Puisi Rifqi Septian Dewantara
Aku Sibuk untuk Lahir, untuk Pergi
Lagi; satu buku sebelum tidur, lewat mimpi yang mengejar hidup. Aku tidak punya kata-kata di bawah sana, kesadaran meninabobokan diriku pada 1998
Kemudian aku terbangun, bersama 32 tahun kepala negara; turun. Entah bernyanyi memanggil kepergian, atau menyiasati tanggal-tanggal kepulangan
Di sini, seorang aku; menulis puisi dan membekap payudara ibu. Dari kota yang kehilangan papan. Dari kota yang kehilangan mapan — balik
Aku membadik, arah menangis; hardik
Aku kembali dari cengkeraman senjata. Hutan. Codet. Membelot dalam desing kesunyian
Aku mendesis kepalan ini mengeremus cobaan itu dan nanti
Aku meringis, kepalang diri menyudahi kehidupan itu dan nanti
Di singgahan kuburan; denda pati.
ada keraguan
di ujung bantal
ia selalu bermimpi kelabakan
Aku mau susu lagi; hari ini
tetapi payudara ibuku
dirampas oleh tuan pembungkus kardus
orang-orang itu mempergauli ibuku.
Mimpi-mimpiku, di buku-buku puisiku
Hari ini aku menangis lagi,
tidak minum susu lagi,
tidak tidur lagi
Hari ini aku berkemas lagi, memelas lagi,
lahir dan pergi kembali, itu dan nanti; jadi mati.
2023
Program Singkat 28 Kg
Memasang puing metal di dalam tubuhku, seperti melewati aroma kematian masa depan
Kutinggalkan sejenak 28 kg tubuh ini di Jalan Banda, lalu kubiarkan diriku menjadi orang gila yang menerobos kehidupan
Di hari itu, apa yang bergerak di kaki — tidak menjadi pagi lagi.
2023
Borneo
Kini derita,
sehitam legenda
insan pendatang bangsa
datang dari peta ketamakan
Kini,
tinggallah sekian
berpulanglah orang utan
Terus lahap! tanpa sisa
lebur-tembus! hunus!
enggan kubur! lebur!
Terimalah dendam ini, anak-anakku
leluhur meronta-ronta
kemajuan lahan tambang,
melunjak saja!
Tulislah sajak ini
sebelum binatang mati
tulislah satu puisi
sebelum tamat kehidupan ini
Saudagar-saudagar
di mana pun kau mengerabik
ingatlah hari ini!
tempel kelapa sawit di mana saja,
asal jangan di karangan sajak
2023
________
Penulis
Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur Mei 1998. Karya-karyanya pernah tersebar di beberapa media online dan buku antologi puisi bersama. Kini, menetap di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook: Rifqi Septian Dewantara.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com