Puisi-Puisi Joe Hasan
Terucap Doa
tiba-tiba pada bibir kelu
doa itu terucap
di pagi yang sunyi
untuk keselamatan orang tua
pulanglah mamak
datanglah bapak
sampai di mana perjalanan kalian
angin membawa detak
hujan rintik satu per satu
bersama langkahmu
dan “sudah sarapan?”
suaramu bertanya
di luar mimpi
alhamdulillah
rupa-rupanya
bibirku yang penuh dosa
bisa juga mengucap doa
(Baubau, Maret 2021)
Senja
belakangan aku tidak menyukai senja
seindah apa pun jingga langit
burung-burung berkepak pulang
setelah lelah mencari makan seharian
ia membungkus hari
yang tiada terjadi apa-apa
harap-harap yang terus jadi harap
dan mengapa harus menyeberangi senja
untuk sampai pada rumah malam
kemerduan yang menampung rindu
para daun enggan jatuh saat ini
penat yang berlipat-lipat
seakan tak kenal henti mematut
belakangan aku tidak ingin melewati senja
hari-hari yang terjadi begitu saja
kerap mulutku mencari jawab
mengapa waktu terus memburu
tak bisakah ia istirahat sejenak
biarkan alam berdoa sementara
untuk kembali menyatu dengan pemiliknya
namun senja kali ini
tak begitu menyenangkan
(Baubau, Mei 2020)
Sajak di Mimpimu
aku hanya berusaha menjadi sajak
di mimpimu
menjalari segala ronggamu
memainkannya dalam-dalam
aku tak berharap pagi lagi
agar kau tak bangun
janganlah pernah
pagi ini sedang gerimis dan mendung
biarlah denganku dulu
nikmati mimpimu kekalkan aku
dan ceritalah pada anak-anak kelak
dalam mimpimu terdapat sajak hidup
bernapas seperti biasa
bermain ayunan
menciptakan lagu
menciptakan lagu
dan terus membuat lelap
dan lelap
hingga kau turuti harapnya
untuk tak lagi bertemu pagi
meski burung-burung kerap sibuk
berkicau
bersalam menyapa pagi
(Baubau, April 2021)
Rakaat Pertama
pada rakaat pertama
ucapanmu menetes
merasakan dosa dari segala angin
lalu kau sujud
dengan doa pertama
tak bangun-bangun
lunglai kaki lurus sendiri
sungguh ini mati yang dirindukan
setelah berucap asma
lidahmu kalut tak menyebut apa-apa lagi
kecuali nama-Nya
dan aliran air mata di desir tubuhmu
pada rakaat pertama
kau bertemu seluruh pulangmu yang teduh
entah bagaimana kediaman di sana
jika sempat, baliklah bercerita
tentang bagaimana di sana
yang selalu tak mampu ditulis dan digambarkan
aku selalu menginginkan
jalan riuhmu
tapi dosa terlalu nikmat tuk dilewati
berkirim salam saja
sambil menanti untuk sepertimu
di rakaat pertama
(Baubau, Juli 2021)
Puisi Kosong
kata-katanya sudah hilang
ia tulis kata-kata yang ditemukan saja
semacam buku berserakan
tergelatak menatap angin
ingatan mimpi tadi
namanya yang tak timbul di media
letihnya menunggu kamar mandi kosong
bisingnya lagu di beberapa pengeras suara
lalu apa lagi
berusaha mengingat
melewati batas wajar
membaca pencuri di mana-mana
melirik kata-kata mutiara untuk syair
tak ada
biarkan semua mengalir mengikuti nalar
kata beberapa penasihat
dan puisi itu terlalu kosong
untuk dikatakan indah
(Baubau, Januari 2021)
____
Penulis
Joe Hasan, lahir di Ambon pada 22 Februari. Pecinta Olahraga Taekwondo. Cerpen dan puisinya pernah dimuat di media cetak dan online.
Kirim naskahmu ke
redaksingewiyak@gmail.com