Oleh Encep Abdullah
Sekitar pukul sembilan malam, Mbak Anggun (admin NGEWIYAK) bertandang ke rumah saya, mengantarkan stand mic yang kemarin dipinjamnya untuk kegiatan sekolah. Sambil menunggu Mbak Anggun, dkk. datang itu, sebenarnya saya berniat menyelesaikan sebuah tulisan. Namun, anak-anak saya tak bisa diajak berkompromi. Mata kedua bocah itu masih 100 Watt dan mereka masih mengajak saya bermain. Istri saya sedang ada tugas nyetrika.
Saya sih pengin merem sebentar sebenarnya atau telanjur tidur juga tidak apa-apa, malah lebih baik. Tapi, istri saya bakal marah kalau saya memang benar-benar sengaja tidur.
"Aku beresin nyetrika dulu. Anak-anak masih pada melek, jangan tidur," ujarnya dari dalam kamar.
Saya tetap pura-pura tidur. Bahkan, saya tahu anak saya yang kedua itu boker. Saya sengaja tidak bangun. Saya lanjutkan akting pura-pura tidur. Saya sedang malas sekali untuk bangun, nyebokin.
"Hm, pantes, kirain anaknya dibawa ke kamar mandi," ujar istri yang keluar kamar dan nyeret bocah itu ke kamar mandi. Ia melihat saya sedang selonjoran. Saya pura-pura tidak mendengar apa yang ia katakan.
Mbak Anggun dkk. datang, seketika saya langsung bangun.
"Ada Anggun aja melek," ujar istri sambil mengenakan celana anak kedua.
Ya harus melek, masa ada tamu tidur, batin saya.
Mbak Anggun dkk. bertamu kisaran dua puluh menit di rumah saya. Sebelum pulang, Mbak Anggun mencoba membaca pikiran saya.
"Kami pulang ya, Pak. Pasti Pak Encep mau nulis kolom buat hari ini, kan?" ujar Anggun.
"Kok, tahu?" jawab saya.
"Semoga kedatangan saya ini bisa menginspirasi Bapak. Kami pulang ya, Pak," Mbak Anggun, dkk. pamit.
Sepulang Mbak Anggun, dkk., saya membuka laptop. Sebenarnya saya mau merangkum materi "Menulis Esai" yang saya sampaikan siang tadi di Universitas Bina Bangsa (Uniba)-- undangan sebagai "dosen tamu" atau lebih tepatnya dikerjai Bapak Miftahul Ulum selaku Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Uniba.
Materi "Menulis Esai" itu ada di laptop. Saya masih sanksi membuka laptop karena dua anak saya masih melek. Tapi, saya sudah tak tahan. Kalau tidak segera dituliskan, bisa-bisa kalau tidur, saya merem.
Saya paksa saja buka laptop. Anak saya malah mencabut petikus (mouse) dari laptop saya. Ia mainkan layaknya mobil-mobilan. Laptop saya wajib pakai alat itu karena petikus bawaan laptop tidak berfungsi. Anak saya malah membentur-benturkan petikus itu ke tembok. Akhirnya, saya paksa ambil. Ia menangis. Saya colok ke laptop. Petikus itu tidak berfungsi alias rusak. Sebagai manusia biasa, saya pasti kesal, dong. Tapi, mau bagaimana lagi, namanya juga anak-anak.
Saya langsung tutup laptop tanpa menekan tombol "off" karena papan tombol laptop juga ikut galat. Saya masih kepikiran kata-kata Mbak Anggun itu.
Duh, boro-boro mau nulis, Gun. Energi saya ini sejak kemarin lumayan terkuras karena ngerjain penerbitan buku dan menyiapkan materi pelatihan menulis.
Pukul setengah sepuluh saya keluar rumah, saya mau beli petikus (mouse). Karena sudah cukup malam, saya hanya mencari benda itu di area dekat rumah. Tak ada yang jual. Saya balik lagi ke rumah. Ternyata, kondisi anak-anak sudah "melemah". Walaupun anak kedua saya masih nyerocos "babibu", saya sudah tak mau meladeninya karena saya juga sudah capek ngoceh sejak siang. Biarkan ia usik-usik sendiri, tidur sendiri. Kalau diladeni, malah ia tidak tidur-tidur.
Saya kepengin buka laptop lagi, tapi percuma. Tidak bisa dioperasikan. Saya memang sudah berniat bahwa materi siang itu yang saya jadikan bahan tulisan kali ini. Sebagai penulis yang saleh, memaksakan diri kepada benda yang tak berdaya macam itu merupakan "dosa besar". Saya lihat HP, sedang pultenk. Baiklah saya menulis di HP saja. Lagian, jarang juga saya menulis di laptop.
Saya masih terus kepikiran kata-kata Mbak Anggun sebelum pulang dari rumah saya itu. Kata-katanya berubah-ubah dipikiran saya, tapi masih seputar itu.
"Bapak belum nulis ya hari ini? Siapa tahu kedatangan saya ke sini jadi sumber inspirasi."
Kiara, 21 Juni 2022 (Pkl. 23.08)
_______
Penulis
Encep Abdullah, penulis yang maksa bikin kolom ini khusus untuknya ngecaprak. Sebagai Dewan Redaksi NGEWIYAK, ia butuh tempat curhat yang layak, tak cukup hanya bercerita kepada rumput yang bergoyang atau kepada jaring laba-laba di kamar mandinya. Buku kolom proses kreatifnya yang sudah terbit Buku Tanpa Endors dan Kata Pengantar (#Komentar, April 2022).