daging tersaji di meja. Anak itu protes bahkan mengatai ibunya pelit!
Akhirnya, marsih mengalah dibelinya daging kambing, dimasak enak. Sekeluarga lahap menyantap. Setelah makan malam yang gembira, Marsih menyempatkan diri menengok batu ajaibnya. Masih ada di tempatnya. Marsih lega. Ia pun pergi tidur dengan tenang. Tapi ketenangan itu segera berubah keesokan hari. Sebuah jeritan memecah pagi ketika Marsih menemukan batu ajaibnya hilang. Ia hanya bersimpuh menangis dan menyesal seiring hilangnya segala berkah. Berakhir pula ketenaran Marsih si Dukun Tiban.
________
Penulis
Awit Radiani, pegiat sastra dan wastra nusantara, lahir dan besar di Yogyakarta, pendiri Sanggar Wani Migunani, aktif di Griya Abhipraya Purbonegoro, Kemenkumham Yogyakarta.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com
Dakwah | Khawatirlah Jika Meninggalkan Generasi (Anak Keturunan) dalam Keadaan Lemah
Oleh Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd.
Bismillah. Alhamdulillah washsholatu wassalamu ‘ala rasulillah. Amma Ba’du.
Menjadi orang tua di era zaman modern ini tidaklah mudah. Banyak tantangan dan rintangan di dalam memberikan hak pendidikan untuk anak-anak. Kemajuan teknologi yang begitu pesat, tak dipungkiri selain menguntungkan juga menjadi ancaman yang serius terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak-anak kita.
Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) pengguna gadget anak usia dini di Indonesia mencapai sebanyak 33,44%. Dan menurut survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia bahwa lebih dari 71,3% anak-anak sekolah di Indonesia sudah memiliki gadget dan memainkannya dalam porsi yang lama setiap harinya. Dan sebanyak 79% para orang tua tidak menerapkan peraturan penggunaan gadget kepada anak-anak mereka. Padahal penggunaan gadget yang terus menerus dapat membuat mereka kecanduan dan berdampak negatif pada perkembangan fisik, mental, dan sosial mereka. Serta cenderung mengalami masalah dalam konsentrasi, perkembangan bahasa, dan keterampilan motorik. Maka ini harus menjadi perhatian serius bagi para orang tua untuk bisa mendampingi dan mengedukasi anak-anak dalam penggunaan gadget. Mengarahkan mereka supaya menggunakan gadget untuk hal-hal yang bermanfaat dan menjadwal penggunaannya untuk mereka. Karena bagaimana pun penggunaan gadget itu dapat merangsang pelepasan dopamin di otak atau dikenal “hormon kebahagiaan”. Penggunanya candu terhadap hiburan instan dan menarik di dalamnya seperti game, tontonan video, media sosial dan sebagainya.
Ini baru satu permasalahan yang kita temui di era modern ini. Kemudian terdapat juga survei-survei yang lainnya mengenai apa yang sedang terjadi atau dialami oleh anak-anak generasi zaman ini. Seperti mentalnnya yang kurang, minimnya kesejahteraan mental, banyaknya pengangguran, gaya hidup yang hedon, dan seterusnya.
Maka mari para orang tua, kita becermin kepada firman Allah subhanahu wata’ala, usaha apa yang kiranya sudah kita upayakan untuk generasi atau anak-anak kita yang cepat atau lambat kita pun akan meninggalkan mereka,
وَلۡيَخۡشَ الَّذِيۡنَ لَوۡ تَرَكُوۡا مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوۡا عَلَيۡهِمۡ ۖفَلۡيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلۡيَقُوۡلُوا قَوۡلًا سَدِيۡدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An-Nisa : 9)
Konteks ayat ini adalah tentang teguran bagi orang-orang yang mengelola harta anak yatim, dan atau orang yang hadir menyaksikan wasiat orang lain yang akan meninggal. Agar mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara yang benar alias jujur. Sebagaimana mereka ingin jika kelak anak keturunan mereka diperlakukan baik oleh orang lain, maka hendaknya mereka juga memperlakukan baik anak-anak yang saat ini ada dalam pengasuhannya.
Dalam tafsir Muyassar disebutkan 3 hal yang perlu diperhatikan di dalam menunaikan hak anak keturunan atau generasi yang nantinya akan ditinggalkan. Yaitu memelihara harta mereka termasuk menyediakan tabungan untuk masa depan mereka, menyediakan pendidikan yang terbaik, dan memprotek mereka dari bahaya termasuk memberikan shield atau filter supaya mereka tidak mudah terbawa arus pergaulan buruk.
Kemudian ayat ini juga menjadi peringatan bagi para orang tua agar tidak menelantarkan anak-anak mereka dan juga anak-anak yang ada dalam pengasuhan mereka. Adalah para orang tua diperintahkan untuk mempersiapkan kesejahteraan anak-anak. Setidaknya ada 3 kesejahteraan yang perlu dipersiapkan, yaitu kesejahteraan ilmu, ekonomi/finansial, dan emosional. Sehingga ketika orang tua meninggal, maka anak-anak sudah terpenuhi hak-hak mereka.
1. Kesejahteraan ilmu, ini sangat penting bahkan hak yang paling utama. Tentunya sebagai seorang Muslim yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu agama. Karena secara tegas di dalam Al-Qur'an Allah subhanahu wata’ala berfirman,
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَكُمۡ وَاَهۡلِيۡكُمۡ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim : 6)
Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat ini bahwa maksudnya adalah ajarkanlah agama dan adab kepada keluarga; anak, istri, dst.
Dan Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma pernah berkata,
أدب ابنك فإنك مسؤول عنه ما ذا أدبته وما ذا علمته
“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya.”
Kemudian Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah juga berkata,
“Siapa saja yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang berguna baginya, lalu dia membiarkan begitu saja, berarti dia telah berbuat kesalahan yang fatal. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua yang mengabaikan mereka, serta tidak mengajarkan berbagai kewajiban dan ajaran agama. Orang tua yang menelantarkan anak-anaknya ketika mereka kecil, itu akan membuat mereka tidak berfaedah bagi diri sendiri dan bagi orang tua ketika mereka telah dewasa.”
Ilmu agama inilah yang nantinya akan membentuk keshalihan dalam diri anak. Inilah sebaik-baik apa yang diwariskan oleh orang tua kepada anaknya.
Terdapat kisah yang sangat menggugah tentang Umar bin Abdul Aziz rahimahullah ketika beliau wafat, beliau tidak meninggalkan harta warisan untuk anak-anaknya. Kisah ini diceritakan oleh Muqatil bin Sulaiman kepada Al Manshur yang waktu itu menjabat sebagai Khalifah.
Muqatil bercerita,
“Umar bin Abdul Aziz memiliki 11 anak. Ketika wafat, beliau meninggalkan uang 18 dinar. Untuk membayar kain kafan 5 dinar dan untuk tanah liang kuburnya 4 dinar. Sisanya 9 dinar diwariskan kepada ahli warisnya. Di sisi lain, ada Hisyam bin Abdul Malik yang memiliki 11 anak. Ketika beliau wafat, warisan yang diperoleh oleh masing-masing anaknya adalah 1 juta dinar. Demi Allah, pada suatu hari aku melihat salah seorang anak Umar bin Abdul Aziz bersedekah seratus ekor kuda untuk keperluan jihad fi sabilillah. Dan pada hari yang sama, aku melihat salah seorang anak Hisyam bin Abdul Malik sedang meminta-minta di pasar.”
Muqatil melanjutkan,
“Sebelumnya orang-orang bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz menjelang wafatnya, ‘Apa yang engkau tinggalkan untuk anak-anakmu?’ Beliau menjawab, ‘Aku tinggalkan untuk mereka keshalihan dan takwa kepada Allah. Jika mereka menjadi orang-orang yang shaleh maka Allah yang akan mengurus mereka’.
Beliau membaca ayat,
وَهُوَ يَتَوَلَّى الصّٰلِحِيۡنَ
“Dia (Allah) melindungi orang-orang shalih.” (QS. Al-A’raf : 196)
Jika tidak menjadi orang-orang yang shaleh maka aku tidak mau menolong mereka untuk bermaksiat kepada Allah dengan harta.”
Orang tua yang menginginkan kebaikan untuk anaknya, maka harus menanamkan nilai-nilai pendidikan agama. Orang tua berperan sebagai wasilah agar anak paham terhadap agamanya dan mengerti tentang perkara-perkara yang menjadi kewajibannya. Yang mana inilah tanda kebaikan sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam,
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Tidak hanya itu, Allah pun akan mengangkat derajatnya,
يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ ۙ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ
“Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah : 11)
Dengan ilmu agama, maka niscaya anak-anak kita akan menjadi anak-anak yang selalu diliputi kebaikan dan bermartabat serta tinggi derajatnya di antara manusia lainnya.
Dan kembali ke Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, bahwa beliau termasuk seorang Khalifah kaum muslimin yang pernah memenuhi bumi dengan keadilan. Beliau dikenal sebagai orang yang shalih, ahli ilmu dan berakhlak mulia. Hal ini tidak lepas dari peran ayahnya yang bernama Abdul Aziz bin Marwan rahimahullah. Ayahnya sangat perhatian terhadap pendidikan agama untuk anaknya, sehingga anaknya dititipkan kepada seorang ulama bernama Shalih bin Kaisan rahimahullah. Abdul Aziz berpesan supaya Umar kecil diajarkan tentang adab dan salat berjamaah 5 waktu. Dan suatu hari Umar ketinggalan salat berjamaah lantaran lamanya ia menyisir rambutnya. Hal ini dikabarkan oleh Shalih bin Kaisan kepada Abdul Aziz. Lalu apa responnya? Abdul Aziz mengirim tukang cukur untuk mencukur habis rambut Umar. Demikian dilakukan supaya Umar tidak terlambat lagi dalam mengerjakan salat berjamaah 5 waktu. Dan Umar tidak marah, justru merasa bangga kepada ayahnya. Meski jauh, tapi ayahnya selalu memberikan perhatian kepadanya.
Inilah pentingnya peran orang tua untuk anak-anak. Memberikan perhatian terhadap pendidikan mereka dan peduli terhadap capaian hasil belajar mereka.
Pepatah Arab pernah mengungkapkan,
كيف استقم الظل و عوده أعوج
“Bagaimana bisa bayangan itu lurus sementara kayunya bengkok?”
Semoga bisa dipahami makna tersirat dari kalimat pepatah di atas.
2. Kesejahteraan ekonomi, ini juga tidak kalah penting. Tidak cukup orang tua hanya membekali anak-anaknya dengan ilmu agama dan keshalihan. Tanpa dibekali life skill yaitu keterampilan hidup yang dengannya ia bisa menghasilkan maisyah penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya sendiri maupun yang lainnya. Menjadi penting bagi orang tua untuk melihat potensi, bakat serta minat sang anak. Apalagi jika di situ ada peluang ekonomi yang bisa dihasilkan. Fasilitasi, support dan dampingi hingga sang anak bisa mandiri menjalankannya.
Kemudian boleh bagi para orang tua menyiapkan tabungan masa depan agar nanti bisa meninggalkan harta warisan yang banyak untuk anak-anaknya. Bahkan hal ini sangat dianjurkan supaya anak-anak tidak hidup dalam keadaan terlantar dan mengemis kepada orang lain setelah sepeninggalnya.
Dalam hadits yang shahih dikisahkan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjenguk Sa’d bin Abi Waqash radiyallahu ‘anhu yang sedang sakit, lalu Sa’d berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي ذُو مَالٍ وَلَا يَرِثُنِي إِلَّا ابْنَةً، أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي؟ قَالَ: "لَا". قَالَ: فالشَّطْر؟ قَالَ: "لَا". قَالَ: فَالثُّلُثُ؟ قَالَ: "الثُّلُثُ، وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ". ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "إنك أن تَذر وَرَثَتَك أغنياء خَيْر من أَنْ تَذَرَهم عَالةً يتكَفَّفُون النَّاسَ" .
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta, dan tidak ada yang mewarisiku kecuali puteriku seorang. Apakah aku boleh (berwasiat untuk) bersedekah dengan 2/3 hartaku?!”
Rasulullah bersabda, “tidak.”
“Kalau 1/2?!” tanya lagi Sa’d.
Rasulullah tetap menjawab, “tidak.”
Sa’d berkata lagi, “kalau 1/3?!”
Rasulullah bersabda, “1/3?! 1/3 itu banyak” kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wassalam melanjutkan, “sungguh engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, itu lebih baik daripada engkau meninggalkannya dalam keadaan miskin mengemis meminta-minta kepada manusia.” (HR Bukhari-Muslim)
Tentu poin ini harus dikuatkan dengan poin yang pertama yaitu ilmu agama. Sebab Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ
“Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang shalih.” (HR. Ahmad dengan derajat shahih menurut Syu’aib al Arnauth)
Dan Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَاَمَّا الۡجِدَارُ فَكَانَ لِغُلٰمَيۡنِ يَتِيۡمَيۡنِ فِى الۡمَدِيۡنَةِ وَكَانَ تَحۡتَهٗ كَنۡزٌ لَّهُمَا وَكَانَ اَبُوۡهُمَا صَالِحًـا ۚ فَاَرَادَ رَبُّكَ اَنۡ يَّبۡلُغَاۤ اَشُدَّهُمَا وَيَسۡتَخۡرِجَا كَنۡزَهُمَا ۖ رَحۡمَةً مِّنۡ رَّبِّكَ
“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih. Maka Rabbmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Rabbmu.” (QS. Al-Kahfi : 82)
Pada ayat ini, Allah menerangkan tentang seorang ayah yang shalih yang menyimpan hartanya untuk kedua anaknya. Maka Allah menghendaki harta itu tetap terjaga di tempat penyimpanannya agar kedua anaknya sampai dewasa, kemudian mengambil simpanannya itu untuk bekal kehidupan mereka.
Selain itu, ayat ini juga memberikan pelajaran bahwa keshalihan orang tua, seperti yang dicontohkan dalam ayat ini, pasti akan dibalas oleh Allah. Salah satu bentuk balasan Allah adalah memberi anugerah kepada anak keturunannya.
3. Kesejahteraan emosional, yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosi dan merespons situasi yang ada dengan positif sesuai dengan tuntunan agama. Bersyukur ketika mendapatkan hal-hal yang menyenangkan dan bersabar ketika mendapatkan hal-hal yang menyusahkan serta memaafkan kesalahan-kesalahan yang masih bisa ditoleransi.
Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan psikologi anak. Semakin anak mampu mengatur emosinya, maka semakin besar kemampuan untuk menikmati hidup, mengatasi stres dan lain sebagainya. Sehingga ia bisa menjadi pribadi yang fokus, mampu memprioritaskan apa yang penting untuk dikerjakan, dan mendorongnya melakukan aksi positif yang bermanfaat untuk hidupnya dan orang lain.
Kesejahteraan emosional perlu dibangun sejak dini supaya anak tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mudah bergaul dengan siapa pun serta mampu mengatasi beragam problem yang mungkin akan ia temui dalam hidupnya.
Dan agama Islam sangat memperhatikan hal ini. Banyak ayat dan hadis yang mendorong umat Islam untuk mempunyai kesejahteraan emosional, bahkan memuji siapa saja dari kaum muslimin yang memilikinya.
وَلَا تَهِنُوۡا وَ لَا تَحۡزَنُوۡا وَاَنۡتُمُ الۡاَعۡلَوۡنَ اِنۡ كُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِيۡنَ
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS. Ali Imran : 139)
Pada ayat ini Allah memotivasi agar kaum muslimin tidak larut dalam sifat lemah dan sedih yang berkepanjangan.
وَجَزٰٓؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثۡلُهَاۚ فَمَنۡ عَفَا وَاَصۡلَحَ فَاَجۡرُهٗ عَلَى اللّٰهِؕ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيۡنَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zhalim.” (QS. Asy-Syura : 40)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa seseorang boleh membela diri ketika ia dizhalimi atau dianiaya. Dan membalas setimpal dengan apa yang ia derita. Namun demikian, ayat ini juga menganjurkan untuk tidak membalas kejahatan orang lain, tetapi memaafkan dan memperlakukan dengan baik orang yang berbuat jahat kepada kita karena Allah akan memberikan pahala kepada orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain.
وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا
“Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba yang pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya.” (HR. Muslim)
Dan banyak lagi ayat maupun hadits lainnya yang tidak bisa dipaparkan satu pe rsatu. Tapi intinya adalah pentingnya para orang tua membangun kesejahteraan emosional kepada anak-anak, baik dengan pendekatan agama, maupun yang lainnya selagi dalam koridor yang dibolehkan syariat. Sehingga anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang bijaksana, mampu menghadapi segala situasi dengan tenang dan lurus.
Demikian, pada akhirnya kita semua akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah berupa anak-anak yang telah Allah titipkan kepada kita.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ والْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggunjawabannya dan demikian juga seorang laki-laki (suami) adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, dan seorang istri pemimpin terhadap keluarga di rumah suaminya dan juga anak-anaknya. Dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas mereka.” (HR. Bukhari)
Semoga bermanfaat. Barakallahu fikum jami’an.
_________
Penulis
Izzatullah Abduh, M.Pd., Kepsek Imam Nawawi Islamic School Pondok Cabe Tangsel.
Wednesday, November 6, 2024
Berita | SMPN 10 Kota Serang Gelar Bedah Buku Antologi Puisi "Aksara-Aksara Lugu"
Kepala Perpustakaan
Ibnu Syna SMPN 10 Kota Serang, Magdalena Nur Asih, S.Pd., menyampaikan
bahwa kegiatan bedah buku antologi memang sudah diprogramkan oleh Perpustakaan SMPN 10 Kota Serang.
”Harapan dari
kegiatan ini adalah agar menumbuhkan minat literasi kepada anak-anak. Semoga anak-anak
dapat mengambil ilmu dari kegiatan ini," ujarnya.
Kegiatan Bedah
Buku Antologi Aksara-Aksara Lugu dibuka dengan pembacaan puisi yang memukai oleh
Keysa, siswa kelas IX, membaca puisi "Tanah Air Mata" karya Sutardji Calzoum Bahri.
Narasumber
sekaligus penyair Aksara-Aksara Lugu di SMPN 10 Kota Serang, yakni Ihya
Dinul Alas dan Arundanu Katong. Keduanya adalah kasepuhan Kubah Budaya yang
masih aktif berkarya hingga ini. Kegiatan ini dimoderatori oleh Fannisa Akmal, Wakil
Ketua Humas IKA Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) Untirta.
Ihya Dinul Alas
mengatakan bahwa buku Aksara-Aksara Lugu merupakan buku kedua setelah ”Candu
Rindu” yang terbit pada 2009. Ihya juga bertanya kepada para siswa SMPN 10 Kota Serang, sudah berapa banyak mereka membaca
buku. Menurutnya itu merupakan modal dan langkah awal sebelum menulis.
Dalam kesempatan
ini, Ihya memberikan pesan bahwa ada ada tiga ilmu yang harus dipelajari dan
dikuasai.
”Yang pertama, matematika.
Kedua, bahasa. Ketiga, seni. Kaitannya dengan Aksara-Aksara Lugu ini
adalah bahwa dalam buku tersebut juga ada bahasa dan seninya, ada artistiknya, di
antaranya dalam bermain kata dan rimanya,” ujar penyair produktif Jawa Serang di NGEWIYAK
tersebut.
Narasumber kedua,
Arundanu Katong memaparkan materi dengan cukup serius melalui PPT. Katong mengatakan
bahwa banyak siswa yang suka corat-coret di kertas. Agar corat-coret itu
bermakna, Katong menjelaskan semua itu harus direalisasikan dengan menulis,
salah satunya dengan puisi.
”Sengaja saya
pakai PPT agar kalian bisa memahami teori tentang puisi,” ujar Katong.
Selain itu,
Katong menjelaskan panjang lebar tentang pengalamannya dalam menulis puisi. Menurut
Katong, pengalaman-pengalaman itu bisa dari pengalaman empris, pengalaman
spiritual, dan sebagainya.
”Dalam menulis
puisi, ada aspek yang sangat penting, yakni intuisi, kepekaan atau ketajaman
rasa dalam jiwa, juga imajinasi atau sebuah gambaran. Yang terakhir adalah sintesis, yakni gabungan dari pengalaman, intuisi, dan imajinasi yang menjadi satu
kesatuan membentuk totalitas penggunaan kata, bahasa, dan makna,” imbuh penyair
yang juga guru di salah satu sekolah di Kecamatan Kragilan itu.