Puisi Gusti Fahriansyah
Ranjang Tua
Di pintu kamar, cahaya mengintip
Jam memutar kenangan
Menunjuk mainan gantung
Yang disimpan rapi
Dalam kotak penuh kesunyian
Dongeng kembali diputar
Ada tawa kecil melompat-lompat
Melewati sungai, taman, serta surga
Sebelum usia mengirim arsitektur
Hiruk-pikuk kota dan puruk-parak kita
Di ranjang lengang serta keras
Kenangan dan masa depan berdebat
Sedang masa kini
Melempar keringat penuh nasib
Sambil meratap remang di balik pintu
"Apakah itu ibu?"
Sumenep, 2023
Habis ini
Habis ini:
Dari halaman rumah
Melaju ke suatu tempat
Menuju tempat lain
Merasakan deru juga duri
Yang tak pernah ditetapkan
Tak diharapkan jadi penerang jalan.
Habis ini:
Jalan tak pernah kehabisan darah
Dan jantung mesti mencari
Cara berdegup dari hari ke hari
Dari serasa lumpuh jatuh di tubuh
Atau mata doa yang tak henti
Meleleh di belakang pintu
Habis ini:
Kaki telah usai berkunjungan
Kepala taburkan jalan ingatan
Rambut juga sudah mengering
Dan kulit sangat hafal
Macam-macam hembus angin
Habis ini:
Tidak ada hambal
Apalagi pelukan
Waktunya tidur!
Sumenep, 2023
Telepon dari Dapur
Ibu punya cara merakit masa purba
Dengan bebauan rempah setengah matang
Kepul uap nasi jagung meninju wajah
Menghempas bekas lamun subuh
Aku ingin jumpa sekali lagi
Sekali ketika tubuh terjerembap
Berlindung dari peluru nasib
Di kota tak kenal wajah tetangga
Sekali ingin menyajikan ke ibu ba'da subuh
Foto dapur yang kerontang sunyi
Namun mesti kulahap leleh mata
Pada suara parau di panggilan malam hari
Sumenep, 2023
________
Penulis
Gusti Fahriansyah, lahir di Situbondo Jawa Timur. Menulis puisi dan cerpen yang disiarkan di beberapa media cetak/online. Kumpulan puisi pertama berhasil terbit di Hyang Pustaka dengan nama “Mata Kronik”. Kini ia menetap di Sumenep Madura.
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com