Puisi Dody Kristianto
Tidur Godzilla
Tidur yang dalam, yang menyimpan keluhuran.
Matanya tenang, setenang sihir-sihir permainan
cahaya yang ia peram. Ia bangkit saat ingin kau
bangunkan. Lebih-lebih bila kau buka halaman
lima pada malam bulan paling purna. Jangan
bayangkan ia bersayap atau berentang sekian jarak.
Bukankah kau telah memangkas ia dalam lelap di
dua malam sebelumnya. Jadilah rupa naga paling biasa.
Jadilah rupa biasa-biasa. Sebelum kau bergegas lelap
pula dan jatuh pada banjir besar yang mengantarmu
pada pembacaan di hadapan banjir bah sajak penyair
renta itu.
(2021)
Menyambut Motor Baru
Kuda terbang yang tak tumbang
di tengah palagan itu kini kau
pensiunkan. Menetaplah ia
dalam cerita di pertengahan
halaman kitab dongeng yang kau
bacakan sebelum malam lelap
anakmu di peraduan. Dan jangan
kau ganggu ia yang tak mau lagi
kau jumpa. Pantang kembali
menyerunya dan membangkitkannya
di tengah sibuk kota yang membuang
dongengan-dongengan. Berpaling
saja pada tunggangan yang tak bakal
merasa terkangkang. Tak perlu kau
tundukkan ia dalam jurus macam-macam.
Tak perlu pula jampi serampangan disembur.
Ia sabar sesabar-sabar pemberi tumpangan.
Tak mengeluh meski dipacu di tanjakan.
Pun tak berontak bila kau papar ia
di hamparan jalan pejal makadam yang
memanjang serampangan.
(2021)
Dibekuk Angin Duduk
Datang. Ia tiba tiba-tiba
Sebagaimana alamat buruk
ditimpakan
Lalu aku gelar saja badan. Pasrah.
Seolah ini tubuh yang tangguh menerima
gempuran
Lalu bagaimana bila pagi ini kumulakan
dengan dada meringkuk?
Tak ada lebam. Tanpa memar
Tiada bekas pertarungan. Tapi ini benar
serangan paling memalukan
Ia menusuk pantat. Merasuk pori
Mengendapi kulit. Sesat ke dalam badan
Ia bukan teluh. Bukan samaran
tidak-tidak yang ditiup pemilik hati dengki
yang tumbang berkali-kali di palagan.
Tidak. Ia bukan apa. Bukan siapa
Ia gejolak yang mengoyak perut.
Mengaduk dada. Lalu menakik
sekali tiba
(2020)
Di Pekarungan
Ia tahu urat-uratnya bakal dijagal.
Ia pun persiapkan aneka rupa kegentaran.
Sebelum ia masuki pertempuran.
Sebelum ia digelar seolah tikar.
Ia menyeru lantang segala ketakutan.
Ia laungkan segala-gala gaung terdalam
agar badan mungilnya tak diraba jemari
yang siaga,
yang memugar titik pesakitannya,
yang memuntir syaraf munting di dirinya.
Maka ia memanggil perlawanan
meski yang ada sekadar laku gemetar,
biar mahluk halus penghambat geraknya,
atau gerundul yang mengikat kakinya,
atau penyelinap yang memberati persendian,
tak digusah jari mahir si pemijat.
Tapi tidak bisa.
Dan ia berkeras mengerang sepanjang sentuhan.
(2020)
___
Penulis
Dody Kristianto, lahir di Surabaya, 3 April 1986. Kini tinggal dan bekerja di Serang, Banten. Bergiat di Komunitas Kabe Gulbleg. Buku puisinya Petarung Kidal (2013).
Kirim naskahmu ke
redaksingewiyak@gmail.com