Oleh Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd.
Alhamdulillah washsholatu wassalamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du.
Tidak terasa, rasanya baru kemarin kita menjumpai Ramadhan dan kini kita pun akan kembali menjumpai bulan mulia tersebut. Ramadhan merupakan bulan istimewa yang Allah subhanahu wata’ala pilih untuk kaum mukminin, yang mana di dalamnya Allah wajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Ramadhan ibarat even tahunan yang Allah tawarkan di dalamnya berbagai keutamaan dan kemuliaan. Ramadhan juga ibarat madrasah yang mendidik kaum mukminin untuk menjadi insan yang berpredikat takwa.
Maka dari itu, hendaknya setiap kita berbenah dan mempersiapkan diri terlebih dahulu guna dapat maksimal dan total dalam menjalankan ibadah puasa dan juga ibadah lainnya di bulan suci Ramadhan nanti. Insyaallah.
Dan berikut kiranya langkah-langkah yang penulis hadirkan dalam rangka mempersiapkan diri guna menyambut bulan suci Ramadhan.
1. Ilmu
Hendaknya setiap kita mempelajari ilmu tentang ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Karena dengan adanya ilmu/pengetahuan yang kita miliki, maka kita akan mudah mendapatkan kekhusyu’an dalam menjalankan ibadah puasa karena Allah subhanahu wata’ala. Dan mudah-mudahan dengan adanya ilmu, kita bisa meraih pahala yang sempurna di sisi Allah subhanahu wata’ala.
ما عُبِدَ اللَّهُ عزَّ وجلَّ بمثلِ الفقهِ في الدِّينِ
“Tidaklah Allah diibadahi dengan sesuatu yang lebih utama selain saat diibadahi dengan pemahaman agama.” (Silsilah hadits dho’ifah 4461, Al Albani)
Maka, sangat penting bagi kita memiliki ilmu tentang ibadah puasa sehingga kita dapat memahaminya dengan baik dan benar. Ibadah puasa merupakan bagian terpenting dari agama kita, bahkan ia termasuk ke dalam rukun Islam yang ke-4.
2. Bertaubat dan memohon ampun kepada Allah subhanahu wata’ala.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ يَوْمَ لا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat (taubatan nasuha), mudah-mudahan Rabbmu menghapus dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.” (QS At Tahrim : 8)
Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Umar ibn al Khattab radiyallahu ‘anhu berkata mengenai ayat ini, taubat nasuha adalah berhenti dari melakukan dosa dan tidak kembali lagi kepadanya selama-lamanya. Dan para ulama menjelaskan bahwa taubat nasuha adalah berhenti dari perbuatan dosa seketika itu juga. Kemudian menyesali segala dosa yang telah lalu dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Jika perbuatan dosa itu berkaitan dengan hak adami, wajib untuk menghalalkan hak tersebut.
Dan sebagai tambahan Imam Hasan berkata, taubat nasuha ialah kamu benci untuk melakukan dosa yang dahulu kamu suka untuk melakukannya, dan setiap kali kamu ingat dosa tersebut, kamu beristigfar memohon ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Lalu kenapa kita harus bertaubat dalam menyambut bulan suci Ramadhan?
Hal ini telah dijawab oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits shahih riwayat Imam Ibnu Majah,
إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَنَادَى مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلِكَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ
“Apabila datang awal malam bulan Ramadhan, para syaithan dan jin (yang jahat) dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, pintu-pintu surga dibuka, dan terdengar seorang penyeru berseru: Wahai pecinta kebaikan, segeralah lakukan kebaikan! wahai pecinta keburukan (perbuatan dosa), segeralah berhenti!”
Maka, sebelum awal malam Ramadhan datang, alangkah baiknya jika kita sudah berhenti dari melakukan perbuatan dosa, khususnya dosa-dosa besar, seperti syirik (menyekutukan Allah dengan yang lain), berzina, durhaka terhadap orang tua, membunuh, memakan riba, dan sebagainya.
3. Jauhilah dosa
Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, perbuatan sia-sia, dan juga menjauhi segala unsur yang bisa menjadikan kita lalai dari mengingat Allah subhanahu wa ta’ala dan beribadah kepada-Nya. Karena perbuatan yang semacam ini bisa memberikan efek penyakit yang begitu ganas yang bisa merusak kesehatan iman kita, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat Al Muthoffifin : 14
كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan (perbutan-perbuatan maksiat) itu menutupi hati mereka.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda menafsirkan ayat di atas
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ
“Sesungguhnya seorang mukmin, apabila ia berbuat dosa, maka hatinya gelap menghitam, dan apabila ia bertaubat dan memohon ampun, maka hatinya kembali bersih.” (HR Ibnu Majah, dengan derajat hasan menurut Al Albani)
Dan sebagaimana yang kita ketahui, bahwa hati ibarat raja bagi tubuh, apabila raja dalam kondisi fit, maka prajurit akan tersiap patuh.
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Di dalam tubuh ada satu gumpal darah, apabila dia baik, maka seluruh anggota badan ikut baik, dan apabila ia rusak, maka rusak pula lah seluruh anggota badan. Ketahuialah, ia adalah hati.” (HR Bukhori-Muslim)
3. Meningkatkan ibadah
Yaitu dengan memaksimalkan ibadah-ibadah yang wajib serta tidak lupa menambah dengan ibadah-ibadah sunnah, karena dengan begitu, maka kita bisa meraih kecintaan Allah subhanahu wata’ala. Dalam hadits qudsi Allah berfirman,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا
“Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan seseuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan tidaklah pula ia mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dengannya ia mendengar, dan penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan tangannya yang dengannya ia menyentuh, dan kakinya yang dengannya ia berjalan.” (HR Bukhori)
Hadits diatas menjelaskan bahwa apabila Allah subhanahu wata’ala mencintai seorang hamba, maka Allah akan menjadikan hamba tersebut istiqamah di atas jalan kebenaran dan istiqamah dalam beramal shalih. Allah akan selalu membimbingnya dan menguatkannya. Dan betapa kita butuh hal tersebut di setiap waktu kita, apalagi di saat bulan Ramadhan tiba. Maka semoga Allah subhanahu wata’ala memberi taufiq-Nya kepada kita sehingga kita bisa maksimal dalam mengerjakan ibadah-ibadah wajib dan bersemangat menambah dengan ibadah-ibadah sunnah. Aamiin.
Demikianlah, mudah-mudahan kita semua bisa mengaplikasikan ke- 4 langkah di atas:
1. Mempelajari ilmu tentang ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
2. Bertaubat dan memperbanyak istighfar.
3. Menijauhi dosa.
4. Meningkatkan ibadah.
Dengan demikian insyaallah kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan dalam diri kita, juga penuh pengharapan akan pahala disisi Allah subhanahu wata’ala.
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan akan pahala yang ada padanya, maka diampunilah dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhori)
________
Penulis
Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd., Imam Masjid Andara, Cinere dan Pengisi Kajian Kitab Tauhid Muhammad At Tamimi dan Kumpulan Hadits Qudsi Muhammad al Madani.