Puisi Andi Wirambara
Mencatat Rindu dari Magetan
jikalau rindu perlu notula
maka pada tipis kabut,
kucatatkan untukmu
deru klise tersebut
pada garis jumpa
tengah dan timur
di mana celah hutan-hutan
dengan pipi semu tersipu
meminta pagi
tak pernah terbit ragu-ragu
kamu bisa menjadi hutan,
kamu bisa menjadi kabut
kamu juga bisa menjadi seutuh-utuh
rindu yang menempias
di sunyi hutan dan kabutku.
(Magetan, 2018)
Sebelum Tubuhku Benar-benar Ambruk
aku terbangun dalam keadaan benang
di otakku menyala-nyala
berwarna-warna dalam remang cuaca
bau minyak kayu putih menguap ke atas langit
kemudian menjatuhkan pelukan-pelukan
sebagai hujan yang meniru hangat
senyummu yang genahar
nanti, atau barangkali esok
jika tubuhku benar-benar ambruk
demi remuk guling dan kusut selimut
biarlah kutumbalkan segala puisi rindu
pecah di lantai
dan merekat kepingnya satu-satu
menjadi mataku dan matamu
sebagai sepasang antibiotik
dan paracetamol
yang saling memandang.
(Malang, 2014)
Surat dan Ketukan Pintu
Katakan, bahwa segala ketukan pintu di hatiku adalah sia-sia.
Dan gagang pintu telah usang. Mendebukan namamu.
Sekarang, kubuka lagi jendela
tempat pertama pagi mengenalkanku kepadamu.
Kepada kekosongan di pagi-pagi lain.
Jendela itu, katamu, tempat terbaik melihat terbit pagi.
Namun belakangan, aku tahu, pagi melihatmu sebaliknya.
Hingga malam turun, aku hanya mampu memanggil
dan memanggul tatapanmu di muka daun-daun basah.
Daun yang ditumbuhi embun kemudian merayap ke jendela
namun kala kusibak tirainya, kau sudah tak ada.
Di balik jendela ini, layar ponselku mematikan sinyalnya sendiri.
Barangkali, seperti kau. Jika aku yang datang.
Maka kupecahkan jendela ini. Lalu wangi bulan berbondong
masuk ke kamarku. Bulan pun. Ke pangkuan dan berkisah,
mendongengiku tentang pangeran yang pergi ke istana,
namun tak pernah singgah.
Sekadar melesakkan panah berisi surat-surat
yang kubaca dengan braille air mata. Kusesap dengan keheningan.
Sambil menantimu kembali. Untuk kukembalikan surat ini.
Sebagai panah balasan, yang akan mampir di dadamu.
Dan tentu kau takkan pernah membalasnya lagi
(2023)
_______
Penulis
Andi Wirambara, lahir 24 September di Ambon dan berdomisili di Malang. Praktisi hukum yang menyenangi sastra. Karya-karyanya telah dimuat di sejumlah media nasional dan lokal baik cetak maupun daring. Karyanya juga terhimpun pada sejumlah buku antologi bersama. Buku tunggalnya yang telah terbit: kumpulan puisi Harmonika Lelaki Sepi (2010), kumpulan cerpen Sekeping Tanda (2011), kumpulan puisi Lengkung (2012), dan kumpulan cerpen Tentang Pertemuan (2014).
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com