Oleh Ust. Izzatullah Abduh, M.Pd.
Hidup sejatinya anugerah yang besar yang wajib kita syukuri. Di antaranya dengan menjadi manusia yang gemar menebar manfaat dan maslahat untuk manusia lainnya.
Islam tidak membenarkan bahkan mencela pribadi-pribadi yang bersifat individualis dan apatis.
Sebaliknya, Islam sangat mengapresiasi pribadi-pribadi yang gemar menebar manfaat untuk sesama. Dan hal ini termasuk amalan yang nilainya sangat tinggi di dalam Islam.
خيرُ الناسِ أنفعُهم للناسِ
"Sebaik-baik manusia adalah ia yang banyak berkontribusi menebar manfaat untuk manusia lainnya." (HR. Ibnu Hibban, dengan derajat hasan menurut Al-Albani)
أحبُّ الناسِ إلى اللهِ أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
"Manusia yang paling dicintai Allah adalah ia yang banyak berkontribusi menebar manfaat untuk manusia lainnya." (HR. Thabrani, dengan derajat shahih menurut Al-Albani)
Menjadi manusia yang bermanfaat bisa dimulai dari hal yang paling sederhana, yang paling kecil hingga ke hal yang paling besar. Kembali berdasar kemampuan dan kesanggupan setiap individu.
Tidak harus nampak kelihatan, karena menebar manfaat bisa saja dilakukan di balik layar.
Dalam sejarah Islam, kita mengenal banyak tokoh-tokoh besar. Seperti khalifah ini, khalifah itu, dan seterusnya. Namun sangat sedikit di antara kita yang memahami bahwa di balik khalifah-khalifah itu ternyata ada tokoh lain yang memiliki peran dan bahkan menjadi faktor utama atas munculnya setiap kebijakan khalifah, dan atau naiknya khalifah ke tampuk kekuasaan.
Pada periode awal abad hijriyah dan mau memasuki periode kedua abad hijriyah, di sana ada tiga pilar manusia yang sangat dikenal karena keilmuannya dan keteguhannya di atas agama Allah subhanahu wata'ala, yaitu Muhammad bin Sirrin di 'Iraq, Qashim bin Muhammad bin Abu Bakar di Hijaz, dan Roja bin Haywah di Syam rahimahumullah jami'an.
Dari ketiga ini, kita akan mengupas salah satunya, yaitu Roja bin Haywah rahimahullah.
Roja bin Haywah dikenal sebagai seorang yang 'alim (ahli ilmu), yang faqih, yang zuhud, dan seorang muhandis (insinyur/arsitektur).
Beliau pernah mengungkapkan sebuah wejangan yang sangat indah,
"Alangkah bagusnya Islam apabila dihiasi keimanan. Alangkah bagusnya keimanan apabila dihiasi ketakwaan. Alangkah bagusnya ketakwaan apabila dihiasi ilmu. Alangkah bagusnya ilmu apabila dihiasi amalan. Dan alangkah bagusnya amalan apabila dihiasi kesantunan dan kelembutan."
Roja bin Haywah hidup membersamai beberapa khalifah dari kalangan Bani Umayyah. Beliau menjadi menteri sekaligus penasihat untuk khalifah.
Di masa-masa itu, beliau pernah didatangi oleh seseorang yang tidak dikenal. Ia datang memberi nasihat kepada Roja bin Haywah,
"Wahai Roja, sesungguhnya kamu diuji dengan orang ini (yakni khalifah). Kedekatanmu dengannya bisa membuahkan kebaikan yang besar dan juga bisa membuahkan keburukan yang besar. Maka bertakwalah kepada Allah! Jadikanlah kedekatanmu dengannya membuahkan kebaikan untuk dirinya, dirimu dan manusia lainnya."
Nasihat yang membuat Roja bin Haywah semakin mantap dan teguh di atas kebenaran. Tidak pernah takut menyampaikan nasihat yang benar kepada khalifah.
Di masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan rahimahullah, Roja bin Haywah diberi tugas untuk merenovasi dan memperbarui Masjidil Aqsha. Roja diberi modal (anggaran) yang sangat besar untuk hal tersebut. Roja dibantu oleh temannya bernama Yazid bin Salam rahimahullah.
Ketika renovasi selesai, ternyata modal itu masih berlebih. Roja dan Yazid bermaksud mengembalikan modal tersebut ke khalifah. Namun khalifah mengirim utusan untuk menyampaikan bahwa kelebihan modal itu adalah hadiah untuk Roja dan Yazid.
Roja pun berkata,
"Sungguh kami tidak akan mengambil sepeser pun dari uang ini. Kalau pun kami mau, kami akan mengambil harta-harta kami di rumah, melepas perhiasan istri untuk keperluan Masjidil Aqsha."
Khalifah pun senang mendengar tanggapan Roja, yang menunjukkan betapa zuhudnya beliau terhadap dunia. Tidak tamak dan rakus. Dunia di depan matanya, namun beliau berpaling darinya.
Ahirnya khalifah memerintahkan supaya sisa modal itu digunakan untuk menghiasi dinding-dinding Masjid dan kubahnya dengan emas dan sebagainya.
Sepeninggal khalifah Abdul Malik bin Marwan, Roja kemudian membersamai khalifah berikutnya, yaitu Walid bin Abdul Malik rahimahullah.
Bersama khalifah, Roja pernah mendatangi Kota Madinah untuk keperluan perluasan Masjid Nabawi.
Ketika khalifah datang, orang-orang yang berada di Masjid semuanya diminta keluar. Karena khalifah ingin memantau dan melihat ukuran masjid waktu itu. Kecuali ada satu orang yang tetap duduk di tempatnya. Ia enggan beranjak dari tempatnya, sekalipun sudah diingatkan bahwa ada khalifah di Masjid. Ia pun diingatkan supaya menghadap dan menyapa khalifah. Ia justru berujar,
"Saya datang ke Masjid ini adalah untuk menghadap Allah, Rabb-ku. Bukan untuk menghadap manusia."
Di sini Roja bin Haywah berperan memberikan pengertian kepada khalifah agat tidak terbawa emosi. Roja berkata,
"Wahai amirul mukminin, sesungguhnya dia adalah Sa'id bin Musayyib, seorang tokoh di kota ini, ia ahli ilmu yang dihormati dan disegani. Pandangan matanya sudah melemah, mungkin ia tidak menyadari kedatangan kita kesini."
Mendengar itu, sang khalifah berkata,
"Kalau begitu, kitalah yang seharusnya mendatangi beliau."
Di masa berikutnya, sepeninggal khalifah Walid bin Abdul Malik, Roja bin Haywah membersamai khalifah Sulaiman bin Abdul Malik rahimahullah.
Disinilah Roja bin Haywah berperan penting dan menjadi faktor utama di balik naiknya seorang 'Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah sepeninggal Sulaiman bin Abdul Malik.
Di penghujung hayatnya, Sulaiman bin Abdul Malik mengalami sakit, yang beliau rasakan sakitnya itu akan membawa pada kematian.
Sehingga beliau pun menulis wasiat dan memanggil Roja bin Haywah untuk dimintai nasihat dan pendapat.
"Wahai Roja, aku berniat menulis wasiat untuk menentukan khalifah berikutnya sepeninggalku. Aku berwasiat untuk putraku Ayyub. Bagaimana pendapatmu?"
Roja menjawab,
"Wahai amirul mukminin, putramu Ayyub masih kecil, masih kanak-kanak, ia belum bisa membedakan salah-benar, baik-buruk. Kekhalifahan ini belum layak untuknya."
Sulaiman bin Abduk Malik berkata,
"Bagaimana kalau putraku Dawud?"
Roja menjawab,
"Wahai amirul mukminin, putramu Dawud sedang berada di medan jihad, kita tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah syahid."
Roja mengeliminasi setiap nama yang diajukan oleh Sulaiman bin Abdul Malik. Sebab Roja menunggu satu nama yang diinginkannya disebut oleh Sulaiman. Hingga ahirnya, Sulaiman berkata,
"Bagaimana menurutmu jika 'Umar bin Abdul Aziz?"
Roja menjawab,
"Ia adalah seorang yang alim, seorang yang mulia, seorang yang sangat religius."
Sulaiman pun menuliskan nama 'Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah penggantinya.
Roja bin Haywah keluar membawa surat tersebut di hadapan keluarga Bani Umayyah dan kaum muslimin. Beliau menerangkan,
"Ini adalah surat wasiat dari khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, di dalamnya sudah ditulis nama khalifah pengganti beliau. Maka berbai'atlah kalian semua menerima siapapun nama yang tertulis."
Roja pun memanggil komandan pasukan bernama Ka'b bin Hamis untuk bersiap memenggal leher kalau-kalau ada orang yang menolak.
Ketika surat dibuka dan dibacakan. Tersebutlah nama 'Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah berikutnya.
Saat itu 'Umar bin Abdul Aziz berucap,
"Inna lillah wa inna ilaih roji'un."
'Umar bin Abdul Aziz rahimahullah menganggap kekhalifahan sebagai cobaan bukan anugerah. Sehingga yang terucap dari lisan beliau adalah kalimat istirja'.
Di masa 'Umar bin Abdul Aziz sejarah mencatat bahwa kehidupan saat itu sejahtera, makmur, dan dipenuhi dengan keadilan. Semua orang hidup dalam kebercukupan.
Ketika beliau mengutus Yusuf bin Said ke Afrika dengan membawa harta dari baitul mal (kas negara) untuk dibagikan ke orang yang membutuhkan. Ternyata disana semua orang hidup berkecukupan. Sehingga harta tersebut dikembalikan lagi ke baitul mal.
Dan juga ketika beliau mengutus Hamid bin Abdurrahman ke 'Iraq untuk membagikan harta ke orang yang membutuhkan. Ternyata disana semua orang hidup berkecukupan. Sehingga harta tersebut dikembalikan lagi ke baitul mal.
'Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai khalifah yang adil, meski hanya dua tahun menjadi khalifah.
Di masa beliau baitul mal (kas negara) overfull saking banyaknya. Banyak kaum muslimin yang membayar zakat dan berwakaf.
Sampai-sampai kemudian beliau membuat kebijakan supaya rakyat-rakyatnya yang punya utang dilunasi oleh pemerintah.
Dan rakyat-rakyatnya yang masih bujang belum menikah diberikan modal supaya bisa menikah dan berumah tangga.
Dan juga rakyat-rakyatnya yang ingin berwirausaha, berdagang diberikan pinjaman modal tanpa ditarik bunga sedikit pun.
Dan di balik masa kekhilafahan 'Umar bin Abdul Aziz yang adil, makmur, dan sejahtera ada MAN BEHIND THE SCENCES yaitu Roja bin Haywah, yang mana beliau berperan atas naiknya 'Umar bin Abdul Aziz menjadi seorang khalifah.
Berkaca dari Roja bin Haywah, setiap kita sejatinya memiliki peran yang sama seperti beliau.
Ketika kita diberi hak untuk bersuara, berpendapat untuk menaikkan seseorang ke tampuk kekuasaan. Maka pastikan kita bersuara untuk orang yang memang nantinya bisa membawa perubahan ke arah yang positif, ke arah yang lebih baik. Sehingga kita pun mendapat pahala jariyah dari setiap kebaikan yang dilakukannya.
Pastikan hak suara kita tepat sasaran yang akan membuahkan manfaat dan maslahat yang besar.
So, jadilah orang di balik layar yang tepat, yang kelak apabila datang hari pertanggungjawaban, kita bisa mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah subhanahu wata'ala.
{ أَلَا یَظُنُّ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ أَنَّهُم مَّبۡعُوثُونَ (4) لِیَوۡمٍ عَظِیمࣲ (5) یَوۡمَ یَقُومُ ٱلنَّاسُ لِرَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ (6) }
"Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam." (QS. Al-Muthaffifin: 4-6)
Demikian, semoga bermanfaat
Barakallahu fikum.
________
Penulis
Izzatullah Abduh, M.Pd., Pengisi Kajian Kitab At-Tazkiyah Masjid Ar-Rauf Green Andara Residence,
Depok.