Puisi Alif Raung Firdaus
Kangen
Linang hujan mengecup
Sulur akar pepohonan
Waktu beranjak ke belakang
Memberi nama bagi segala
Yang diringkus kenangan
Ribuan jam berlalu, sayangku
Aku masih merindukanmu
Demi ingatan yang suci
Replika musim yang tabah
Menjamu kesibukan kota
Udara yang keluar-masuk
Lalu silih bertukar
Dengan hidup yang panjang
Hari-hari yang ngilu
Alarm pagi yang berdebar
Demi segala yang menetas
Dan tumbang berguguran
Di tepi sini, sayangku
Kangen telah membatu
Jember, 2021
Batu
Batu tetaplah batu
Meski remuk berkeping-keping
Memar ditempa cuaca
Digilas roda-roda
Ia tetap bergeming dalam
Personifikasi yang rapuh
Ditelan hiruk-pikuk bahasa
Ambisinya yang permata
Atau logam mulia
Cuma memberi mimpi
Cuma menjadi mimpi
Batu tetaplah batu
Jangan lelah menerima
Segala yang menetap
Dalam nasib semata
Jember, 2021
Macet
Malam telah nyala
Dari deru magrib
Dan lengking klakson
Yang bersahutan
Kita belum pulang
Terperangkap
Dalam tangis ibu
dan daftar keinginan
yang menumpuk
di saku celana
Malang, 2021
Kenang
Dingin terperangkap
di luar jendela. Petrouchka
berdansa di telinga. Malam ini
kamu milik siapa?
Kita pernah bertemu di sini:
Dalam percakapan yang dingin
Tentang kebebalan negara, penembakan
Di tengah hutan, dan seorang kawan
Yang belum lama ini ditangkap
Karena melempar batu ke kepala
Aparat. Obrolan yang sangat
Tidak romantis.
Pernah pula kita tertahan
Di antara gusar yang mengguncang
Tidur malam. Merenda lelah
Dalam bisik-bisik rahasia
Membuat sesuatu yang
Bukan janji dan kesepakatan
Tapi selalu rumit untuk
Kita lupakan
Tapi malam ini, pucat bulan
Menganga di luar jendela. Tak ada
Kamu di nanar mataku. Tak ada.
Malam ini kamu milik siapa?
Jember, 2020
Ia Menangis di Bawah Pohon
Pohon mangga yang tak berbuah itu
Menaungi kesedihan yang menumpuk
Di pundaknya. Seperti biasa:
Sore terlambat datang
Hujan tak kunjung pulang
Mendung di kelopak matanya
Telah meniriskan rintik-rintik beban
Dari pertengkaran yang terjadi
Di sebuah meja makan
Dirabanya jejak telapak tangan
Yang menyentuh pipinya semalam
Ranting pohon menjulur ke bawah
Membelai rambutnya yang basah
Seperti bergumam lirih:
“Kemarin kau masih bercengkerama
Dengan seorang lelaki
Yang kau sembunyikan
di balik punggung manjamu”
sekarang ia menangis tersedu
meratapi serpihan piring
yang pecah setelah pertengkaran
di sebuah meja makan
lagu malam dengan partitur sumbang
penyesalan mendengung panjang
sore terlambat datang
hujan tak kunjung pulang
Jember, 2021
_____
Penulis
Alif Raung Firdaus, penyair yang tinggal di Bondowoso. Selain menulis puisi juga terlibat dalam seni pertunjukan. Karya-karyanya termaktub dalam beberapa media dan antologi bersama.
Kirim naskahmu ke
redaksingewiyak@gmail.com