Puisi Hendri
Ketika Masa Beresonansi
Dua puluh tahun yang lalu
Bocah kecil bertubuh mungil
Hidup menyatu dengan lumpur
Tubuhnya sawah, ladang-ladang
Hijau dan hamparan ilalang
Dua puluh tahun sudah berlalu
Sekarang, bocah kecil bertubuh mungil
Sudah dewasa. Sudah makan uang
Pajak. Menyatu dengan pejabat
Tapi tetap merakyat
Dua puluh tahun yang akan datang
Bocah kecil bertubuh mungil
Kira-kira akan jadi apa ya?
Mungkin jadi penyair. Mungkin juga
Akan kembali menjadi sawah
Menyatu dengan tanah. Ditanami
Dan diziarahi
Kota Serang, Maret 2023
Cinta di Ujung Cahaya
Bintang, aku ingin pinjam
cahayamu malam ini
Esok aku akan berjumpa
dengannya
Supaya kutemukan
namaku
di dinding gelap hatinya
Bintang, terima kasih ya!
kukembalikan nanti cahayamu
berdua bersamanya
Bila aku tak kembali
tandanya cahayamu mati
bersama cintaku ini
Kota Serang, Maret 2023
Aku Butuh Susu, Bukan Kopi
Pagi-pagi sekali
Secangkir kopi meratapi sepi
Aku tinggalkan manisnya
Di lantai keramik
Setelah semalaman
Angin bertarung dengan hujan
Memperebutkan siapa yang layak
Singgah dilekatnya dedak
Sedangkan seorang perempuan
Muda. Pakaiannya terbuka
Datang memamerkan dada dan paha
"Om sudah ngopi malam ini?
Kasian rokokmu butuh teman ngobrol."
"Aku butuh susu, bukan kopi," kataku
"Sialan!" sambil meletakan secangkir kopi
Kemudian wanita itu pergi bersama hujan
Meninggalkan kopi. Bukan susu yang
Bergelayut di balik mega-mega
Khatulistiwa. Sumber mata air kehidupan
Dan kopi yang disajikan
Tetaplah sunyi. Tak dijamah
Atau dicumbui oleh penikmat sepi
Karena yang kubutuhkan susu
Bukan kopi
Kota Serang, Maret 2023
Belajar di Dalam Mimpi
Ibu guru datang terlambat
ke sekolah
kecantikannya tertinggal
di atas ranjang
mungkin semalaman
habis berperang. Dar der dor
bersama nuklir dan lendir
Kelas sudah rusuh
buku-buku pelajaran protes
turun ke jalan untuk berdemonstrasi
menuntut hak literasi bukan hak asasi
Ibu guru langsung ke kelas
meredam huru-hara
khawatir ada korban jiwa
akibat aksi masa yang didalangi oleh
tumpukan buku dan siswa-siswi
yang lapar akan ilmu
Kemudian kelas sepi
di papan tulis ada instruksi :
kerjakan halaman 10 dan dikumpulkan
sekarang juga
Setelah itu, Ibu guru duduk dan
melanjutkan ngorok
"Stttttttttt. Jangan berisik. Guru
kita masih ngantuk karena lelah
semalaman. Mungkin
habis berperang. Atau mungkin
banyak pelatihan," kata salah satu
siswa
"Kalau begitu, mari kita lanjutkan
demonstrasi di dalam mimpinya,"
timpal siswa yang lain
"Ssssssttttt. Jangan berisik."
"Lihat! Tidurnya ngiler. Di sana ada
masa depan kita. Sangat indah," siswa
yang paling cerdas mengintipnya.
Kelas pun sunyi
Mereka semua belajar dalam mimpi
Kota Serang, Maret 2023
Penyair Tua
Seorang pria berpakaian senja
Sedang asyik memetik kata
Bersama cerutu
Dan topi pet yang sudah renta
Ia duduk di pinggir sungai
Pandangannya jauh
Dengan latar pegunungan
Hijau dan terbuka
Ada buku kecil di tangannya
Pena yang ujungnya terluka
Siap menuliskan tentang wanita
Yang kecantikannya terselip
Di setiap halaman
Dan catatan-catatan cinta
Seorang pria berpakaian senja
Kemudian pulang memanggul bahasa
Sebuah buku dilahirkannya
Dari benih senja yang ia perkosa
Kota Serang, Maret 2023
Kutitipkan pada Hujan
Aku titipkan cintaku
Pada derasnya hujan
Setelah lama rindu ini
Terpaku menjadi batu
Sepi. Tanpa derasnya
Sungai-sungai kesejukan
Kepada ibuku
Duduklah dengan manis
Langit akan menjatuhkan
Butiran kata-kata
Tajam dan dingin
Kemudian kau maknai
Sebagai isi perasaan
Istirahatlah di atas ranjang
Bila kedatanganku belum juga
Memanggul senyuman
Yang diantarkan gerimis dan
Pekikan halilintar
Lewat hujan
Aku akan menyeret bianglala
Ke pakuanmu. Supaya rindu ini
Terbayarkan
Dan hujan akan kembali pulang
Untuk merajut kerinduan
Kota Serang, Maret 2023
_______
Penulis
Hendri, guru Bahasa Indonesia di SMPN 6 Kota Serang. Alumnus FKIP Diksatrasia (kini PBI) Untirta tahun 2005.
Kirim karya ke
redaksingewiyak@gmail.com