Puisi Hendri
Perempuan dalam Puisi
Kutulis puisi ini di balik senyummu
Yang terbit menyapa pagi
Begitu rekah
Seperti bunga-bunga
Tumbuh di antara rona dan dada
Wajahmu menciptakan bahasa
Kata-kata berloncatan
Mengeja tentang arti cinta
Di pojok pena yang bertahta
Kecantikanmu berlelehan
Menjadi tinta
Menuliskan ribuan gaya bahasa
Lewat diksi yang termangu
Lewat bait yang tersakiti
Dan puisi itu hadir
Dari namamu
Yang kureguk dengan secangkir
Kopi
Kota Serang, Desember 2022
Harapan Tak Bertepi
Aku ingin bersamamu
Duduk berdua dengan lekat
Sambil menjelajah jauh
Ke samudra yang utuh
Aku ingin bersamamu
Bernyanyi dalam lantunan
Puisi. Hangat
Lewat pelukan yang dahsyat
Aku ingin bersamamu
Menciptakan basah dan gelisah
Tanpa hujan yang bertepi
Atau gelombang yang pasang
Aku ingin bersamamu
Mengubah sunyi
Tak lagi kokoh berdiri
Di pangkuan hati yang sepi
Aku ingin bersamamu
Entah kapan itu terjadi
Namun puisi ini mewakili
Dari derasnya perasaaan
Yang terpatri
Kota Serang, Desember 2022
Kau Inspirasiku Nona
Kecantikanmu yang kureguk
Dalam mabuk
Telah melebur
Menjadi prosa
Namamu abadi dalam
Pahatan-pahatan pena
Di bukit yang mungil
Di antara dua kubah yang indah
Puncak dari segala puncak khayalan
Sedangkan tubuh elokmu
Akan mengalir menjadi anggur
Yang membuatku candu
Dalam berkarya
Atau mungkin bercinta
Dan aku akan gila
Bila semalam saja
Tak menjamahmu
Menjadi minuman hangat
Peneman tulisan
Yang laknat
Kota Serang, Desember 2022
Membaca Suara
Ketika pagi
Embun berbisik padaku
Tentang laut yang rindu
Pada daratan
Tentang gelombang
Yang mencintai tepian
Ketika siang
Surya berbisik padaku
Tentang bumi yang marah
Pada pendosa
Tentang gunung yang menjerit
Menahan luka
Ketika senja
Langit berbisik padaku
Tentang jubah-jubah magrib
Memberi isyarat
Esok atau lusa
Bumi sepertinya sedang murka
Ketika malam
Aku balik membisikan mereka
Lewat doa
Lewat air mata
Kota Serang, Desember 2022
Ketika Hujan Kecewa
Sebelum hujan reda
Aku sudah merangkai sunyi
Karena malam akan melantunkan
Kelam
Lalu sendiri mengurapi
Pada tubuh yang ringkih ini
Kopi dan kretek menunggu
Di bawah kaki langit
Sambil menghitung bulir-bulir
Tetesan hujan
Yang turun pelan
Di mataku
Dingin akan menjadi selimut
Sepi menggaris bawahi
Setelah hujan menumpahkan
Kekecewaan
Pada setiap insan
Yang masih sendiri
Kota Serang, Desember 2022
Mengikatmu dalam Pena
Imajinasiku terbaring
Di tengah malam
Menunggu frasa yang
Menempel di wajahmu
Untuk kurangkai
Menjadi sunyi
Sedangkan cinta
Tak bisa kuterjemahkan
Di kedalaman hatimu
Karena kolam perasaan
Begitu dasar di palung
Makna
Tapi di manakah engkau
Selembar kertas yang pasrah
Menanti jejak dari tapak
Sisa ciuman yang kau tumpahkan
Di pipiku yang berontak
Dan aku sadar bahwa tubuhmu
Seperti cahaya lampu
Tempat ide yang terpenjara
Dalam gelap
Membebaskanku dari jerat
Mengikat bait menjadi paragraf
Kota Serang, Desember 2022
Puisi tentang Cinta
Setiap masuk ke gerbang sekolah
Hamparan kesejukan di antara
Daun dan embun
Aku selalu ingat akan wajahmu
Menempel di sela dinding
Hinggap di ranting-ranting pucuk merah
Seperti melambai senyuman
Yang manis
Setiap masuk ke ruang guru
Buku-buku yang terlentang
Meja dan kursi yang bisu
Aku selalu ingat akan seseorang
Hadir di sampul buku
Singgah di jendela kaca
Dan melintas lewat jejak
Tak bertapak
Setiap masuk ke ruang kelas
Foto-foto pahlawan yang berbaris
Di dinding. Papan tulis menempel kokoh
Meja kursi yang menari
Namun yang terlintas hanya wajahmu
Berkuasa di kelas
Membius segala ruh dan sukmaku
Hingga pulang dari sekolah
Jalan-jalan, trotoar, dan angkutan umum
Yang begitu sesak untuk bernafas
Sekali lagi
Yang terlintas hanya wajahmu
Wajahmu
Wajahmu
Wajahmu
Terus saja begitu hingga aku
Disebut gila
Kota Serang, Desember 2022
Berguru pada Angin
Aku ingin berguru
Kepada angin
Belajar menyampaikan
Kesejukan
Memahami kedalaman
Cinta. Lewat hembusan
Masuk ke ruang-ruang sunyi
Dan teduh dalam
Cuaca yang dinantikan
Akan tetapi angin akan murka
Saat kesetiaan kau abaikan
Pengorbanan kau campakan
Seperti perasaan
Angin juga butuh perhatian
Kota Serang, Desember 2022
Gugurnya Sang Pujangga
Kekasihku, aku tidak bisa
Menerjemahkan hatimu
Saat kau diam
Saat kau pergi
Selain suara camar
Yang melantunkan perpisahan
Di atas pohon mahoni
Kekasihku, keindahan segara
Bersama birunya langit
Tidak nampak di senyummu
Bila frasa yang tak bermakna
Tetap kau pelihara sebagai bahasa
Kekasihku, akan kuakhiri saja
Madah ini. Memahamimu
Sama saja berperang di medan laga
Karena aku bukan kesatria
Tanpa baju zirah dan kuda sembrani
Melainkan si pandir
Yang buta akan cinta dan bahasa
Maka di pertempuran ini
Kukibarkan puisi menyerah
Sebagai tanda harapan
Pasrah. Memaknai cinta
Di kedalaman kata
Kota Serang, Desember 2022
________
Penulis
Hendri, Guru Bahasa Indonesia di SMPN 6 Kota Serang dan alumni FKIP Untirta 2005.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com