Friday, August 2, 2024

Puisi-Puisi Yogarta Awawa Prabaning Arka

Puisi Yogarta Awawa Prabaning Arka



Rotasi Karma


semenjak busur lidah piawai menancapkan anak 

panah nanah ke hati yang pasrah, kalkulator semesta 

mengkalkulasi rotasi karma. di langit, malaikat jadi 


ahli geometri yang menghitung keliling lingkaran

nasib. kita mengorbit dalam pusaran rasa sakit

seperti bulan terikat tali gravitasi bumi.


relativitas waktu membuat adegan dari masa lalu

mengurung kita dalam tempurung ruang lengkung.

kita mengapung sepanjang renung, menghitung


ujung denyut jantung. perlahan putaran kehidupan

membalikkan sampan yang membawa kita menuju 

masa depan. angan-angan yang disimpan dalam 


tempayan berhanyutan sepanjang haluan. sungguh, 

kita belum siap tidur berselimutkan kain kafan; 

jiwa kita yang pesakitan sedang rawat jalan


menjalani kemoterapi keimanan untuk menghambat

pertumbuhan sel-sel kehampaan. kesunyian

menginfuskan firman dalam urat nadi kita 


yang membutuhkan suntikan keyakinan. dalam 

helaan amin, kita temukan tikungan ketakwaan

yang membelokkan nasib ke tiang salib.


Palmerah, 2024



Writer's Block


ia makhluk mitologi yang mencuri diksi 

dari benak penyair. ia musabab penyair 

bersekutu dengan nikotin atau kafein


mencari kata-kata yang hilang dicuri

sampai rubuh di tepi subuh. ia bukan

pencuri yang mencari imbalan materi,


tetapi pendengki yang hatinya tersayat

belati jika puisi tumbuh seperti padi.

tangannya yang sebesar trembesi


melemparkan diksi-diksi yang telah dicuri

ke tumpukkan jerami. untuk mendapatkan 

diksi itu kembali, kau harus menggali pedih 


luka dengan raut muka putus asa.

seolah kata-kata yang jadi urat nadi puisi 

diiris tipis-tipis dari pusat ngilu ulu hatimu.


begitulah cara sang penggali makna

berjumpa kembali dengan anak-anak

rohaninya. puisi sejati tak berhenti 


tumbuh karena satu atau dua benih diksi

hilang dicuri. ia adalah taman atman, tempat pohon

jiwamu tumbuh menggapai langit-langit permenungan.


Palmerah, 2024



Memetik Putik Puitik


kersik daun kering adalah musik 

di musim paceklik 


kepadamu angin menghardik:

jangkrik tak lagi berderik!


malam jadi kehilangan ritmik,

latar kesepian yang impresionistik 


kau masih saja memetik putik puitik

di kala puisi cuman jadi lipstik


dari hal-hal yang platonik

kau mengurai simpul profetik


kau tak memberi ruang dogmatik  

untuk ekspresi artistik paling arkaik


semuanya diketik dengan mesin tik

supaya bunyi tik tik menyatu dalam lirik


jemarimu mencabik huruf seolah orgasmik

seperti darwis hendak menggapai puncak mistik


inilah kutuk menjadi otentik pada laku estetik

jangan merasa heroik melakoni hal yang retorik


Palmerah, 2024



_______


Penulis


Yogarta Awawa Prabaning Arka bekerja sebagai Content Marketing di Kompas.com. Terkadang suka nulis puisi di Bentara Budaya Jakarta sehabis kerja.


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com