Oleh Encep Abdullah
Menulis cerita pendek bagi saya, terutama untuk dimuat di media atau lomba, perlu pertimbangan yang sangat matang agar cerita yang ditulis tidak klise dan punya nilai tambah bagi redaktur atau juri. Meskipun saya juga masih tahap belajar, sekiranya ini tips versi Encep Abdullah bagaimana menulis cerita pendek.
Pertama, membangun konflik yang tajam. Tajam bukan berarti harus njelimet, ya. Setiap tokoh yang dihadirkan dalam cerita harus punya karakter yang kuat. Jangan sampai satu tokoh pun yang dibuat sia-sia dalam cerita. Kalau bisa, tokoh yang sebenarnya "tidak penting" itu, ternyata sangat penting. Kalau Saudara baca cerita-cerita dalam dalam buku Lelaki Ompol, misalnya, Saudara akan menemukan tokoh yang bukan tokoh utama itu ternyata menjadi kejutan dalam cerita. Cerita tanpa konflik yang kuat tidak akan memberikan kesan apa-apa kepada pembaca. Konflik yang saya bangun biasanya berkaitan dengan sisi psikologis tokohnya, contohnya dalam cerpen saya berjudul “Keranda Mudik Mang Sarkim” yang pernah jadi juara 1 cipta cerpen 2014.
Kedua, memberikan informasi budaya, dsb. dalam cerita. Lokalitas dalam sebuah cerita memberi nilai tambah cerita itu sendiri. Banyak penulis kita, misalnya Faisal Oddang, yang sering memberi bumbu budaya dalam cerpennya. Terutama budaya-budaya yang sebenarnya tabu di masyarakat untuk diangkat. Para pembaca tidak hanya mendapatkan hiburan, tetapi juga mendapatkan pengetahuan baru tentang mitos, budaya, dsb. Saya pernah menuliskannya dalam “Bandrong” (Pikiran Rakyat, 2013), sebuah cerita silat dibalut sejarah dan cinta, dan dalam “Safar Rebo Wekasan” (Esquire Indonesia, 2014), keributan masyarakat memandang bulan Safar. Tentu sebelum menulis cerita, perlu ada riset tentang budaya itu. Bisa dengan cara menggali langsung di TKP atau menurut informasi bacaan. Menulis tentang budaya dalam cerita, saya mendapatkan dua kesempatan: belajar tentang budaya dan menghasilkan karya.
Ketiga, memilih sudut pandang yang tepat. Dalam menulis cerpen, sudut pandang sangat penting. Saya pernah kepikiran menulis sebuah esai “Kiat Menulis Cerita Pendek”. Namun, akhirnya saya putuskan dijadikan cerpen dengan bermain sudut pandang. Saya jadikan unsur-unsur cerita pendek: tema, tokoh, alur, dsb. sebagai tokoh yang bercerita bagaimana para penulis cerita pendek menulis. Akhirnya saya putuskan memberi judul “Solilokui Strukturalisme Cerita Pendek dan Kematiannya di Tangan Cerpenis”. Dan, cerpen ini menang juara 1 lomba tulis.me 2019. Seandainya saya bikin ini sebagai esai, mungkin bagus, tapi biasa. Atau barangkali apakah itu bisa disebut sebagai cerpen esai? Haha! Sekarang saya sedang kepikiran mau menulis tentang sebuah kucing yang pernah saya urus, namun semuanya mati. Saya ingin bercerita tentang kucing itu. Tapi, saya perlu memilih sudut pandang mana yang saya gunakan. Sudut pandang saya sebagai “aku”, atau sudut pandang anak saya, atau sudut pandang istri saya, atau sudut pandang tetangga saya, atau sudut pandang narator, atau sudut pandang kucing itu sendiri. Selama dua bulan ini saya masih kepikiran ini. Dan, tolong jangan ditiru, kelamaan memikirkan sudut pandang akhirnya saya tak jadi menulis. Tentu, ending-nya adalah eksekusi.
Keempat, lihai berakrobatik dalam menggunakan gaya bahasa. Daya pikat bagaimana Saudara bercerita itu bisa mempengaruhi pembaca mau lanjut atau berhenti membaca. Dua penulis yang sungguh dahsyat dalam bermain bahasa, menurut saya, adalah Niduparas Erlang dan Triyanto Triwikromo. Dua cerpenis itu kelas berat dalam bermain kata-kata. Dan, hingga saat ini saya belum bisa meniru dengan baik, bahkan sulit saya tiru, agar cerpen saya minimal mirip dengan dua sastrawan itu. Tidak ada satu pun cerpen saya yang berakrobatik berbahasa.
Kelima, pilihan tema cerita. Seorang teman pernah bilang, “Tema cerpen sudah selesai. Semua sudah dibahas! Lalu apa yang harus diceritakan?” Bagi saya jangan terpaku pada apa yang akan diceritakan, melainkan bagaimana menceritakannya. Sepuluh penulis misalnya diberikan satu tema untuk menulis tentang “cinta”. Penulis yang tidak memberikan apa-apa dalam “cinta” akan menyuguhkan cerita yang biasa-biasa saja, tidak memberikan apa-apa. Namun, keempat tips di atas bisa dicoba. Barangkali dapat memberikan warna lain dalam cerita Saudara agar cerita tidak terlihat biasa-biasa.
Kesimpulan dalam tulisan ini adalah apabila Saudara tak mampu membangun cerita dari semua tips di atas, minimal salah satunya dapat ditaklukkan. Karena hanya dengan cara itu, minimal ceritamu punya kesempatan untuk dimuat di media atau memenangi lomba, apalagi kalau semuanya dapat ditaklukkan. Ini kelas berat! Selamat mencoba!
Pipitan, 8 Feb 2022
____
Penulis
Encep Abdullah, penulis yang maksa bikin kolom ini khusus untuknya ngecaprak. Sebagai Dewan Redaksi, ia butuh tempat curhat yang layak, tak cukup hanya bercerita kepada rumput yang bergoyang atau kepada jaring laba-laba di kamar mandinya. Tak menutup kemungkinan, ia juga menerima curhatan penulis yang batinnya tersiksa untuk dimuat di NGEWIYAK.