Puisi Lilin
Waktu Bergerak di Kotaku
Siang yang api membakar kulitku
Menghitamkan pipi, kemudian bola mata, dan bibirmu
Kita melewati barisan rumah-rumah tanpa penghuni
Hanya nama bertulis tanpa warna
Pemilik kehidupan telah merampas mimpi-mimpi mereka
Lalu mengempaskannya ke lubang tanah
Ke dalam tumpukan telur cacing atau selembar kain tanpa pola
Kemampuan, keakuan, keindahan tak lama-lama bertahan
Ada yang hilang sejauh tiga langkah
Dersik dedaunan!
Apakah yang masih bertahan?
Dari keikhlasan kota ini
Tanah yang meranggas, burung-burung pemakan bangkai, atau penjual kelamin sendiri
"Tahu apa kau perihal pergerakan tanah kering dari musim kehilangan?"
Aku terus bergerak mengitari bumi
Berpacu poros kemiskinan masa kecilku
Penyair yang kehilangan kaki dari puisi-puisinya
Dersik dedaunan melambaikan tangan
Melemparkan kata-kata
Yang bergerak di kotaku adalah waktu
Surabaya, 12 Agustus 2022
Manusia Tanpa Perbekalan
besok kaumau jalan ke mana
sementara portal-portal berbaris rapi di ujung jalan
hal yang pergi tak pernah akan kembali
kecuali kau adalah anakan samudera
di mana ada ombak yang terbahak yakinkan hati akan bertemu hari
hidup adalah milikku, bagaimanapun tantangannya
menindih atau ditindih, yang mati akan tertimbun tanah
pergi sajalah dahulu
buktikan tak ada tanah yang menolak kita
mesti jalanan buntu menghalang pandang
satu yang pasti
waja tak lebur dalam setiti
perihal jalan
kami melawan waktu yang tak henti berotasi
mengusir keluh yang acapkali berbicara
mengingatkan mati dan hidup setelahnya
kami adalah manusia-manusia tanpa perbekalan
Surabaya, 21 Agustus 2022
Kata Kita Mengerang
masa depan menguap
yang tiba-tiba bergerak keluar dari bibir secangkir kopi
tak tampak sama sekali bayang-bayang selinting rokok membawa bara diujung laras
semua tenggelam bersama-sama warna merah di ujung barat
memakan cahaya dari mata-mata hari
tak sedikit pun meninggalkan jejak bahagia meski
secuil kata-kata pemenang
sedih ditahan--kekhawatiran berlompatan dari tembok rumah berdinding kaca
hidup dipermainkan dalam kotak kenangan
mereka hanya punya segenggam warisan yang dipertanyakan waktu
lampu temaram
puisi-puisi mengerang
di sini
nyaris mati
dibanting-banting si tuan tanah
di rumah berdinding kaca
puisi menghilang bersama hening
Surabaya, 02 November 2022
______
Penulis
Lilin adalah nama pena dari perempuan kelahiran Surabaya. Baginya, menulis adalah salah satu cara mengubah kepahitan menjadi sesuatu yang manis.
Karyanya masuk dalam antologi bersama Pemuisi Jatim (2020), Sajak di Tepian Senja (SPI, 2021), Jejak Puisi Digital (HPI 2021), Puisi Dua Bahasa (2021), Antologi Puisi HUT ke-62 RSUP Sanglah (2021), dan juga bersama kawan-kawan di Komunitas Sastra Nusantara, di antaranya Wajah-Wajah Asing ( April, mop 2021), Surat untuk Ibu (2021), Kaki-Kaki Tanah (2021), Perempuan yang Menyeduh Hujan (2022) dan masih banyak antologi lainnya.
Kirim naskah
redaksingewiyak@gmail.com