Oleh Izzatullah Abduh, M.Pd.I.
Bismillah. Alhamdulillah washsholatu wassalamu 'ala rasulillah.
Di antara fenomena yang lagi viral di medsos saat ini adalah tentang perdukunan berkedok agama.
Sebetulnya dukun dan agama sangatlah bertolak belakang, apabila dukun yang dimaksud adalah dukun yang meyakini punya ilmu gaib (mengetahui perkara gaib) dan melakukan praktik yang non-ilmiah, berbau khurafat yang menyeleweng dari ajaran Islam.
Ilmu gaib sendiri disinggung di dalam Al-Qur'an bahwa tidak ada yang memiliki dan mengetahuinya kecuali hanya Allah subhanahu wata'ala saja.
{ قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُۚ وَمَا يَشۡعُرُونَ أَيَّانَ يُبۡعَثُونَ }
"Katakanlah (Muhammad), 'Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan'." (QS An Naml : 65)
As Sa'di rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan, "Dia lah Allah satu-satunya Dzat Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib di langit dan di bumi."
Dalam firman-Nya yang lain,
{ وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٖ فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٖ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ }
"Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya, tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam kitab yang nyata (Lauḥ Mahfūẓ)." (QS Al An'am : 59)
Ayat-ayat di atas menjadi bantahan atas mereka yang mengaku mengetahui perkara gaib. Dan ditegaskan lagi oleh Allah mengenai perkara gaib di dalam firman-Nya,
{ إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥ عِلۡمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلۡغَيۡثَ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡأَرۡحَامِۖ وَمَا تَدۡرِي نَفۡسٞ مَّاذَا تَكۡسِبُ غَدٗاۖ وَمَا تَدۡرِي نَفۡسُۢ بِأَيِّ أَرۡضٖ تَمُوتُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرُۢ }
"Sesungguhnya hanya di sisi Allah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannnya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal." (QS. Luqman : 34)
As Sa'di rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan, "Lima perkara ini (pengetahuan tentang terjadinya Kiamat, turunnya hujan, apa yang di rahim, apa yang terjadi esok, dan kapan/di mana mati), semua ini perkara yang pengetahuannya (hanya diketahui dengan pasti oleh Allah) tidak diketahui oleh makhluk-makhluk-Nya. Sekalipun malaikat dan nabi, apalagi selain keduanya."
Maka sudah jelaslah, bahwa orang-orang yang mengaku mengetahui tentang lima hal di atas atau selainnya yang berkaitan dengan perkara gaib, mereka adalah para pendusta.
Mereka inilah wali-wali setan. Kepada mereka setan-setan turun.
{ هَلۡ أُنَبِّئُكُمۡ عَلَىٰ مَن تَنَزَّلُ ٱلشَّیَـٰطِینُ (221) تَنَزَّلُ عَلَىٰ كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِیمࣲ (222) یُلۡقُونَ ٱلسَّمۡعَ وَأَكۡثَرُهُمۡ كَـٰذِبُونَ (223) }
"Maukah Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka (setan) turun kepada setiap pendusta yang banyak berdosa, mereka menyampaikan hasil pendengaran mereka, sedangkan kebanyakan mereka adalah para pendusta." (QS Asy Syu'ara : 221-223)
Pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ada segelintir orang yang menanyakan perihal dukun kepada Nabi. Beliau pun bersabda,
لَيْسَ بِشَيْءٍ
"Mereka (para dukun) bukanlah apa-apa."
Artinya para dukun itu tidak perlu dihiraukan. Jangan diberi panggung dan tempat untuk melancarkan aksinya. Abaikan dan tinggalkan saja. Sebab mereka itu pendusta dan pembohong.
Lalu segelintir orang itu berujar lagi kepada Nabi, bahwa terkadang mereka para dukun mengabarkan berita yang tepat dan benar. Lalu apa kata Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?
Beliau bersabda,
تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنْ الْحَقِّ يَخْطَفُهَا مِنْ الْجِنِّيِّ فَيَقُرُّهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ فَيَخْلِطُونَ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ
"Perkataan yang nyata (benar) itu adalah perkataan yang dicuri oleh jin, kemudian ia menempatkannya di telinga walinya (yakni si dukun) lalu mereka mencampur adukkan bersama kebenaran itu dengan seratus kedustaan." (HR Bukhari)
Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah mewanti-wanti supaya kita tidak mendatangi dukun, bahkan sekadar untuk datang bertanya sesuatu, apalagi sampai mempercayai dan membenarkannya.
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
"Barangsiapa mendatangi dukun, lalu dia bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam." (HR Muslim)
مَنْ أتى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
"Barangsiapa mendatangi dukun lalu membenarkan apa yang diucapkannya maka ia telah kafir dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad." (HR Ibnu Majah, dengan derajat shahih menurut Al Albani)
Keberadaan dukun sudah ada semenjak dahulu. Dan kita sebagai umat Islam telah diberitahukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa mereka itu bukan apa-apa selain para pendusta dan pembohong.
Mendatangi dan mempercayai mereka sama halnya memberikan legalitas dan persetujuan atas kedustaan dan kebohongan mereka. Sedangkan agama kita ini sangat menjunjung tinggi yang namanya kejujuran dan memperingatkan supaya meninggalkan dan menjauhi kebohongan.
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
"Hendaklah kalian bersikap jujur, karena kejujuran itu akan membawa pada kebaikan, sedangkan kebaikan akan membawa kepada surga. Tidaklah seorang bersikap jujur dan selalu berbuat jujur hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Dan hendaklah kalian menjauhi sikap dusta, karena kedustaan itu akan membawa pada kekejian, sedangkan kekejian akan membawa kepada neraka. Dan tidaklah seorang berbuat dusta dan selalu berdusta hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta." (HR Tirmizhi, dengan derajat shahih menurut Al Albani)
Hadits di atas menjelaskan tentang bahayanya kedustaan. Bahwa ketika seseorang mulai berdusta, maka akan lahirlah perbuatan-perbuatan lain yang lebih mengerikan, sehingga akhirnya dapat menjerumuskannya kepada neraka. Wal'iyadzu billah.
Kembali lagi ke dukun.
Problem yang mengagumkan saat ini adalah adanya dukun-dukun yang berkedok agama. Mereka membungkus kedukunan mereka dengan menghiasi diri berpakaian layaknya ustadz/kiai, serta tak lupa komat-kamitnya dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Subhanallah, Mahasuci Allah dari apa yang mereka perbuat.
Mereka berusaha mengaburkan keyakinan masyarakat dengan praktik-praktik berkedok agama. Berdalih karomah dan ma'unah, namun realitanya adalah kedustaan dan tipu daya.
Bicara mereka manis dan mengagumkan, namun terselubung pengaburan akidah dan iman.
Mereka bersaksi atas nama agama, bahkan tak sungkan menyebut-nyebut nama Allah dan Rasul-Nya. Padahal sejatinya mereka adalah musuh yang nyata.
Hal ini sudah disingguh jauh-jauh zaman yang lalu oleh Allah subhanahu wata'ala,
{ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُۥ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلۡبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ }
"Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya dalam kehidupan dunia mengagumkan engkau, dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras." (QS Al Baqarah : 204)
Ibnu 'Asyur rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa ayat ini berkaitan dengan orang-orang munafik (dan yang semisal dengan mereka) yang mana mereka menampakkan kedok keislaman, namun sejatinya mereka penentang dan musuh yang nyata.
Ditambah lagi mereka sering berkata tanpa ilmu tentang agama. Laa haula walaa quwwata illaa billah.
Sungguh berkata tanpa ilmu merupakan perbuatan yang dilarang, dan lebih besar lagi larangannya apabila berkaitan dengan agama, berkedok agama.
Sebab, seseorang yang berkata tanpa ilmu yang ada kaitannya dengan agama, itu berpotensi melahirkan kedustaan atas nama Allah dan Rasul-Nya, serta dapat menyesatkan umat manusia.
Tak heran jika hal ini (berkata tanpa ilmu) termasuk ke dalam bagian dosa besar. Bahkan dalam Al-Qur'an, Allah sebutkan beriringan dengan dosa zina, zalim, syirik.
{ قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡيَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَأَن تُشۡرِكُواْ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَٰنٗا وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ }
"Katakanlah (Muhammad), 'Rabb-ku mengharamkan segala perbuatan keji (zina) yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu berkata-kata atas nama Allah apa yang tidak kamu ketahui (berkata tanpa ilmu).” (QS Al A'raf : 33)
Dukun berkedok agama. Musibah.
Dan musibah lebih besar lagi adalah kejahilan masyarakat tentang agama, sehingga mudah terperdaya dengan hal-hal khurafat.
Maka dari itu, penting sekali setiap diri berkaca dan bercermin pada firman-Nya,
{ ٱقۡرَأۡ }
"Bacalah!" (QS Al 'Alaq : 1)
Dalam tafsir Hidayatul Qur'anil Karim disebutkan bahwa agama dan ilmu memiliki hubungan yang sangat erat nan kuat. Betapa tidak, sebab ayat yang pertama kali turun kepada Penghulu Umat Manusia adalah ayat berupa perintah untuk membaca dan berilmu.
Demikian, semoga bermanfaat. Barakallahu fikum.
Akhirnya, semoga Allah lindungi kita dan kaum Muslimin dari paham-paham dan orang-orang yang menyesatkan. Dan semoga Allah berikan taufik-Nya kepada kita dan kaum Muslimin kepada jalan kebaikan dan keridhoan-Nya.
_____
Penulis
Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd.I., Imam Masjid Andara, Cinere dan Pengisi Kajian Kitab Tauhid Muhammad At Tamimi dan Kumpulan Hadits Qudsi Muhammad al Madani.