Resensi Suci Ayu Latifah
Judul Buku : Sepotong Hati
Penulis : Yoemi Noor
Penerbit : CV Catur Media Gemilang
Tahun : Agustus, 2021
Tebal : 99 halaman
ISBN : 978-623-6439-14-2
Buku berjudul Sepotong Hati, sampulnya berbentuk cinta corak kecokelatan menua. Pada bagian tengah ada bibit cinta baru yang mulai tunas. Daunnya masih dua lembar warna hijau muda. Hemat saya menafsirkan sebuah cinta yang luka. Kemudian, bangkit dan tumbuh tunas cinta baru yang menghidupkan.
Sepotong Hati merupakan kumpulan puisi terbaru Yoemi Noor setelah Kidung Sunyi (Guapedia, 2021). Dahsyat, selama setahun, perempuan penilik sajak ini menerbitkan dua buku sekaligus. Bahkan, Sepotong Hati lebih tebal dibanding Kidung Sunyi.
Berasal dari Kota Ponorogo, Noor menyajikan bumbu-bumbu percintaan di setiap judul-judul puisinya. Ada tujuh puluh judul puisi yang elegi dan romantis. Memanfaatkan bahasa melankolis, Noor bersubjektivitas membaca dan menuliskan perasaan dan persoalan hidupnya. Seperti kecintaan kepada Sang Pencipta, orang tua, kekasih, makhluk lain, dan dirinya sendiri.
Meski tidak banyak mengemas ke dalam bahasa kias-metaforis, Sepotong Hati membawa kepada hakikat cinta yang ironis. Mestinya cinta menciptakan kehangatan, keindahan, kemolekan, dan lain sebagainya. Justru, di sini cinta diwarnai oleh luka. Suatu perasaan manusia yang ganjil, rindu dan luka, luka dalam rindu, atau rindu dalam luka.
Sebagaimana judul puisi "Sepotong Hati". Penulis tidak berlebihan dalam meminta ketulusan.
tak perlu banyak
cukup sepotong
kataku
(hlm. 77)
Cinta yang luar biasa. Dituliskan, kebahagiaan yang dicari seorang Noor hanya sebagian, tidak banyak dan utuh. Noor berpikir untuk apa memiliki secara utuh apabila tidak dilandasi oleh ketulusan.
Ajaran cinta pada sebuah hubungan, sudah barang pasti dilandasi tulus, secara hakiki. Kesiapan untuk menerima ditawarkan Noor, sekalipun hanya sepotong hati. Begitu pula dengan ketepatan akan janji seperti dalam puisi berjudul "Balada Sepotong Hati #1".
aku menunggumu
mari kita bicara tentang rindu dan sunyi
temani aku menikmati sepi
(hlm. 31)
Proses menunggu dapat melahirkan luka dalam gelombang jiwa-merindu. Karenanya, timbul judul puisi lain "Menanti Sepotong Hati".
bisakah kau mengajariku lebih banyak tentang kata rela
(hlm. 30)
Sebuah liris yang elegi, kesedihan tak berujung.
Drama percintaan yang menggemaskan, seperti puisi-puisi garapan sastrawan besar beraroma cinta. WS Rendra, misalnya, lewat "Surat Cinta Kekaburan" cinta membawa segudang rindu yang berakhir luka, sepi, sunyi.
Dalam puisi setebal seratus kurang satu halaman ini, Noor menulis dengan perasaan, pemikiran, dan persoalan yang dilontarkan dalam kekhasan puisinya. Noor mengajak pembaca berkelana dalam sebuah pencarian akan identitas cinta. Tentang hakikat cinta sesungguhnya: cinta yang mendatangkan kehangatan, kebahagiaan, atau sebaliknya, menerbitkan luka.
Seperti cinta orang tua kepada anak berjudul "Tentang Ibu".
seperti hangat mentari
kasihmu membelaiku setiap hari
seperti kerlip bintang
doamu memberi pendar tentang pada gelap jiwa yang remang
(hlm. 13)
Juga, cinta kepada diri sendiri atas kerelaan dan penerimaan atas puisi.
berikan padaku sepiring sabar
sekerat hati
dan sepotong senyum
ditambah segelas ikhlas
sebagai sarapanku pagi ini
(hlm. 19)
Dalam puisi "Lapar Rasa" keputusasaan adalah jalan terakhir. Noor menerima ketakdiran yang berterima. Ikhlas, barangkali puncak atas rasa cinta itu.
Di balik kekurangan akan bahasa kias dan puitik, Noor menitipkan pesan besar terhadap kehidupan. Justru, pesan itu adalah kata-kata yang sederhana dan mudah dimasuki imajinasi pembaca. Puisi ini cocok dibaca untuk generasi anak-anak kita, sebagai pengenalan menulis puisi dari realitas, pengalaman, dan perasaan.
___
Penulis
Suci Ayu Latifah, asal Ponorogo. Mengajar di STKIP PGRI Ponorogo.
Kirim naskahmu ke
redaksingewiyak@gmail.com