Sunday, June 16, 2024

Novel | Salim Halwa (Bab Terakhir) | Syamiel Dediyev

Novel Syamiel Dediyev



Bab Terakhir


4 Mei 2020

"Salim, kita udahan ya," ujar Fani dengan berat, kemudian pergi berlari menjauhiku, meninggalkan sebuah handbag oranye hitam.


Seharusnya hari ini adalah hari terindah, hari di mana seragam putih abu-abu akan menjadi artefak sejarah. Hari di mana gelak canda, tangis, dan bahagia bersatu merayakan pengumuman hasil kelulusan di hari sebelumnya tanggal 3 Mei 2020. Semua bergembira merasakannya. Namun, bagiku ternyata ini menjadi hari yang rasanya bercampur aduk saat seseorang gadis pamit mengakhiri hubungannya tanpa ada kata pradiskusi terlebih dahulu. Sekejap datang, berucap, kemudian pergi berlari. Aku hanya bengong, terdiam, meski kisah ini sudah aku perhitungkan sejak awal kita memutuskan untuk  sepakat dalam satu rasa.


"Hai, Badut!" ujar Halwa keras menggodaku sambil menepuk pundakku dari belakang. "Akhirnya, apa yang aku ucapkan kemarin benar kan? Kamu hanya akan menjadi Badut Salim," tambah Halwa memancing amarahku. Sepertinya Halwa memperhatikanku sedari tadi. 


"Bila harus menjadi badut, Aku akan rela menjadi badut jika itu bisa membuatnya bahagia," jawabku. "Tapi aku badut yang manis karena aku pernah memiliki seorang idola sekolah. Dan engkau tahu Awa, itu adalah sebuah track record yang keren, haha," tambahku.


"Dasar!" balas Halwa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.


Akhirnya, satu gadis telah memilih hidupnya. Bagaimanapun aku harus menghargai pilihannya. Lagian terlalu berharap lebih hanya akan membuatku terpenjara dalam rasa kagum. Hanya bisa melihatnya tanpa mampu memilikinya. Kita seperti berada di dalam penjara ruang kaca yang besar, hanya bisa melihatnya, namun tak bisa menyentuhnya. Benar kata Ery dulu, "Kamu yakin sama anak satu ini?" Bisik hatiku teringat masa itu. Saatnya bangun mengukir cita-citaku sendiri. 


Saat ini, tinggal satu gadis yang entah aku pun tak tahu kisahnya nanti. Apakah akan tetap bersamaku ataukah akan pergi sama seperti Fani. Meski dalam hatiku berkata "Please! Bisakah engkau singgah dan menetap, karena aku dan kamu sudah saling mengenal begitu lama dan akrab". 


Membangun kembali sebuah hubungan dengan orang baru akan sedikit merepotkan. Aku tak tahu gadis itu seperti apa masa lalunya, dari mana harus memulainya dan bagaimana bila berhadapan dengan kisah cinta masa lalunya. Jangan sampai sudah terbina sedemikian rupa kemudian kembali pada cinta masa lalunya. Tentu, itu akan membuat sakit. Di sisi lain kisahku dengan Fani mungkin sedikit melunturkan rasa di hati gadis itu. Aku agak kikuk menghadapinya.


"Makan, yuk! Aku laper pengen yang seger-seger, tapi gak mau Bakso Aci Akang, aku bosan!" ajak Halwa dengan manja.


"Oke deh, tapi ke mana?" jawabku balik bertanya.


"Gimana kalo Mi Ayam Bakso Tetelan Pertama yang samping Warung Upnormal itu loh," usul Halwa dengan manis.


"Yang mana itu? Bukannya bakso tetelan yang deket Hotel Ratu itu?" jawabku pura-pura tak tahu.


"Bukan, yang arah alun-alun itu!" jawab Halwa kesal. 


"Oh, oke deh, siap sahabatku. Apa pun yang kamu mau hari ini, mari kita bersyukur!" jawabku semangat.


Kita pun melaju menuju tempat yang telah disepakati. Hari ini jok dan helm motorku kembali ke pemiliknya kembali pada settingan awal. Seseorang yang sempat hilang berganti peran, kini pun kembali menjadi peran utamanya. Dunia kembali ceria. Bunga pun mulai mekar. Lebah dan kupu-kupu pun akan datang menghampiri. Demikian dia hari ini, kembali di saat dia pertama kali bertemu denganku, gadis yang ceria dan manis.


***


"Rame juga ya? " tanyaku pada Halwa. 


"Aku belum pernah ke sini, makanya mau nyoba," jawab Halwa penasaran.


"Selamat siang Bang, ganti lagi nih ceweknya?" tanya Yanto pelayan warung bakso. Aku lihat mata Halwa langsung tajam menatapku. 


"Diem ah! Aku pesen yang biasa ya, oke! Jangan yang pedes-pedes" ujarku kepada si Yanto. 


"Siap Bang," balas Yanto.


"Halwa, ngomong-ngomong jadi daftar ke UMY?" tanyaku.


"Insyaallah, Farmasi. Semoga lolos. Oh iya, Salim, Kamu jadi ke anastesi di Poltekkes Jogja?"


"Insyaallah, kampusnya gak jauh kok dari UMY." 


"Kamu nanti ngekos?"


"Sebenernya ada asrama, tapi kayaknya aku tinggal di rumah Pak De. Soalnya aku disuruh nemenin mereka sama Mamah, deket kok cuma 15 menit dari kampus UMY."


"Hmmm bosan, nanti ketemu kamu terus dong?"


"Segitunya sama aku Awa, apakah aku separah itu?" 


"Aku hanya bercanda. Kamu adalah sahabat terbaikku. Aku gak pernah bosan, paling juga kesal."


"Kesal kenapa?" 


"Karena kamu jahat!" jawab Halwa.


"Janji yah, Salim, jangan tinggalin aku lagi saat aku butuh."


"Insya Awa, kita kembali ke nol yah, jangan ada lagi pertikaian, tangisan, dan kesal di antara kita."


"Kayak pertamina aja. Tapi, terima kasih, ya Salim. Jangan lupa nengok aku minimal seminggu sekali!"


"Biar apa?"


"Setidak-tidaknya bisa anterin aku loundri baju, hahaha."


"Haha. Kamu tuh selalu bisa melucu. Terima kasih untuk persahabatan selama ini. Di saat bosan dan kesal, kamu tetap sabar menghadapiku." 


"Aku pasti merindukanmu, Salim."


"Kayak kita bakalan jauh aja, kampusmu deket." 


"Meskipun dekat kalo bukan prioritas pasti akan lupa." 


"Kamu adalah sahabatku. Tentu kamu prioritasku, percayalah"


Halwa pun kaget mendengar jawabanku. Meski jawabanku seperti sebuah lobi basa-basi nan garing. Sejujurnya memang Halwa adalah pioritasku dari dulu. Cantik  itu relatif, tapi yang menyenangkan itu unik. Kadang posisinya bisa mengalahkan seseorang yang cantik karena hidup butuh hiburan dari penatnya kehidupan. Wanita yang menyenangkan akan membuat kita lebih bahagia. Karena kecantikan fisik akan memudar dengan usia, namun kecantikan hati akan bersinar dan bisa lebih bersinar lagi di masa depan.


"Terima kasih untuk kisah kita di masa lalu. Semoga segala mimpi dan harapan kita bisa terlaksana di masa depan." Aku pamit. Halwa menjawab dengan anggukan dan mata yang berbinar.


"Ingat, jangan tinggalin aku lagi," uajr Halwa.


"Iya, aku janji," balasku kepada Halwa diiringi senyum manisnya.


Hari ini memang diawali dengan sendu, namun hadirnya sahabat sejati, kesenduan itu pun akhirnya menepi dengan sendirinya. Berganti canda dan ceria saat kita bersama seorang sahabat yang sudah mengerti apa mau kita, apa yang kita rasakan, dan apa yang kita inginkan. Bersama sahabat, sepedih apa pun dunia, masih ada yang setia menemani. Meskipun dalam sebuah persahabatan, ada fragmen-fragmen pertikaian kecil yang menyulut konflik. Bila tak pandai bersepakat maka sebuah persahabatan akan bubar. Bagaimanapun masa lalu adalah kumpulan cerita dan hari ini adalah realita, sedangkan esok adalah kumpulan doa-doa kebaikan dan harapan. Semoga esok kisah kami akan lebih hebat lagi.


Tamat!