Resensi Shabrina Ws
Judul Buku : Minimarket yang Merepotkan
Penulis : Kim Ho-yeon
Penerjemah : Hyancinta Louisa
Penerbit : Penebit Haru
Tahun Terbit : Oktober 2022
Halaman : 400 hlm.
ISBN : 978-623-5467-01-6
Healing Fiction adalah salah satu genre dalam fiksi. Seperti namanya, buku ini adalah karya yang menghibur, menyegarkan, dan tanpa perlu memeras pikiran saat membacanya.
Minimarket yang Merepotkan adalah salah satunya. Novel karya Kim Ho-yeon yang diterjemahkan oleh Hyacinta Louisa, dan diterbitkan oleh penerbit Haru ini, terbit pertama di Korea ketika pandemi sedang melanda. Hal itu juga terlihat di bab-bab akhir Kim Ho-yeon menggambarkan bagaimana pandemi melanda Korea, orang-orang panik dan masker-masker yang habis.
Ada delapan cerita dalam buku ini yang semuanya disatukan oleh benang merah sama yaitu minimarket: "Nasi Kotak Lezat Istimewa", "PS of PS", "Manfaat Nasi Kepal", "Satu Gratis Satu", "Minimarket yang merepotkan", "Empat Kaleng 10.000 Won", "Produk yang Sudah Harus Dibuang tapi Tidak Apa-apa dan Always".
Masing-masing dari cerita itu fokus pada karakter dengan permasalahannya sendiri-sendiri. Macam-macam karakter itulah yang membuat buku ini bebas dibaca dari mana saja. Namun demikian, Kim Ho-Yeon mempertahankan satu tokoh yang membuka cerita, dan muncul di semua cerita, dengan misterinya sendiri.
Tokoh itu adalah Dokgo, seorang tunawisma hilang ingatan yang berkeliaran di Stasiun Seoul. Kim Ho-Yeon memunculkan Dokgo diawal cerita dengan memungut dompet seorang nenek yang ternyata pengelola sebuah minimarket. Nenek itu melihat ketulusan Dokgo dan memberinya pekerjaan di minimarket tersebut.
Dari situlah cerita mengalir. Dokgo yang panampakannya seperti beruang dari musim dingin, dengan suara yang kasar dan gagap karena sebelumnya tak pernah bicara, bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang yang tanpa sadar mengubah jalan hidup mereka.
Ada juga kisah seorang gadis yang tak tahu ingin jadi apa di masa depan, seorang ibu yang tidak bisa berkomunikasi dengan anaknya, seorang lelaki pegawai kantoran yang merasa rendah diri dan tidak diterima oleh istri dan putri kembarnya, juga seorang penulis putus asa yang hampir menyerah karena merasa tidak lagi bisa menghasilkan karya yang bagus.
Kim Ho-Yeon membuat cerita menarik karena menyisakan satu misteri terbesar dari semua karakter itu. Ia membuat pembaca bertanya-tanya siapakah sebenarnya Dokgo? Karakter unik Dokgolah yang menjadi jantung dari buku ini, karena Dokgo mucul dan bertemu karakter-karakter yang datang ke minimarket.
Tokoh-tokoh dalam cerita ini bukanlah karakter-karakter yang sempurna. Semuanya punya permasalahan dan seolah-olah ia menjadi tokoh-tokoh antagonis bagi tokoh lainnya. Namun justru itu yang membuat ceritanya menjadi menarik dan hangat.
Kisah-kisah mereka seperti jendela dan cermin. Bukankah di dunia ini semua berpotensi menjadi tokoh antagonis bagi orang lain? Sebab memang sebagian manusia adalah ujian bagi manusia lainnya.
Rasanya cocok jika buku ini rilis ketika dan pascapandemi. Sebagai healing di masa bangkit. Sebagai teman pulih setelah dunia dicekam pandemi dan orang-orang bertahan untuk tetap waras di tengah berbagai macam tekanan keadaan.
Tidak mudah menyusun bacaan ringan sekaligus bermakna, alih-alih menghibur, kadang sebagian malah terjebak membosankan. Namun, seperti yang diucapkan salah satu tokohnya dalam buku ini, “Menulis tanpa berpikir itu hanya mengetik, bukan menulis karya.” Terlihat sekali buku ini telah melewati proses berpikir dan merenung.
Stempel 15+ di sampul belakang benar-benar menandai sebagai buku yang aman untuk dibaca. Narasi-narasi hangat bertaburan dalam tiap halaman, dan cara Kim menutup setiap bab, membuat perasaan lega ketika ingin membuka bab baru, atau menutup buku untuk di lanjutkan kembali di lain waktu.
______
Penulis
Shabrina Ws, penjaga lapak buku Kolibri. Menulis novel, cerpen, puisi dan bacaan anak.
Kirim naskah ke
redsaksingewiyak@gmail.com