Puisi MH. Dzulkarnain
Rubaiat di Meja Tamu
Pada kelopak matamu aku memilih untuk terbenam
Sejenak ingin merasakan bagaiman nikmatnya pulkam
Hari di mana aku bisa membungkus sehelai rindumu
Dan beberapa lelucon yang sempat kutinggalkan di meja tamu
Sungguh waktu memang keterlaluan padaku
Membiarkanmu untuk tanggal dalam palung pikiranku yang tunggal
Itu mungkin hukuman bagiku karena terlanjur menuhan kamu
Dan biarkanlah aku untuk tetap begitu
Kau terlalu aduh bagiku yang pecandu
Dan aku terlalu rapuh bagimu yang pilu
Kau terlalu sorga bagiku yang neraka
Dan aku terlalu murka bagimu yang jenaka
Kau terlalu puisi bagiku yang obituari
Dan aku terlalu padi bagimu yang kulminasi
Bandung, 2023
Rubaiat Rintik Hujan
Kau yang yang Maha Penghujan
bawalah aku ke dalam sebuah ruang
di mana aku bisa bertemu
dengan nikmat-Mu di meja tamu
Di kota kepalaku yang bertuhan
rintik masih terus berjatuhan
dengan deras layaknya doa-doa terulurkan
ya, pada saat itu pula
aku butuh sebuah pelukan
Rintikmu telah meredah
namun kenangannya masih meraba-raba
cericit burung pun mulai terdengar di telinga
dari jendela cahaya juga mulai meremang di mata
Di luar rumah banyak cerita yang telah basah
bocah-bocah berlarian saling kejar-mengejar doa
begitu amat menyenangkan bagi mereka
atas rintik hujan-Mu yang menghendakkan untuk meredah
Bandung, 2023
Rubaiat Kopi
Ketika aku bertamu pada sunyi
kopi dan segenap obituari
ruang di mana aku menikmati
pekat hitamnya yang abadi, sehingga
aku berkesempatan menunaikan
puisi di meja kafe tengah malam hari
Raka’at demi raka’at puisi
kubaca ayat-ayat hujan bulan Juni
bentuk ziarahku pada Sapardi
sambil berdoa,
ya Tuhan, lindungilah aku dari kebisingan
yang menjerit di telinga dan menjerat di kepala,
kumohon jadikanlah berpuisi sebagai ibadahku pada-Mu
dan menyeduh kopi sebagai rukun berpuisiku
Semoga bertamunya aku
dan beribadah yang seperti ini
dapat mengantarkanku pada palung kaki ibu
dan dijauhi dari segala kebisingan itu
Bandung, 2023
Engkau yang Kelam
Datanglah engkau
pada setiap halaman yang terbuka
daksa telah tabah
merindukanmu yang iba
kala waktu meraba kepala
Riuhlah bising perkotaan
bersama riuh hening suatu ruang
rubaiat yang kubuat
bukanlah sekedar azimat
pembawa nikmat
namun ia adalah ayat-ayat
dari doa yang kau panjat
Suatu kecup adalah penutup
dari cakap yang tak ingin cukup
Di atas tungku waktu
wajahmu yang maha aduh
mengutukku sebagai pecandu rindu
yang berkasih hingga berkisah
memeluk segala resa
terkadang aku pun terpejam
dalam renjana ciuman
yang kelam
Bandung, 2023
Di Kening Malam Minggu
: Syafa Putri Nabila
Di kening malam minggu
aku menyeduh pekat waktu
ada sebuah kehangatan di sana
entah apa itu, mungkin Tuhan sedang menyapa
kusimpan sejenak beberapa obituari di atas meja
bersama lembaran-lembaran peristiwa
juga tak lupa ada dompet di sana
yang hanya berisi mimpi;
mimpi yang terparkir di dalamnya
Ada banyak cakap yang tak terasa cukup
dari sebutir katamu yang tak berhasil
kukecup
di mana pada setiap ceritamu yang penuh alur
aku mencoba untuk lembur
tanpa merasakan libur maupun tidur
Bandung, 2023
_________
Penulis
MH. Dzulkarnain, nama pena dari Yoga Zulkarnain. Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pemuda kelahiran Sumenep Madura. Salah satu kontributor puisi pada Antologi Puisi DNP (Dari Negeri Poci) Ke-11 KHATuLISTIWA 2021 (KKK Jakarta, 2021), Antologi Puisi DNP Ke-12 Raja Kelana 2022 (KKK, 2022). Beberapa karyanya pernah dimuat di media online, majalah, koran harian dan dalam buku antologi bersama lainnya.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com