Puisi Winarni Dwi Lestari
Lubang di Dinding
napas mengalir melalui lubang
di dinding dada kita.
yang berusaha kita tutup
agar yang lewat atau numpang ngiyup
tak iseng mengintip.
karena betapa keruh hati oleh riuh keluh
juga betapa berantakan ruang
batin oleh prasangka.
namun juga selalu kembali kita buka
saat hujan datang bersambang
sekadar ngopi, bercengkerama
demi menghela sesak duka.
lihatlah anak kita yang baru belajar
berdiri dan suka lepas dari peluk
itu mencuri-curi lihat keluar
penasaran akan dunia pagi
yang menghambur masuk
menciptakan bayangan
yang selalu berkelit menghindar
namun tak pernah lepas dari kaki
membuatnya terkekeh geli.
dengarlah betapa rajin detak detik
mengetuk-ketuk dinding lapuk
betapa rayap waktu menggerogoti
membuat lubang baru di sana-sini.
dan kita selalu ketinggalan
selalu kewalahan membuka-tutup
demi setiap napas yang kita hirup
demi setiap yang terlepas dari peluk.
Karawang, 2022
Gerah
malam bertelanjang dadajendela membuka bajumengikat dan mengangkat tiraiberharap menangkap sekelebatangin yang makin jarang lewat.di dalam, benda-benda berteriak"tolong beri jarak!"pada udara yang tak jua beranjakdari peluk kipas --yang sarat debubangkai nyamuk dan sarang laba-laba--di sudut kamardan tak berhenti berputar.
cermin berkeringatsibuk menangkap bayang bendayang selalu berkelit menghindardari cahaya-cahaya yang rakus menghirupdingin demi ingin bertahan hidup."seandainya saja dia masih setia"bisik-bisik gerutu, rinduakan sesosok AC yang awal musim lalu
memilih pergi dan tak kembali.suhu tak jua pudarwaktu membekusampai kipas berhenti berputar.
Karawang, 2022
Keriput Tangan Ibu
musim meredup
setelah hujan seharian.
begitu banyak jalan bercabang
di sepanjang punggung tangan
basah oleh kenangan
meninggalkan masa muda
meninggalkan rumah yang
dipenuhi ingin dan angan.
gemericik alir menganak sungai
di galur-galur telapak tangan
dari bening mata airmu
yang kau seka kala berdoa
dari jernih mata kanak-kanak
yang kau usap kala menangis.
alir sungai yang begitu dalam
bahkan peramal dan penujum
mana pun tak sanggup menyelam
dan menjala takdir.
gemerisik kerut-kerut
menguar di akar-akar angin
siut yang menjadi saksi
bahwa yang halus itu telah susut.
namun lembut sentuhanmu
ibu, abadi.
Karawang, 2022
_____
Penulis
Winarni Dwi Lestari, lahir di Tuban, kini tinggal di Karawang, Jawa Barat. Saat ini menekuni usaha properti. Studi terakhir sarjana Univ Telkom. Puisinya pernah dimuat di media cetak maupun online. Pecinta puisi dan masih terus belajar menulis puisi.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com