Puisi A Farhan
Rindu Sampai Sepuh
: K. Muhammad Zamiel El-Muttaqien
Di tanahmu aku tenggelam merayakan aroma kopi
Sekental rindu, sepuh menjelma bisik-bisik doa.
Huruf dulu yang tumbuh di tubuhmu
Sekarang, hanya wasiat terakhir hayatmu
Tapi bagiku, mengartikan adalah sembahyang
Menerjemah semua kerapian meja-meja
Tempat menanti kopi, hidangan khas hati.
Ada kalanya kukupas tuntas
Sebelum khatam membaca jejak abadimu
Satu-satunya jalan yang tak pernah puas
Ialah ragamu, tertuang dalam rahim puisi.
Oh Tuhan sang pencipta keangungan, terangkanlah,
Besarkanlah, amalkanlah, surgakanlah, terimalah
Agar kesenandungan tak membuatku derita
Dalam sujud kepada-Mu, salam akhir untuk-Mu.
Pordapor, 2022
Ayat-Ayat Penyair
Sudah saatnya kau tak menepi
Menyatakan rahasia, terpendam di abu
Kala itu kau susun sepucuk puisi
Dalam menyusuri remah-remah malam
Yang kelam tentang arti asmara.
Atau memang tak mengerti
Bumbu-bumbu memasak cinta
Atau tak memahami Nabi Yusuf
Yang dikejar para siti-siti elok.
Namun kau harus belajar pada penyair
Risalah kata terungkap dari hati, begitu pun cinta
Terbuat ucapan-ucapan doa.
Andai kamu sanggup menerima
Maka bunga di depan rumahmu
Menjelma surga ayat-ayat rindu.
Pordapor, 2022
Hujan Bulan April
Hujan membasahi tubuh
Berteduh tanpa benda, pohon
Maupun teras, sama halnya dengan rumah
Tanpa kerudung, kayu yang teriris rapi.
Dingin adalah cara mengirim rindu
Mengingat pecahan cinta di layar
Salah satunya cincin yang kita rencanakan
Untuk tanda dalam kehangatan permaisuri.
Di balik rencana, kau memanfaatkan waktu
Tapi bagiku makro,
Yang tak menyediakan bayang Illahi.
Barangkali aku belum paham
Kisah-kasih khayalmu yang langit
Sebab bila kau mendoakan diam-diam
Benih cinta tajam menusuk kalbu.
Pordapor, 2022
______
Penulis
A Farhan, lahir di Sumenep, 17 Mei 2003. Santri PPA, Lubangsa Utara. Bergiat di Sanggar Sabda, Sanggar GSK (Gubuk Sastra Kita). Karya-karyanya dimuat beberapa media.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com