Oleh Encep Abdullah
Gara-gara tulisan Ray Ammanda kemarin, terkait si Danar Widianto, saya tercolek pengin menulis soal lagu. Saya tahu Ray tidak bisa bikin lagu, dia hanya bisa asal nyanyi dan kover lagu orang. Maka, dia pernah bilang bahwa jadi penyanyi lebih "mudah" terkenal ketimbang menjadi penulis buku. Sembarangan. Saya mau cerita bagaimana saya berproses menciptakan lagu.
Saya benar-benar mengerti nyanyi sejak saya kenal Ariel Peterpan (sekarang Ariel Noah) pada 2003. Sejak tahun itu hingga sekarang, saya masih hafal betul hampir semua lirik lagu Peterpan (pun Noah). Karena saking hafalnya, saya bisa membuat lagu sendiri meskipun tak seindah dan sebagus lirik Ariel.
Lagu pertama saya berjudul "Kau Tak Seperti Dulu". Bisa Saudara lihat di YouTube. Dipopulerkan oleh band saya, Ghatick Band, dengan suara vokalis yang kayak nahan boker. Untung bukan saya vokalisnya. Tapi, Saudara bisa bandingkan sendiri dengan suara saya, bisa cek sendiri koveran lagu saya sendiri itu.
Proses menciptakan lagu berjudul di atas itu asal tulis. Bukan atas dasar pengalaman. Lagu itu pernah diputar di salah satu radio Kota Serang. Ya, dulu saya sering ngeband dan ngisi acara di radio. Saya dan rekan-rekan saya memang bukan band terkenal, namun mencoba ingin dan katakan memaksakan ingin terkenal. Dalam band ini, Ghatick Band, saya dipercaya untuk mencipta lagu. Bahkan ada dua lagu saya yang lain yang sering dibawakan saat festival, judulnya "Dua Hati". Nah, kalau ini kisah nyata saya, dulu waktu masih mahasiswa saya demen dua cewek. Dan, dua-duanya saya "sikat". Namun, saya tak bisa berlama-lama menjalani hubungan macam ini, saya pun harus memilih salah satu. Dari pengalaman ini lahir lagu itu.
Pengalaman-pengalaman cinta yang ngilu macam itu membuat saya kerasukan jin galau. Saya tidak mencari-cari inspirasi, tapi ia yang datang sendiri kepada saya dan memaksa saya untuk menuliskannya menjadi lagu dan tentu saya nyanyikan.
Lagu-lagu saya mentok kembali kepada saya karena tidak ada bisa menyanyikan. Tepatnya tidak ada yang mau menyanyikan. Saya sempat serahkan kepada seorang perempuan untuk menyanyikan lagu saya berjudul "Kau Berpaling". Dan, hasilnya pernah asyik syekali. Indah, lembut, dan enak didengar. Namun, sayang kami tidak rekaman. Sampai akhirnya perempuan itu menghilang karena kesibukan dunianya. Saya kembalikan lagu itu kepada diri saya sendiri. Dan, beberapa lagu yang saya punya, selain yang pertama, belum sempat masuk dapur rekaman karena band saya keburu bubar.
Oh, iya sempat saya berpaling dengan band lain, Avira Band. Di sana saya tidak berkontribusi apa-apa. Hanya sebagai tukang betot bass. Padahal saya pengin nyumbang lagu di band ini. Tapi, semua personel musisi, semua punya lagu dan lagunya lebih enak daripada lagu-lagu saya. Kami sempat ditawarkan Charly ST-12 untuk rekaman dan nanti launching bersama band adiknya, Sembilan Band, waktu itu. Tapi, karena kami tidak punya uang yang cukup seperti yang ia minta, mimpi kami jadi artis band papan tulis, eh papan atas, pupus sudah. Skill kami sih biasa-biasa saja, Bahkan di bawah rata-rata, tapi impian kami sangat tinggi, saking tingginya tidak kesampaian. Dengan uang seadanya, kami alihkan masuk rekaman dengan merilis dua lagu. Satu karya sang vokalis, satunya lagi karya sang penabuh drum. Saya merasa lagu saya tidak laku di band ini. Setelah rekaman, band ini langsung bubar. Tapi, arsipnya bisa Saudara dengar di YouTube Encep Abdullah Penulis, judulnya "Patah Hati" (cipt. Panji) dan "Sudahlah Sayang" (cipt. Agus Salim). Kalau bisa tolong dengar pakai headset yang sudah rusak ya.
Selepas lulus kuliah, saya sudah tidak fokus ngeband lagi. Dan, mimpi jadi musisi terkenal sudah tak sebergairah dulu, bahkan nyaris punah. Apalagi mimpi ini sebenernya bertolak belakang dengan cita-cita orang tua saya walaupun ayah saya (saya memanggilnya bapak) juga pencinta Bang Haji Rhoma Irama. Namun saya sempat kaget saat saya kover lagu "Aku Takut" karya Repvblik dengan video klip yang cukup edan bin stres, bapak saya malah suka. Bahkan setiap hari saat beliau makan, lagu koveran saya menemani jam makannya itu. Saya jadi terharu, di sini berarti sebenarnya saya masih punya tempat dan harapan untuk jadi musisi. Saya jadi lebih enjoy dari kekakangan cita-cita orang tua saya dulu yang ingin saya jadi manusia super kayak Bat-Man. Katakan sajalah begitu.
Saat usia makin menua. Pikiran saya tak seperti dulu. Lirik-lirik lagu yang saya tulis lebih mengarah kepada renungan hidup, tak lagi cinta-cintaan ala remaja. Sejak bertemu Panji Sakti, musisi Bandung, saya terpengaruh oleh lirik-lirik lagunya. Kedalaman maknanya. Bahkan, saya mencoba rekaman sendiri pakai HP, mencontoh gaya-gaya Panji Sakti. Ternyata, susah. Saya punya vokal yang kurang renyah (untuk tidak menyebut hancur). Saya bisa nyanyi, tapi asal nyanyi, asal pas. Kadang kuping saya sendiri menolak suara saya. Apalagi orang lain. Tapi, sejauh ini belum ada sih yang berkomentar buruk terhadap suara saya, tapi kritik dan saran terhadap lirik lagu ada. Dan, itu tidak saya gubris. Proses kreatif menulis lagu tidak seperti cocot orang lain. Saya sendiri yang mengalami, maka kata-kata yang saya hadirkan adalah pilihan yang tentu sudah saya pertimbangkan, adapun di perjalan saya ubah lagi, itu atas dasar diri saya pribadi bukan karena orang lain.
Sejak bubar dari band dan sering mendengar lagu-lagu Panji Sakti, saya tertarik bikin album sendiri. Sampai detik ini, 11 Jan 2022, saya belum sempat (katakan belum berani) masuk studio rekaman yang benar-benar studio rekaman. Pernah juga rekaman ala-ala HP lagi, bisa cek lagu saya "Cinta Harus Diam, Cinta Harus Bertahan", mungkin itu satu-satunya yang rada serius, dibantu teman, Hari Setiawan yang membuat instrumen. Itu pun berkali-kali beradaptasi dengan instrumen yang dibuatnya. Padahal ini lagu saya, kok saya berat sekali menyanyikannya. Harusnya suka-suka saya dong.
Lahirnya "Cinta Harus Diam, Cinta Harus Bertahan", membuat gairah saya menjadi musisi kembali bergelora. Beberapa lagu saya kumpulkan lagi, saya ingat-ingat lagi. Seingat saya berikut judul lagu-lagu saya sejak 2009.
Dua Hati
Kuingin Bersamamu
Kau Berpaling (Aku Harus Kembali)
Dilema Cinta (Bingung)
Sang Pemilik Rindu (Candu Rindu)
Cinta Harus Diam, Cinta Harus Bertahan
Saya sudah punya (baca: menulis) lebih dari sepuluh buku. Tapi, saya belum punya satu pun album musik. Di sini saya perlu tegaskan kepada diri saya, menjadi penyanyi dan musisi itu lebih rumit ketimbang jadi penulis buku.
Dan, di awal tahun 2022 ini, saya sedang beritikad pada tahun ini saya harus punya album lagu sendiri. Doakan. Doakan. Doakan. Mimpi sejak 2009 semoga terkabulkan.
Kiara, 11 Januari 2022
____
Penulis
Encep Abdullah, penulis yang maksa bikin kolom ini khusus untuknya ngecaprak. Sebagai Dewan Redaksi, ia butuh tempat curhat yang layak, tak cukup hanya bercerita kepada rumput yang bergoyang atau kepada jaring laba-laba di kamar mandinya. Tak menutup kemungkinan, ia juga menerima curhatan penulis yang batinnya tersiksa untuk dimuat di NGEWIYAK.