Nur Azizah, merupakan alumnus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kampus Purwakarta Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD). Perempuan muda ini merupakan penulis artikel ilmiah. Beberapa tulisannya dimuat di jurnal yang terindex scopus. Selain menulis, ia juga merupakan aktivis di bidang pendidikan inklusi. Hal ini dibuktikan dengan perannya membangun sebuah komunitas yang diberi nama SIEP (Social Inclusive Education Project).
Berikut beberapa artikel ilmiah yang pernah dimuat:
1. Indonesian Journal of Community and Special Needs Education: Social Inclusive Education Project (SIEP) as a Community for Handling Children with Special Needs in Rural Areas (2021).
2. 2nd International Conference on The Future of Education, IPG Kampus Tuanku Bainun, Malaysia: SIEP (Social Inclusive Education Project) Community in Rural Area for Equitable Education Access (2020).
3. International Journal Teaching, Learning, and Education Research: Teaching Mild Mentally Retarded Children Using Augmented Reality (2019).
4. Journal Research Early Childhood Education and Parenting: Effects of Augmented Reality Assisted STEAM Application to Develop Language Skills in Children Ages 5-6 Years.
Untuk mengenal lebih jauh, redaksi berkesempatan untuk berbincang hangat dengan Teh Azizah. Dan berikut jawaban yang beliau sampaikan.
1. Hal apa yang membuat Teh Azizah tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah?
Semua itu berawal dari rasa kurang puas. Sejak menjadi mahasiswa, aku merasa ini waktunya aku untuk lebih mengembangkan diri. Semester 1 dan 2 aku mulai masuk beberapa organisasi di kampus dan aku merasa banyak perkembangan dalam diri aku. Tapi aku merasa belum puas sampai di sana karena aku pengin punya banyak prestasi. Akhirnya aku lihat banyak perlombaan menulis mulai dari menulis cerpen, puisi, esai ilmiah, KTI, dan masih banyak lagi. Dari sana aku sadar bahwa aku belum punya ilmu untuk menulis. Akhirnya aku mulai coba keluar dari zona nyaman untuk menulis dan mulai mengikuti beberapa perlombaan esai ilmiah. Awal-awal banyak banget kegagalan yang aku hadapi, tapi karena tekadku yang cukup kuat, aku tetap lanjut belajar menulis dan mengevaluasi dari kegagalan sebelumnya. Sampai akhirnya aku masuk menjadi 10 finalis lomba esai nasional di salah satu universitas. Setelah lomba itu, aku merasa mendapat pengalaman berharga, ya walaupun belum juara tapi aku senang karena bisa mempresentasikan karyaku di depan juri, punya teman baru dari berbagai universitas, bisa jalan-jalan gratis, dan banyak banget feedback yang aku dapatkan dari lomba esai ilmiah itu.
Kalau udah berhasil sekali, jadi ketagihan, hehe. Aku semakin sering menuangkan gagasanku dalam bentuk tulisan esai maupun KTI. Sering kali hasil karya tulisku masuk menjadi 10 besar. Sampai akhirnya aku mendapatkan penghargaan dari lomba KTI dan esai: juara 2, juara harapan 2, best presentation, dan best poster.
Setelah merasa jenuh menulis KTI dan esai, aku mulai merambah ke ranah yang lebih tinggi lagi yaitu kepenulisan artikel ilmiah. Sampai saat ini aku punya beberapa artikel yang sudah di submit ke seminar nasional, conference international, jurnal nasional, dan jurnal international terindeks scopus. Semua keberhasilan aku itu tidak terlepas dari sosok guru menulisku. Beliau salah satu dosenku di kampus. Jadi, banyak alasan yang membuat aku tertarik untuk terus belajar menulis karena ketika menulis aku mendapatkan relasi yang luas, memberikan kebermanfaatan kepada orang lain, menuangkan gagasan atau ide, berperan memberikan solusi atas setiap permasalahan yang ada, bisa jalan-jalan gratis hehe, makin sering membaca karena menulis, dan yang terpenting aku bisa mendapatkan jawaban dari hasil penelitian/tulisanku. Ketika kita sudah mumpuni di dunia kepenulisan, kita bakalan terbiasa untuk diminta memberikan sharing kepada teman-teman mahasiswa, guru, dan masyarakat umum. Selain itu, karya tulis ilmiah juga sangat penting kita pelajari karena di perkuliahan entah S-1, S-2, dan S-3 kita akan diminta untuk membuat karya tulis ilmiah.
2. Biasanya, topik apa yang Teh Azizah angkat dalam membuat karya tulis ilmiah? Mengapa memilih topik tersebut?
Topik yang biasanya aku angkat yang berhubungan dengan jurusanku, yaitu tentang anak usia dini. Mulai dari perkembangan anak usia dini, teknologi untuk anak usia dini, pembelajaran STEAM untuk anak usia dini, dan parenting. Tapi aku juga sering angkat topik penelitian tentang sekolah inklusi dan anak berkebutuhan khusus. Karena aku merasa lebih excited ketika bertinteraksi dan melakukan penelitian ke anak berkebutuhan khusus. Penelitian aku yang masuk ke jurnal international terindex scopus juga tentang anak berkebutuhan khusus. Saat ini pun aku menjadi guru pendidikan khusus dan membangun komunitas untuk anak-anak berkebutuhan khusus di pedesaan. Selain itu, topik yang bisa diangkat mengenai anak berkebutuhan khusus juga sangat luas karena bisa jadi suatu metode yang kita terapkan ke anak A bisa berhasil, tapi belum tentu berhasil diterapkan ke anak B.
3. Adakah kendala yang Teh Azizah hadapi dalam membuat karya tulis ilmiah?
Ada beberapa kendala yang biasanya aku hadapi ketika membuat karya tulis ilmiah, mulai dari pencarian konsep penelitian, data pendukung atau referensi yang digunakan, kerja sama tim, biaya publis atau perlombaan, dan kendala lainnya. Proses pencarian konsep penelitian biasanya tidak langsung muncul begitu aja, perlu waktu dan perlu banyak baca serta mengobservasi lingkungan sekitar. Data pendukung dan referensi juga lumayan sulit didapatkan kalau kita hanya mencari di Indonesia saja. Maka dari itu kita harus menguasai bahasa asing khususnya bahasa Inggris atau bahasa internasional lainnya. Kerja sama tim juga terkadang menjadi kendala karena kita memiliki kesibukan masing-masing. Biaya publis juga menjadi kendala karena ada biaya publis artikel yang harus kita keluarkan dan terkadang itu tidak kecil biayanya.
4. Bagaimana sih proses Teh Azizah menulis? Sehingga karya tulis ilmiahnya bisa dimuat dalam jurnal berindex scopus?
Semua itu berawal dari tugas mata kuliah pendidikan inklusi. Jadi waktu itu aku ditugaskan untuk membuat artikel ilmiah mengenai anak berkebutuhan khusus. Aku memilih salah satu SLBN di Purwakarta sebagai tempat aku untuk melakukan penelitian. Aku memilih anak tunagrahita sebagai subjek penelitianku. Beberapa kali aku mendatangi SLBN tersebut dan sampai pada akhirnya penelitianku selesai. Artikel yang dikumpulkan dipilih 10 artikel terbaik di setiap kelasnya. Artikelku tidak menjadi salah satu dari 10 artikel terbaik. Aku merasa sedih pada saat itu karena berharap bisa mempresentasikan artikel aku di seminar tentang anak berkebutuhan khusus. Tapi artikel tersebut aku ubah menjadi esai ilmiah yang dilombakan di TCA UPI dan alhamdulillah mendapatkan juara 2. Setelah itu, salah satu dosenku meminta aku untuk membuat esai tersebut menjadi artikel ilmiah dan akan di submit ke jurnal international terindeks scopus. Tapi syaratnya artikel ilmiah tersebut harus menggunakan bahasa Inggris dan memakai referensi artikel dari jurnal international. Ini yang menjadi tantangan bagi aku untuk menulis artikel ilmiah dengan serius. Sampai pada akhirnya dosenku mengabarkan bahwa artikel kami diterima di jurnal internasional terindex scopus. Aku bangga sekali karena pada saat itu aku masih semester 6 dan sudah memiliki artikel jurnal internasional terindex scopus. Padahal sebelumnya, artikel tersebut tidak menjadi artikel terbaik di kelas. Jadi, kita bisa sama-sama belajar bahwa Allah tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
5. Ada nggak sih tips-tips khusus agar karya tulis kita dapat dimuat dalam sebuah jurnal?
Ada beberapa tips yang bisa dijadikan acuan dalam pembuatan artikel ilmiah yang bisa di submit dalam sebuah jurnal. Tips ini aku ambil dari pengalaman aku selama belajar menulis artikel ilmiah. Tipsnya yaitu artikel ilmiah yang kalian tulis harus sesuai dengan focus dan scope dari jurnal yang kalian tuju, penulisan mengikuti template yang sudah disediakan oleh pengelola jurnal, mencantumkan minimal 10 referensi artikel ilmiah, detail dalam pemilihan judul, menggunakan metode penelitian yang tepat, jelas dalam memaparkan hasil penelitian dan pembahasan, pemilihan dan penggunaan bahasa yang tepat, dan yang paling penting harus siap revisi artikel ilmiah kalian ketika tim reviewer meminta revisi artikel.
___
(Tukang nanya: Anggun Tirta Rani)