Oleh Ust. Izzatullah Abduh
Berbicara tentang kekayaan, maka ia merupakan jargon yang menjadi goalnya kehidupan banyak insan. Hampir setiap insan menginginkan kekayan dalam hidupnya. Ingin punya banyak harta dan simpanan tabungan. Sah dan wajar. Tapi tentu jangan sampai lupa bahwa ada konsekuensi yang mesti ditunaikan dibalik kekayaan itu. Apalagi kita selaku umat Islam, maka di sana ada kewajiban untuk mendermakan kekayaan kita di jalan-jalan yang diridhoi Allah subhanahu wata’ala; seperti zakat, shodaqah, dsb.
Kekayaan juga menjadi satu hal yang barangkali sering diminta oleh setiap insan di dalam munajat doanya. Dan itu boleh-boleh saja. Asalkan ia tak lupa untuk meminta juga bimbingan atau taufiq dariNya supaya bisa mendermakan kekayaan tsb. Sebab, ada sekelompok umat manusia yang dicela oleh Allah subhanahu wata’ala di dalam Al Qur’an, yaitu mereka yang meminta kekayaan, lalu Allah kabulkan permintaan mereka, namun tiba-tiba mereka menjadi orang yang pelit dan kikir, enggan mendermakan kekayaannya di jalan Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman tentang mereka,
وَمِنۡهُم مَّنۡ عَـٰهَدَ ٱللَّهَ لَىِٕنۡ ءَاتَىٰنَا مِن فَضۡلِهِۦ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلصَّـٰلِحِینَ فَلَمَّاۤ ءَاتَىٰهُم مِّن فَضۡلِهِۦ بَخِلُوا۟ بِهِۦ وَتَوَلَّوا۟ وَّهُم مُّعۡرِضُونَ فَأَعۡقَبَهُمۡ نِفَاقࣰا فِی قُلُوبِهِمۡ إِلَىٰ یَوۡمِ یَلۡقَوۡنَهُۥ بِمَاۤ أَخۡلَفُوا۟ ٱللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا۟ یَكۡذِبُونَ.
Artinya :
“Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah, “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan niscaya kami termasuk orang-orang yang shalih.
(Namun) Ketika Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan berpaling, dan selalu menentang (kebenaran).
Maka Allah menanamkan kemunafikan dalam hati mereka sampai pada waktu mereka menemui-Nya, karena mereka telah mengingkari janji yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.” (QS At Taubah : 75-77)
Ayat di atas merupakan celaan dan ancaman bagi mereka yang meminta karunia kakayaan, namun ketika Allah kabulkan permintaan mereka, tiba-tiba mereka menjadi pelit dan kikir. Mereka mengingkari apa yang sebelumnya telah mereka ikrarkan. Maka Allah pun mengancam akan menimpakan ke dalam hati mereka penyakit kemunafikan. Wal’iyadzu billah.
Maka mari, kita belajar dari salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dikenal dengan kekayaannya dan juga kedermawanannya. Yaitu Sa’d ibn ‘Ubadah radiyallahu ‘anhu.
Ahli tarikh (sejarah) menyebutkan bahwa Sa’d ibn ‘Ubadah pernah berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala meminta kekayaan, tetapi dengan cara yang bisa dibilang unik dan aneh. Karena permintaannya terkesan besar kepala dalam artian terlalu pede (percaya diri). Doanya adalah,
اللهم إنه لا يصلحني القليل، ولا أصلح عليه
(Allaahumma innahu laa yashluhuni al qolil, wa laa ashluh ‘alaih)
Artinya :
“Ya Allah, sesungguhnya yang sedikit itu tidak layak untukku, dan aku tidak layak untuk menerima yang sedikit.”
Maksud doa tsb. di atas adalah Sa’d ibn ‘Ubadah meminta kekayaan yang banyak kepada Allah subhanahu wata’ala, karena ia merasa bahwa pribadinya tidak layak menjadi miskin, sebab beliau merupakan pemimpin suku Khazraj yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakatnya.
Dan Allah subhanahu wata’ala mengabulkan permohonan Sa’d ibn ‘Ubadah. Beliau menjadi orang yang kaya memiliki banyak harta. Tetapi kekayaan tsb. beliau dermakan di jalan Alllah subhanahu wata’ala. Terbukti dengan apa yang dikisahkan oleh ahli tarikh,
لما قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة كانت جفنة سعد بن عبادة تدور مع النبي صلى الله عليه وسلم في بيوته جميعا
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pertamakali hijrah datang ke Madinah, piring-piring (pasokan makanan) Sa’d ibn ‘Ubadah tidak pernah putus mendatangi rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarganya.”
Dan ketika banyak kaum Muhajirin, yaitu sahabat-sahabat yang hijrah dari Mekah ke Madinah, yang mana mereka telah meninggalkan harta-benda mereka di Mekah demi bisa hijrah ke Madinah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka sahabat-sahabat Muhajir ini banyak yang kekurangan pasokan makan, banyak yang kelaparan. Ahirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan kepada sahabat-sahabat Anshar, yaitu penduduk Madinah agar bisa menjamu makanan untuk saudaranya dari kalangan Muhajirin.
كان رجل من الأنصار ينطلق إلى داره بالواحد من المهاجرين، أو بالاثنين، أو بالثلاثة، وكان سعد بن عبادة ينطلق إلى داره بالثمانين
“Maka ada di antara sahabat Anshar yang membawa ke rumahnya (untuk menjamu makanan) satu orang Muhajirin, dan ada yang membawa dua orang, dan ada yang membawa tiga orang, dan adalah Sa’d ibn ‘Ubadah, (tidak tanggung-tanggung) beliau membawa ke rumahnya sebanyak 80 Muhajirin.”
Oleh karena begitu hebat kedermawanan Sa’d ibn ‘Ubadah sampe-sampe Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhususkan doa untuk beliau, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud rahimahullah di dalam sunahnya,
قال النبي صلى الله عليه وسلم، "اللهم اجعل صلواتك ورحمتك على آل سعد بن عبادة."
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa (untuk Sa’d ibn ‘Ubadah),
“Ya Allah, jadikanlah keberkahan-keberkahanMu dan rahmatMu untuk keluarga Sa’d ibn ‘Ubadah.”
Masyaallaah! Begitulah potret daripada Sa’d ibn ‘Ubadah yang barangkali patut untuk kita teladani. Ketika beliau berdoa dengan doanya yang unik, meminta kekayaan, maka ketika kekayaan itu dikaruniakan kepada beliau, beliau menjadi orang yang sangat dermawan. Sehingga tidaklah disebut nama beliau, melainkan yang tersebit adalah tentang kedermawanan.
Maka demikianlah sejatinya pribadi orang kaya yang terpuji nan mulia. Semakin ia dikaruniai kekayaan, semakin ia gacor mendermakan hartanya. Tidak pelit dan tidak kikir.
Dan kemudian mari kita tengok teladan dari Gurunya Sa’d ibn ‘Ubadah yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam mendermakan hartanya.
‘Abdullah ibn Mas’ud radiyallahu ‘anhu berkata,
كان النبي صلى الله عليه وسلم أجود الناس، كالريح المرسلة
“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan orang yang sangat dermawan. Cepat dan gesit di dalam berderma layaknya angin yang berembus.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dikenal sebagai sosok yang bersegera di dalam mendermakan hartanya. Apabila beliau mendapatkan harta, maka beliau tidak ingin lama-lama menyimpannya apalagi sampe masuk waktu malam. Sebagaimana Imam Bukhari rahimahullah riwayatkan dalam kitab shahihnya, bahwa Abu Sirwa’ah ‘Uqbah ibn Harits radiyallahu ‘anhu bercerita,
“Aku pernah shalat ashar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Selesai salam, tiba-tiba beliau langsung berdiri dan berjalan melangkahi shaf-shaf kamu. Sehingga para sahabat merasa heran. Dan ketika beliau kembali, beliau bersabda,
ذكرت شيئا من تبر عندنا، فكرهت أن يحبسني فأمرت بقسمته
“Aku teringat ada harta yang tersimpan di rumah, maka aku tidak suka menahannya, sehingga aku perintahkan seseorang untuk membagikannya.”
وفي لفظ، فكرهت أن أبيته
Dan dalam lafazh yang lain, “maka aku tidak suka menyimpannya hingga waktu malam tiba.”
Begitulah karakter dermawan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau merupakan sosok yang bersegera di dalam mendermakan hartanya dan beliau tidak suka lama-lama menyiman harta di saat sementara banyak orang yang lebih membutuhkan harta tsb.
Dan Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu mengisahkan, bahwa pernah datang seseorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya tentang shadaqah yang seperti apa yang pahalanya besar di sisi Allah subhanahu wata’ala. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya,
أن تتصدق وأنت صحيح شحيح تخشى الفقر وتأمل الغنى
“Yaitu kamu bersedekah di saat kamu dalam keadaan sehat, kamu takut jatuh miskin, dan kamu lagi cinta-cintanya kepada harta.”
Beliau menambahkan,
ولا تمهل حتى إذا بلغت الحلقوم قلت كذا لفلان وكذا لفلان
“Dan jangan pernah menunda untuk mendermakan harta, sehingga apabila nyawa telah sampai kerongkongan, kamu baru berkata, ‘tolong berikan ini untuk si fulan, dan ini untuk si fulan’.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan nasehat agung bahwa sedekah yang utama adalah tatkala kita dalam kondisi sehat, lagi demen-demennya sama harta. Maka sedekah waktu itu, potensi pahalanya amatlah besar, sebab kita berkorban berjuang mengalahkan hawanafsu cinta kita kepada harta untuk kemudian memilih mendermakan harta tsb. di jalanNya. Dan beliau mencela orang yang suka menunda-nunda di dalam mendermakan hartanya. Enggan menderma kecuali saat nyawa sudah di kerongkongan. Maka pada waktu itu tidak ada lagi keutamaan shadaqah.
Dan terakhir dalam tulisan ini, Allah subhanahu wata’ala pun menerangkan di dalam firmanNya tentang angan-angan orang yang sudah mati. Bahwa mereka ingin dihidupkan kembali ke dunia, hanya supaya bisa mendermakan hartanya. Tapi sayang, itu adalah angan-angan yang mustahil.
وَأَنفِقُواْ مِن مَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنِيٓ إِلَىٰٓ أَجَلٖ قَرِيبٖ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ، وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَاۚ وَٱللَّهُ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُون.
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.
Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Munafiqun : 10-11) Iki
So, para pembaca yang budiman.
Marilah kita dermakan harta kita di jalan Allah subahanahu wata’ala, baik dengan jalur zakat, shadaqah, wakaf, hibah, dsb. Yang mana kemanfaatannya adalah untuk kemaslahatan agama dan untuk kemaslahatan hidup umat manusia. Berderma adalah tanda bahwa kita peduli dengan agama kita dan kita peduli terhadap sesama kita.
Akhirnya, semoga Allah subahanahu wata’ala mengaruniakan kekayaan kepada kita, kekayaan harta dan kekayaan jiwa. Serta membimbing dan memberi taufiq agar kita bisa mendermakan harta yang dikaruniakan tsb di jalan-jalan kebaikan yang mendatangkan ridho dan cintaNya. Sehingga kita bisa termasuk ke dalam golongan orang-orang kaya yang terpuji dan mulia di sisiNya. Aamiin.
Demikian, semoga bermanfaat. Barakallahu fikum.
Jakarta, 13 November 2020
Penulis
Izzatullah Abduh, S.Pd, M.Pd., imam masjid Andara.