Puisi Muh. Husen Arifin
Negeri Air
apabila engkau bangun dari tidurmu
tak menemukan air untuk memandikan tubuhmu
lalu engkau menggali tanah di kamarmu
sampai air matamu menggenangi seisinya
tersadar bahwa kamarmu berisi kesedihan
panjang dari perjalanan hidup di negeri pemerasan
bola matamu membengkak bagai bulan tak bercahaya
tanganmu sudah berupaya, memanjang
walau bukan seperti koruptor memenggal uang
rakyat cuma-cuma, engkau tak
menjelma laiknya mereka yang bergerak
membakar impian anak-anak
negeri yang berulang-ulang mencari air tak
sampai-sampai, tak ada yang membantu sejak
dahulu sebelum pemilihan sampai ke pemilihan
Bandung, 2024
Negeri Api
pohon-pohon tersisa kenangan
tak selembar daunan berkelindan
tiada yang terselematkan
pada setiap tangisan-tangisan
mereka yang menunggu kesia-siaan
seperti kehidupan yang terbakar
oleh isu-isu negeri tanpa kabar
tiba-tiba memungut iuran
berbaju pekerjaan
Bandung, 2024
Aku Berlindung
aku berlindung lagi
setelah datang erupsi
menghantam rumah ini
aku berlindung lagi
setelah berita korupsi
tersiar di televisi
aku berlindung lagi
setelah nasib rakyat
terombang-ambing
antara ukt, bpjs, dan tapera
ke mana lagi aku berlindung
jika di negeri ini harga sembako
selalu diputar-putar bagai lagu koplo
dan perutku terbalut sarung
Bandung, 2024
Sebatas Luka di Negeri Culas
cita-cita kami kandas
gaji pekerja terus terkuras
program baru negeri tiba-tiba
mengikat leher dan kami tak berdaya
andai kami turun ke jalan
menyuarakan hak hidup
terngiang nasib marsinah di pikiran
lantas kami menghirup
kesakitan yang tak berujung
kami tak mampu melenggang
ke ruang ramai dengan tegak
kami memasuki lorong kehampaan
pengap dan petaka
di bawah hujan sia-sia umpatan
sebab kami lelah berlindung
di ketiak demokrasi nan murung
Bandung, 2024
Negeri Sehat
Sebab kami dilarang sakit
Kami dilarang kuliah tinggi
Kami dilarang membeli rumah sendiri
Kami dilarang membeli emas asli
Kami dilarang kaya di negeri sendiri
Bandung, 2024
Skandal Getir
Di antara menonton televisi
Dan membaca berita di gawai
Aku menghabiskan segelas kopi
Di dalam renungan diri
Korupsi mantan menteri berkali-kali
Tak ada jera dan sungguh-sungguh ngeri
Muncul 300 triliun karena timah
Muncul 109 ton emas palsu
Muncul tafsiran-tafsiran baru
Mereka nakal karena menyatu dalam aturan
berselimut nepotisme dengan matang
ternyata mereka punya celah
bersiasat pura-pura dan berbohong
lalu sakit perut dan muntah-muntah
duh, ternyata gelasku sudah kosong
esok akan muncul kegetiran apalagi
aku ingin menyeduh kopi
sebelum berlama-lama mandi
di hari menjelang terbenam matahari
Bandung, 2024
_______
Penulis
Muh. Husen Arifin, aktif sebagai tenaga pengajar di Kota Bandung. Buku puisinya Pangandaran Kopi Perjalanan (2023).
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com