Oleh Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd.
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
Hadits riwayat Imam Bukhari dari jalur sahabat Sahl ibn Sa'd.
Artinya:
"Sesungguhnya ada seorang hamba yang melakukan amalan-amalan penghuni neraka, namun berakhir menjadi penghuni surga, dan ada seorang hamba yang mengamalkan amalan-amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka, dan sesungguhnya amalan itu ditentukan pada penutupannya."
Sesungguhnya jati diri kita yang sebenarnya itu dinilai dan bergantung pada akhir atau penutupan amal ibadah kita. Boleh jadi seseorang itu saat ini tampak di hadapan kita sebagai ahli maksiat dan pendosa, yang kita pun sangka bahwa dia kelak akan masuk menjadi penghuni neraka. Namun ternyata di akhir hayatnya, Allah tunjukkan ia, Allah tuntun ia kepada amalan ibadah, amalan kebajikan yang menjadikannya husnul khotimah, mati atau wafat dalam keadaan yang terbaik.
Sebaliknya boleh jadi seseorang itu saat ini tampak di hadapan kita sebagai ahli ibadah dan seorang yang shalih, yang kita pun sangka bahwa dia kelak akan masuk menjadi penghuni surga. Namun ternyata di akhir hayatnya, ia menyeleweng dari jalan kebenaran, ia tersesat dari jalan petunjuk, sehingga mengakibatkan ia su'ul khotimah, mati atau wafat dalam keadaan yang terburuk. Wal'iyadzu billah.
Sehingga perhatikanlah sabda agung dari sang suri teladan, yaitu Rasulullah shallallahu alaih wasallam, bahwa
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
"Sesungguhnya amalan itu ditentukan pada penutupannya." (HR Bukhari)
Lalu apa korelasinya, hubungan dan kaitannya dengan bulan Ramadhan yang kita sedang berada di dalamnya ini?
Realita umum dan fenomena masyarakat kita ketika menjumpai bulan Ramadhan adalah semangat membara di awal, kendor di tengah, ambyar di penghujung.
Padahal seharusnya kita berkaca kepada hadits Rasulullah di atas, bahwa amalan kita sejatinya dan sesungguhnya itu ditentukan pada akhir atau penghujungnya.
Maka mari kita berkaca lebih jauh lagi.
Rasulullah selain mewasiatkan sabda di atas, ternyata beliau juga langsung menjadi figur dan contoh utama dari wasiat tsb.
Sebagaimana yang dituturkan oleh istri Beliau, 'Aisyah radhiallahu'anha,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
"Nabi ﷺ bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadan), Beliau mengencangkan sarung Beliau, menghidupkan malamnya dengan beribadah dan membangunkan keluarga Beliau." (HR Bukhari)
Bahkan beliau melakukan itikaf, yaitu melazimkan diri di dalam masjid dalam rangka menegakkan ibadah dan bertaqarrub kepada Allah. Dan itu dilakukan di sepuluh hari terakhir Ramadhan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiallahu'anhuma berkata, "Rasulullah ﷺ beriktikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan." (HR. Bukhari)
Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat spesial, yang mana Allah letakkan pada hari-hari terakhirnya sebuah keutamaan yang besar, yaitu Lailatul Qadar. Suatu malam yang nilainya lebih baik daripada hitungan seribu bulan.
Allah subhanahu wata'ala berfirman,
{ إِنَّاۤ أَنزَلۡنَـٰهُ فِی لَیۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ (1) وَمَاۤ أَدۡرَىٰكَ مَا لَیۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ (2) لَیۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَیۡرࣱ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرࣲ (3) تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ وَٱلرُّوحُ فِیهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرࣲ (4) سَلَـٰمٌ هِیَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ (5) }
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur`ān) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam qadar itu? (Yaitu) Malam kemuliaan yang itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." (QS Al-Qadar: 1-5)
Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memotivasi supaya kita selaku umat Beliau bersemangat untuk mencari dan mengejar malam kemuliaan itu,
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْتَمِسُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
Dari Jabir bin Samurah radiyallahu 'anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Carilah malam Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir." (HR Ahmad)
Dalam riwayat yang lain ditekankan pada malam-malam ganjilnya,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari 'Aisyah radhiallahu'anha bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Carilah Lailatul Qadar pada malam yang ganjil dalam sepuluh malam terakhir dari Ramadan." (HR Bukhari)
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa hari-hari terkahir Ramadhan justru menjadi momentum agung untuk kita bersemangat dan meningkatkan amaliyah ibadah dan amal-amal kebajikan.
Rasulullah shallallahu alaih wasallam mencontohkan bahwa hendaknya ketika kita memasuki sepuluh hari terakhir kita mulai memfokuskan diri untuk beribadah dan meninggalkan kesibukan duniawi. Tersirat dari penuturan istri Beliau yaitu 'Aisyah, bahwa Rasulullah mengencangkan ikat sarungnya dan menghidupkan malamnya. Yg bermakna bahwa beliau benar-benar memanfaatkan momentum sepuluh terakhir untuk fokus ibadah dan bertaqarrub kepada Allah subhanahu wata'ala.
Ahirnya, semoga kesemangatan kita tidak pernah luntur di bulan Ramadhan ini, terus semangat menjalankan ibadah, baik itu di awal, di tengah dan di ahir, bahkan di ahir kita hendaknya lebih meningkatkan semangat dan lebih ekstra lagi dalam menjalankan ibadah, supaya Ramadhan ini kita tutup dg amalan-amalan ibadah yg terbaik.
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
"Sesungguhnya amalan itu ditentukan pada penutupannya." (HR. Bukhari)
Demikian, semoga bermanfaat.
Barakallahu fikum.
______
Penulis
Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd., Imam Masjid Andara, Cinere dan Pengisi Kajian Kitab Tauhid Muhammad At Tamimi dan Kumpulan Hadits Qudsi Muhammad al Madani.