Oleh Izzatullah Abduh, M.Pd.
Sesungguhnya orang yang mengetahui akan nilai dan harga sesuatu, maka ia akan terobsesi untuk bisa meraih dan mendapatkannya.
Orang yang memandang dunia ini dengan pandangan bernilai dan berharga. Maka ia akan terobsesi untuk bisa meraih dan mendapatkannya.
Seluruh energinya ia kerahkan untuk dunia.
Seluruh waktunya ia habiskan untuk dunia.
Dan dunia menjadi perhatian besarnya untuk bisa ia raih dan capai.
Demikian karena bermula daripada obsesinya yang tinggi terhadap dunia.
Apalagi jikalau obsesi terhadap dunia hanya berlandaskan hawa napsu, maka ia tidak akan peduli dengan halal-haram. Baginya yang terpenting adalah bisa memuaskan hasrat obsesinya terhadap dunia.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلَالِ أَمْ مِنْ الْحَرَامِ. (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu dari Nabi ﷺ bersabda, "Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang apa yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram". (HR Bukhari)
Padahal sejatinya kalau kita mau memandang dunia dengan kacamata Allah dan RasulNya, maka kita akan tahu bahwasanya dunia ini tidaklah memiliki nilai dan harga kecuali hanya sebatas sayap nyamuk, bahkan tidak seharga atau lebih daripada itu.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
لَوْ كَانَتْ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ (رواه الترمذي، وصححه الألباني)
Dari Sahl bin Sa'ad dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
"Seandainya dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk tentu Allah tidak mau memberi orang-orang kafir walaupun hanya seteguk air." (HR Tirmidzi dengan derajat shahih menurut Al Albani)
Bahkan dalam riwayat yang lain,
عَنْ قَيْسٍ عَنِ الْمُسْتَوْرِدِ أَخِي بَنِي فِهْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا كَمِثْلِ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَا يَرْجِعُ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ. (رواه أحمد وصححه شعيب الأرناعوط)
Dari Qais dari Al Mustaurid saudara Bani Fihr, ia berkata, "Rasulullah ﷺ bersabda,
"Perumpamaan antara dunia dengan akhirat ibarat seorang di antara kalian mencelupkan jarinya ke dalam lautan, maka hendaklah ia melihat apa yang menempel padanya. Lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya." (HR Ahmad dengan derajat shahih menurut Syu'aib Al Arna'uth)
Maka kita sebagai seorang Muslim yang beriman kepada Allah dan RasulNya, sudah selayaknya dan sepatutnya menaruh obsesi kita yang tinggi, meletakkan obsesi kita yang besar hanya kepada nilai-nilai akhirat dan pahala-pahala yang telah Allah janjikan untuk kita di sana, yaitu surga dan perjumpaan memandang wajahNya.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ. (رواه ابن ماجه وصححه الألباني)
Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
"Barangsiapa yang cinta untuk berjumpa dengan Allah, maka Allah pun cinta untuk berjumpa dengannya." (HR Ibnu Majah dengan derajat shahih menurut Al Albani)
Maka itulah sejatinya obsesi sejati seorang Muslim. Yaitu berjumpa dengan Allah dan memandang wajahNya di dalam syurga.
Namun untuk bisa mendapatkan nilai dan pahala akhirat tsb. maka kita perlu kejujuran di dalam obsesi kita.
Siapa yang jujur di dalam obsesinya terhadap nilai-nilai akhirat.
Jujur di dalam keinginan dan cita-citanya untuk bisa meraih surga dan perjumpaan denganNya, maka niscaya Allah akan wujudkan dan bayar kontan untuk dirinya.
Dengan kejujuran obsesinya tsb. maka niscaya ia akan terdorong untuk berusaha mengorieantasikan seluruh aktivitas hidupnya untuk kepentingan akhirat.
Apa yang bisa menguntungkan akhiratnya, maka ia perjuangkan.
Dan apa yang bisa merugikan akhiratnya, maka ia tinggalkan.
Dari kejujuran obsesi ini, maka marilah kita berkaca dari seorang Arab Badui, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam An Nasai di dalam haditsnya, bahwa pernah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seorang Arab Badui, kemudian ia beriman dan berjanji setia kepada Rasulullah, serta bertekad ikut hijrah ke Madinah.
Sampai pada saat terjadi perang antara kaum Muslimin dan kaum Musyrikin, ia turut serta. Dan ketika itu peperangan di menangkan oleh kaum Muslimin. Dan kaum Muslimin mendapatkan ghanimah alias harta rampasan perang.
Sebagaimana di dalam syariat Islam, bahwa hasil rampasan perang wajib dibagi kepada kaum Muslimin. Dan di antaranya Arab Badui tsb. mendapatkan jatah ghanimahnya.
Akan tetapi, ketika ia menerima ghanimah tsb., ia tidak ingin menerimanya, karena memang yang ia obsesikan bukanlah untuk mendapatkan itu. Sehingga ia pun menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata,
"Apa ini yang saya terima ya Rasulullah?"
Rasulullah menjawab, "Itu adalah bagian ghanimah untuk dirimu."
Arab Badui berkata menegaskan obsesinya,
"(sungguh) bukanlah untuk ini aku bersetia mengikutimu (berperang di jalan Allah), tetapi aku ikut bersetia mengikutimu adalah supaya aku tertancap di sini, ia mengisyaratkan ke lehernya, kemudian aku mati (syahid) dan aku bisa masuk surga."
Rasulullah pun bersabda kepadanya,
إِنْ تَصْدُقْ اللَّهَ يَصْدُقْكَ
"Jika kamu jujur (akan obsesimu tsb.), maka niscaya Allah akan wujudkan untukmu."
Maka ketika terjadi peperangan berikutnya, ia pun mendapatkan syahidnya, dan persis sebagaimana yang ia ucapkan. Ia syahid dalam keadaan anak panah tertancap persis di leher yang ia tunjuk.
Mendapati hal tsb., Nabi bersabda,
صَدَقَ اللَّهَ فَصَدَقَهُ
"Ia telah jujur kepada Allah, maka Allah bayar tunai untuknya (apa yang ia citakan)."
Nabi pun kemudian mengafaninya dengan jubah milik Beliau, menyalatinya dan berdoa,
اللَّهُمَّ هَذَا عَبْدُكَ خَرَجَ مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِكَ فَقُتِلَ شَهِيدًا أَنَا شَهِيدٌ عَلَى ذَلِكَ. (رواه النسائي وصححه الألباني)
"Ya Allah, inilah hambaMu, ia telah keluar jihad di jalanMu, lalu ia terbunuh dalam keadaan syahid, aku menjadi saksi atas hal tersebut." (HR An Nasai dengan derajat shahih menurut Al Albani)
Masyaallah.
Demikianlah potret kejujuran dari seorang Arab Badui.
Ia terobsesi untuk bisa mendapatkan kemulian di sisi Allah, untuk bisa meraih surgaNya dengan jalan mati syahid.
Maka kejujuran obsesinya tsb. pun dibayar tunai dan kontan oleh Allah subhanahu wata'ala.
Dan Allah tidak akan mengecewakan hamba-hambaNya yang beriman dan jujur di dalam keimanannya.
Demikian, semoga bermanfaat.
Barakallahu fikum.
___
Penulis
Ust. Izzatullah Abduh adalah Imam Masjid Andara, Cinere.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com