Oleh Encep Abdullah
Sebenarnya saya pengin menulis sebuah cerita sejak kemarin malam, tapi susah sekali. Kemarin malam, ada tayangan X-Factor di RCTI, saya memilih untuk menonton TV sambil makan malam. Malah saya tidak fokus makan. Saya fokus merekam tayangan X-Factor buat saya unggah ke YouTube saya. Seminggu lalu, saya unggah video Danar, subscriber saya naik. Saya ketagihan. Makanya saya kepengin rekam semua penampilan para penyanyi di ajang bakat itu.
Sebenarnya hal ini pantangan bagi saya, tapi biarlah, saya mau coba-coba begini. Besok atau nanti, semua atau sebagian rekaman tayangan itu pasti saya hapus dari YouTube Encep Abdullah Penulis. Hati saya sebenarnya tidak tenang menonton TV. Tadi sore tetangga ngundang tahlilan bada Isya di gang sebelah, hari terakhir tahlilan. Duh, kalau tidak ikut, saya tidak enak karena diundang baik-baik. Untungnya acara TV tidak selesai sampai jam 9. Semua peserta sudah tampil.
Saya rekam video-video itu pakai HP istri saya. HP saya disita anak saya. Sebelum berangkat, sengaja saya unggah semua video rekaman itu ke YouTube. HP istri saya pakai hotspot HP saya karena kalau pakai wifi, lagi lemot. Pakai hotspot saya maksudnya biar cepet selesai unggah di YouTube dan segera banyak yang nonton (baca: jadi pengunggah video pertama di YouTube).
Setelah itu, saya buru-buru ambil sarung dan baju piyama. Berangkat menuju rumah duka. Yang ada di dalam kepala saya selama tahlilan itu adalah memikirkan hasil unggahan itu. Selepas pulang tahlilan, YouTube saya sudah ramai pengunjung dari semua video rekaman yang diunggah itu. Saat sampai rumah, saya lihat YouTube saya tidak bergerak di HP istri. Kata istri saya, tadi HP saya mati. Oh, no! Apa yang saya pikirkan di luar jangkauan dan harapan. Saya kecewa, marah. Tapi, buat apa. Anak saya sudah tidur. Istri saya terpaksa pakai wifi dan percuma tidak ada perubahan. Dengan berat hati saya unggah ulang video-video itu pakai hotspot saya, sembari HP saya dicas. Dan, kesalnya, di YouTube sudah banyak yang unggah video lebih dulu. Tapi, saya tetap unggah ulang semuanya. Sialnya, ada satu video yang kena tegur dan dihapus oleh YouTube. Tidak apa-apa. Video lainnya banyak yang nonton dan subcscriber makin melonjak sepersekian menit dan jam. Oke, lupakan itu.
Keesokan hari saya fulltenk mengajar. Sebelum berangkat ke sekolah, saya memberesi kardus buku-buku terbitan #Komentar yang sudah janji harus diberikan kepada penulisnya. Lumayan lelah memilah-milah di saat tubuh sudah siap berangkat dan sudah memakai baju “dinas” mengajar. Jam 07.50 saya siap-siap berangkat ke SMK, kurang lebih 20--25 menit perjalanan dari rumah. Jam setengah 10 saya berangkat lagi ke Pondok Pesantren karena ada jam di SMP-SMA. Jam 12 saya pulang dulu ke rumah, saya belum sarapan pagi itu, sekalian ambil buku yang sudah ada janji dengan mahasiswa Untirta yang cetak buku ke saya, sekaligus menjenguk anak-anak SMK yang saya bimbing yang sedang PKL di Perpustakaan Daerah dan Kearsipan Provinsi Banten.
Jam setengah 2 saya pulang dari Perpusda Banten. Jam 2 saya ke pondok pesantren lagi, masih ada jam terakhir sampai setengah 3. Selepas mengajar, saya edit video yang direkam di Perpusda Banten tadi, sekalian nunggu azan Asar dan berjamaah dulu di pondok. Selesai salat, saya lupa sejak semalam itu, Anggun kirim tulisan untuk kolom “Sosok Inspiratif” NGEWIYAK. Harusnya saya publis pagi, tapi Anda tahu sendiri agenda saya di atas, nguras tenaga. Jam 4 saya baru bisa edit naskah kiriman Anggun itu. Disela edit naskah itu istri saya telepon berkali-kali, tapi tidak saya angkat karena saya belum selesai edit. Saya sudah gelisah. Pulang pasti dilempar centong! Untung saya pulang sebelum jam 5. Masih ada jatah dimarahi sebelum Magrib.
Sampai di rumah, saya tidak boleh pegang HP. Suruh fokus ke anak-anak. Dan, sore itu istri ngomel terus, minta dua bocil cukur rambut. Halaman rumah kotor sekali, terpaksa saya bersihkan dulu sebelum berangkat ke tukang cukur. Nyapu sambil mendengar ocehan istri itu rasanya aduhai sekali. Melihat daun-daun sebelah rumah banyak ulat, saya bersihkan ulat dulu. Waktu sudah semakin sore, kepala istri saya sudah bertanduk.
Kami berangkat ke tukang cukur. Sayang, si Shaqeel, anak pertama saya mulai berulah main drama. Lari-larian tidak mau diajak cukur rambut. Dua manusia saling berperang, emak-anak. Saya hanya duduk di motor. Saya sudah malas turun dari motor dan berakting ala-ala film India macam itu. Saking jengkelnya, saya angkat si Shaqeel ke motor dan langsung tancap gas, istri dan Hamka sudah di jok belakang. Untungnya Shaqeel tidak ngamuk di motor. Jadilah dua anak itu dicukur di Mamang Cukur.
Pulang cukur menjelang azan Magrib. Untunglah tidak ada drama India-India lagi. Anak-anak tenang. Shaqeel biasa ikut salat Magrib. Selesai itu, ia ngaji, dan pasti minta main HP. Kalau tidak, pasti ngerengek dan kepala saya bisa puyeng. Padahal niatnya saya mau menulis selepas magrib di HP, tapi mana bisa. Mau pakai HP istri dipakai juga, saya tidak mau pinjam, kepalanya bisa-bisa bertanduk lagi.
Saya mengalah. Saya mau menulis rasanya susah sekali sejak kemarin malam. Selepas pulang dari masjid (bada Isya), niatnya saya menulis, ternyata HP saya yang dipakai Shaqeel lowbat. Lihat istri, mau pinjam HP, saya tidak berani. Pasti akan bilang "Pake HP aku mulu dari kemarin malem."
Satu-satunya cara adalah membuka laptop. Saya sudah lama tidak menulis pakai laptop. Saya jadi canggung. Sejak kemarin malam itu hingga malam ini, saya belum menulis cerita apa-apa.
Kiara, 25 Januari 2022
(Pukul 21.38)
____
Penulis
Encep Abdullah, penulis yang maksa bikin kolom ini khusus untuknya ngecaprak. Sebagai Dewan Redaksi, ia butuh tempat curhat yang layak, tak cukup hanya bercerita kepada rumput yang bergoyang atau kepada jaring laba-laba di kamar mandinya. Tak menutup kemungkinan, ia juga menerima curhatan penulis yang batinnya tersiksa untuk dimuat di NGEWIYAK.