Puisi Ilham Nuryadi
Tentang Kehidupan
Di tengah kemarau yang kacau, kelopak bunga kamboja jatuh menari-menari
petani gegas mencangking caping
sedang tangan kanannya dibekali parang bermata satu,
tajam laiknya pedang raja bebbanburg, uhtread Putra uhtread
untuk menebas dedaunan yang dihuni hama,
sebelum masa panen gagal menggema.
Hari mulai petang, peluh mengalir beraroma sandang dan pangan
terhuyung-huyung menuju lauk yang sunyi di balik tudung.
Di kebun-kebun yang hampir mati itu,
seorang petani menanam mimpi agar tumbuh sebagai bekal penangkal lapar
atau jimat yang menggusur aroma wirid ibu
selamat akan celaka upah palu.
Sedang di gedung-gedung tinggi
yang berdasi sibuk memetik pundi-pundi puji
menyebar rasa haus seluas pukat tangguk
untuk ditumpuk sampai gemuk.
Demikianlah kehidupan
yang fakir dianggap sebagai orang-orang pandir
sedang yang gana
menafsir dirinya sebagai manusia paling nirmala
Bekasi, 20 Januari 2023
Sejarah
Lagi-lagi manusia pergi menjarah bumi
mengambil seluruh isi tanpa peduli generasi yang hidup setelahnya
menebang, mengeruk, membakar
membelah semua hal yang dapat memantik
uang, berlian, emas, bahkan jabatan yang tak kekal.
Seandainya bumi mati setelah sang penghuni meracuni
di manakah ia akan mendapati pusara?
sebab seluruh liang tak mungkin muat ia tiduri.
Meski sejarah tidak mencatat bahwa manusia telah puas lahir dan mati di atasnya
namun bumi tak pernah lupa, bahwa sejarah telah hidup dalam tubuhnya.
Bekasi, 21 Januari 2023.
Kebaikan Burung Kepada Bumi
Tatkala burung terbang merendah
nyaris mendekati tempat kita berpijak
membiarkan helai dan lembayung sayapnya berhamburan
di atas dedaunan gugur yang telah tanggal dari ranting hasai
bukan karena burung tak pandai meninggi
melainkan sedang memuji bumi
sembari menyemai biji-biji dari tempat yang entah
demi melahirkan hal-hal yang hilang dari tanah.
Sedang langit tempat segala doa bermuara
telah memintanya kembali terbang untuk merawi
ihwal perempuan bumi yang pantang membuka hati
atau lelaki bodoh tak pandai menggumuli diksi-diksi pengantar mimpi.
Entah mengapa langit begitu ingin tahu,
mungkin ia lagi cemburu?
Tetapi burung tak pernah peduli
ia memasung kabar tentang bumi di celah-celah gerimis
tempat yang paling keliru
yang menjadikan bumi kemarau atau sekadar basah
yang menjadikan rumah-rumah sejuk atau panas
yang menjadikan ranting-ranting rimpang atau ramping
yang menjadikan cahaya sirna atau bersinar
yang menjadikan keteguhan menungkai atau menjelma bangkai
yang menjadikan sedih tak tertakar atau senyum yang tak dapat ditukar
yang menjadikan kita,
saling gagah merindu atau gigih dengan sembilu.
Bekasi, 21 Januari 2023
________
Penulis
Ilham Nuryadi Akbar lahir di Banda Aceh. Saat ini sedang merantau di Bekasi, Jawa Barat. Menjadi Juara 2 pada Lomba Menulis Puisi Nasional di Festival Penulis 2021. Buku pertama diterbitkan oleh Alinea Medika Pustaka berjudul Kemarau di Matamu Hujan di Mataku, puisi dan cerpen telah banyak terangkum pada beberapa media lokal dan masional, seperti Kumparan.co, Koran Radar Banyuwangi, ide-ide.id, barisan.co, Negeri kertas, dll.