Esai Panji Pratama
Teman saya gerah. Dia ASN dan punya hak pilih. Dia tidak enak duduk saat tahu kabar bahwa kalau ASN sengaja mendukung salah satu calon kepala daerah secara terang-terangan akan dikenai sanksi. Dia makin tidak enak badan, jabatannya bisa hilang kalau saja jagoan calon kepala daerahnya tidak menang. Naik ke kepala; tidak enak kepala alias pusing, memikirkan nasib jadi pemegang jabatan yang kehilangan jabatan. Pesan moralnya: jabatan ternyata sementara.
Nah, yang saya tahu selama ini di Indonesia, jabatan itu melekat selamanya. Saya tahu karena saya buka Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam KBBI, jabatan itu berasal dari kata dasar jabat, yang artinya 'pegang'. Belum puas saya dengan arti 'pegang', saya telusuri lagi artinya. Arti pegang ya 'memegang'. Saya bedah lagi arti memegang, yang ternyata artinya 'menguasai'; 'mengurus atau memimpin'. Jadi, saya simpulkan, menjabat itu adalah 'menguasai'.
Kalau sudah bertemu dengan kata menguasai, manusia cenderung memiliki kemampuan atau kesanggupan untuk berbuat sesuatu. Menguasai seringkali berhubungan dengan kekuatan. Maka, tidak aneh kalau orang yang berkuasa akan melakukan apa saja untuk melanggenggengkan kekuasaannya. Masalahnya, menjadi kepala daerah itu ada masanya. Karena dibatasi itulah, terkadang jabatan jadi masalah.
Nah, yang bikin saya geleng-geleng adalah kata yang saat ini dipakai lumrah oleh seseorang yang memegang kekuasaan secara sementara itu adalah pejabat. Mengapa harus pejabat? Mengapa pejabat untuk mewakili seseorang yang berprofesi seperti itu?
Maksud saya bukan karena saya tidak menyukai orang tersebut, tetapi jika ditelisik dari kebahasaan, bukankah kata pejabat ini berasal dari kata berjabat? Begini, saya pakai kata lain sebagai pembanding, misalnya bertinju yang berarti 'berpukul-pukulan dengan tinju'. Karena asal katanya bertinju, kita punya padanan kata petinju sebagai profesi. Sebaliknya, jika berasal dari kata meninju yang sifatnya sekali-kali saja, tidak selamanya, kita akan menemukan kata peninju sebagai seseorang yang yang meninju.
Nah, dari satu perbandingan tersebut, seharusnya orang-orang yang memegang kekuasaan secara sementara itu digelari penjabat. Artinya, orang tersebut berprofesi sebagai seseorang yang menjabat kekuasaan (secara sementara). Nah, jika kita menggelari mereka pejabat, jangan salahkan mereka jika orang-orang yang identik dengan politik itu mau selama-lamanya memegang kekuasaan.
___
Penulis
Panji Pratama, S.S., M.Pd., lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran. Bergiat di Komunitas Pustaka Inspirasiku Sukabumi.
Kirim naskahmu ke
redaksingewiyak@gmail.com