Puisi Mohammad Cholis
O
Entah, puisiku membisu di sini
berhenti di sebuah titik yang sangat engkau
sepertinya lidah kata tak cukup panjang
untuk menyentuhmu
benar-benar tak ada kekasihku, hanya
dada tak tahan menahan kegaduhan ini
semua seperti runtuh di hadapanmu
o
Mungkinkah ini wujud tuhan
yang sedang tersenyum kepadaku
Sebelum kupasrahkan segalanya untukmu
katakan padaku, katakan kekasihku
kegagalan apa yang telah aku kalahkan?
Jogja, 2022
Setelah Kepergian Annales
-Bumi Manusia
An, setelah kepergianmu
waktu mengirimiku jam tangan yang lelah
tubuh molekmu jatuh ke tungku telinga
dengan nada paling aihnya
semisal kau geram saat mendengarkan cerita silam
Nyai Ontorosoh yang diperlakukan
seperti gadis plesiran
pagi babak belur dihabisi rindu
seorang gundik masih mengigau
lelaki kulit putih yang menidurinya
kekejaman terus saja datang
setelah tikungan tajam alismu
menewaskan sebuah ingatan
karena trauma panjang mencintai kesedihan
Annelies, sayang
betapa sangat beruntungnya menjadi seekor cecak
yang diam-diam merayap di dinding kamarmu
atau serbuk bedak yang akan
dan selalu merawat bau ciuman di jidatmu
ciuman yang nyatanya sama menakutkannya
dengan mata Tuan Mellema
atau mungkin lebih tajam dari kumis dan parang Darsam
yang sewaktu-waktu bisa menusukku dari belakang
“kita telah melawan nak, Nyo
sebaik baiknya, sehormat hormatnya”
begitulah kata Nyai
sambil mengelus kekar dada seorang raden
yang meratapi kematiannya di tanah sendiri.
Sumenep, 2022
Srakalan II
nama-Mu kupanjat dengan gelegar
sekarat suara dikaratkan dosa
semakin tinggi, semakin Engkau
semakin gagap pula kuucap
Jogja, 2022
Klise
aku suka menulis tentang:
malam, bulan, bintang, sunyi
sepi, senja, rindu, cakrawala
tapi sebelumnya, kumandikan
mereka dengan airmatanya
agar tampak terlihat, seperti perawan
yang sangat cantik dan menggelikan
Jogja, 2022
_______
Penulis
Mohammad Cholis, mahasiswa UIN Suka Yogyakarta. Selain menulis puisi juga menulis resensi. Karyanya tersiar di pelbagai media.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com