Tuesday, September 17, 2024

Proses Kreatif | Finansial Oke, Jabatan Oke, Cetak Buku Malah Bercanda!

 Oleh Encep Abdullah



Ada beberapa dosen hendak cetak buku. Sebagian bertanya panjang lebar. Alhasil, mereka hanya ingin cetak sebiji-dua biji. Ber-ISBN pula. Buat apa sih bukunya, Bang? 

Pertanyaan saya itu sebenarnya retoris. Sebenarnya saya tahu, kok, buat apa. Teman saya di Facebook menjawab “Buat naik pangkat. Ngejar angka kredit.” 


Anda sebagai dosen apakah tidak memikirkan nasib penerbit? Anda tidak pakai jasa edit penerbit, kover dibuat sendiri, cetak sebiji-dua biji, dan minta pakai ISBN pula. Bos, dikirim ke Perpusnas RI saja dua biji, satu biji ke perpustakaan daerah, satu biji arsip penerbit. Tidak cukup cetak sebiji-dua biji. Kadang ada juga yang cuma minta ISBN saja, bukunya malah tidak jadi cetak. Ini apaan, sih? Anda menulis buat apa, sih? 


Kalau niat Anda buat naik pangkat, ya Anda usaha keluar modal, dong. Kalau bisa, buku-buku Anda juga dicetak banyak biar ada manfaat buat umat. Bukan malah ngirit-ngirit, tapi kesejahteraan buat Anda (naik pangkat itu) jangka panjang, loh.  ISBN lagi susah, Bos, malah nyetaknya bercanda.


Coba Anda pikir-pikir dulu sebelum cetak buku. Apakah punya uang? Apakah naskahnya layak? Apakah untuk kepentingan komersial jangka panjang atau cuma iseng belaka atau mau berbagi kepada orang lain?

Soal layak tidak layak, bagi saya apa saja bisa diterbitkan jadi buku. Tapi, tidak semua naskah bisa didaftarkan ISBN. Mungkin baca saja tulisan saya yang lalu di NGEWIYAK. Sudah dua kali rasanya saya ngoceh masalah ISBN ini. Kali ini saya ngoceh lagi karena memang perlu saya sampaikan agar Anda—siapa saja, ya, bukan cuma dosen—berpikir masak-masak sebelum mencetak buku.


Bila Anda menulis buku hanya untuk pribadi lebih baik cetak sendiri di Mamang Fotokopian atau kalau punya mesin printer sendiri, cetak sendiri di rumah. Hal itu juga saya lakukan dulu. Ada sekitar empat buku yang saya cetak sendiri. Lalu, saya jilid pakai hard cover layaknya skripsi. Saya simpan buat arsip pribadi.


Dalam dunia penerbitan buku, ada banyak orang yang harus Anda kasih makan di sana. Tukang edit, tukang layout, tukang kover, tukang cetak. Oh, iya, ini kita sedang bicara penerbit self publishing ya, bukan penerbit lainnya. Kalau Anda belum tahu apa itu self publishing, silakan cari tahu dulu. Saya tidak mau menjelaskannya di sini. 


Kalau Anda penulis secara materi belum siap, juga bukan untuk kepentingan naik pangkat dsb., tapi Anda punya semangat dan niat tulus untuk membuat buku, saya akan bantu agar bisa mewujudkan mimpi Anda. Tapi, kalau Anda secara finansial mencukupi, jabatan Anda juga lumayan diakui, sudah wayahnya jangan cetak buku asal jadi dan main-main. Cetaklah buku Anda sebanyak-banyaknya agar apa yang Anda tulis bermanfaat untuk banyak orang. Kalau bisa bagi-bagi gratis kepada khalayak itu lebih baik—kalau Anda sudah tidak butuh keuntungan dari buku yang Anda tulis.


Saya juga sering kali mengedit naskah orang yang punya kapasitas atau berpengaruh. Namun, kadang mereka asal jadi terbit saja. Sebisa mungkin akan saya edit habis-habisan hingga buku tersebut layak dibaca meskipun mereka tidak meminta jasa edit—karena mereka merasa sudah cukup (ada juga karena tidak punya bajet). Saya baca serius karena buku tersebut siap dicetak banyak. Tentu saja, sebagai orang waras, walaupun tidak pakai jasa editor, saya akan serahkan kepada editor khusus, bahkan saya juga akan baca berulang kali sampai hasilnya jauh lebih baik—tapi, tidak semua saya perlakukan sama, adakalanya juga saya malas, dan jadi sejadi-jadinya. Bagi saya perlakuan khusus semacam ini menjadi kebahagiaan tersendiri karena buku itu akan dibaca banyak orang. Hal lainnya tentu akan berdampak kepada penerbit sendiri. Orang lain akan menilai kelayakannya. 


Kenyataannya di lapangan, banyak dari mereka yang mencetak buku, isinya acakadut, tidak punya modal, cetak sedikit, tapi maunya banyak dan hasilnya ingin seperti buku Harry Potter. Tolong jangan bercanda!


Sebenarnya, ada sisi subjektivitas saya pribadi. Perlakuan saya kepada Anda yang saya kenal dengan dan Anda yang tidak saya kenal. Kalau kenal, mungkin masih ada ikatan emosional, bisa dibicarakan baik-baik. Mungkin saya tahu latar belakang Anda, misalnya sedang ada masalah ekonomi dan sebagainya. Kalau Anda yang tidak saya kenal, agak rumit juga saya menganalisis Anda. Saya tidak tahu Anda secara langsung, juga secara emosional. Kadang, saya sering galak, tapi saya terima risikonya, sekaligus juga jadi pembelajaran buat mereka. Jadi, kalau Anda ini dosen—atau siapa pun—, terlihat berfinansial cukup, punya pengaruh besar bila Anda menerbitkan buku, bisa menaikkan angka kredit, naik pangkat dan sebagainya, mosok iyo cetak sebiji-dua biji? Minta pakai ISBN pula? Anda sehat?


Kiara, 17 September 2024


_______

Penulis


Encep Abdullah, penulis yang memaksa bikin kolom ini khusus untuknya ngecaprak. Sebagai Dewan Redaksi, ia butuh tempat curhat yang layak, tak cukup hanya bercerita kepada rumput yang bergoyang atau kepada jaring laba-laba di kamar mandinya. Buku proses kreatifnya yang ke-4 akan terbit tahun ini dengan judul Ihwal Menulis dan Menjadi Penulis.