Puisi Zulfadhli
Berjalan di Pelupuk Kenangan
(Mengenang cerita nenekku, tentang segerombolan pemberontak, menyatroni orang-orang kampung, mengambil harta benda dan ternak, suatu waktu dulu).
Berjalan-jalan di pelupuk kenangan
Ia mengeja peluru yang jatuh dari bumbungan rumah
Mengapa selaksa tawa
Tak bisa membuncah kegetiran?
Langkahnya terhenti di petilasan rumah bertingkat
Pintunya mengurat rayap
Daun jendelanya timbunan sayap kupu-kupu
Apa yang bisa menghilangkan kenangan,
Selain dari mendakwakan kenangan itu sendiri?
Ia tersedu
Lalu tertatih menjauh.
Pemakluman
Akankah suratku sampai?
Sedangkan kantor pos ini begitu tentramnya.
Angin-angin pun tak sudi melintas.
Kau katakan tentang khabar
Sebuah pemakluman lewat kata-kata dan untaian doa
Kau harapkan di penghujung usia
Jelang menua
Kini aku takut pada diriku sendiri
Bukan kehabisan dawat
Atau lembaran papyrus
Aku hanyut di perairan bergelombang
Kau tumbuh di pelukan bukit
Di belanga mana kita berpadu?
Tentang Huruf
Huruf-huruf itu harus beratur
Tegaknya lurus
Jangan terlalu panjang
Menekannya jangan terlalu keras
Bisa robek kertasmu
Begitu juga, jangan terlalu lembut
Hurufnya jadi tidak nampak
Alunkan jarimu selazimnya
Jangan keluar dari kotak-kotak
Aduh, jangan terlalu pendek!
Begitu pesan Bu Guru itu di depan kelas
Yang diingatnya sepanjang tahun
Sehingga, halaman bukunya polos sampai sekarang.
Bagansiapiapi, 11 Agustus 2023
________
Penulis
Zulfadhli, lahir 18 September 1981, adalah sastrawan di Rokan Hilir (Rohil) Riau yang sehari-hari menjalani profesi sebagai wartawan harian Riau Pos. Merupakan nominator Ganti Award (2006) dengan judul novel Kehilangan Jembalang, meraih Anugerah Jurnalistik Sagang (2012).
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com