Puisi Rudi Setiawan
Berjalan di Hutan Jati
Aku berjalan di hutan jati dan membiarkan diriku ditumbuhi sunyi. Dedaunan tanggal seperti kau enggan tinggal. Dan sejak hari itu, hatiku bagai jalan gronjal: semata dilewati tapi tak ada peduli.
Aku memandang langit: alangkah tenang, alangkah lapang—seperti wajahmu. Dan memejamkan mata ialah penyesalan.
Aku mencari jalan keluar sebab pepohonan semakin rimbun
—seperti kesedihan.
2022
Situ (Telaga)
Aku kayuh bebek-bebekan
menuju entah
Ia mengganggu keheningan air
seperti wajahmu mengusik ketenangan aku
Kubayangkan pepohonan di sisi situ
tumbuh memenuhi dadaku
Lumut-lumut di pinggir telaga
melekat seperti bibir atas-bawahku
Sebelum kata-kataku tiba
Kau berdalih atas nama cuaca,
“Mari kita pulang
hujan akan bertandang.”
Aku bawa kau pada tepi
Kau bawa aku pada sepi
2022
Ibu Kota
Bersama kuda besi kujelajahi denyut kota
Memenuhi kebutuhan anak-cucu adam
yang terombang-ambing arus modernisasi
Sementara kau, kerap kali mengisi hari
berhadapan dengan kotak besi
Bersiaga, jika ada seseorang masuk dari pintu kaca
Kau sapa mereka
Tak peduli pikiranmu seperti permukiman padat
sebab, setiap bulan kau ganti rugi
barang yang tak kau curi
Barangkali masa depan seperti jalan
di depan rumah kita:
tak rata dan minim cahaya
Tapi cinta kita seperti banjir
tak surut dengan mudah
2022
________
Penulis
Rudi Setiawan, pria introvert yang kadang-kadang menulis puisi, cerpen, dan mengabadikan momen melalui fotografi. Bergiat di beberapa komunitas literasi.