Puisi Alexander Robert Nainggolan
Tubir Januari
sebagai mula tahun, sesungguhnya ia terbuka pada ratusan hari yang akan lewat. dan ditempuhnya lagi segala rindu-- yang membekas pada tapak hari kelahirannya. kini setelah tahun baru berganti, januari tak kunjung mengering, ia meranggas bersama hujan yang datang dengan tiba-tiba. hujan yang terkadang membuat kegaduhan dan sedikit cemas di dada.
sebagai mula tahun, ia telah menyiapkan segalanya. waktu yang terus bergelantungan dan mengalir di tubuhnya. sebagaimana kata, ia dengan sungguh-sungguh ingin membaca. segala luka yang lebam di matanya.
setelah terompet tahun baru berlalu.
2023
Sepanjang Tahun
hanya jalan yang sama
ia lintasi
wajah yang sama
pijar lampu yang tak utuh
kota yang retak di pandangan
namun di sebuah kordinat yang tercantum dalam peta
seorang perempuan menunggunya
menyeka semua luka dan rindu yang luruh
dari usia
2023
Segelas Kopi
-ucok martulus
pada segelas kopi yang kauseduh setiap hari adalah bagian mimpi semalam yang tak pernah tercerai. lanskap dirimu adalah potret panjang dari setiap teguk. seperti sebagian napas yang kuhirup sepanjang hari. betapa aku telah penuh mencintaimu dengan segala usia. hingga tubuh dan tahun membeku dan jadi batu. maka kuteguk lagi kopimu, perlahan-lahan. hingga segala sakit akan jenuh dan sembuh
2023
Di Peron Stasiun
sendirian aku menulis gerimis yang tak jadi hujan
orang melangkah dengan wajah hitam
jerit rem dari besi kereta yang beradu rel
puisi tak kunjung selesai
bahkan ketika suara di ujung peron
mengabarkan keberangkatan
2023
Nota 41 Tahun
aku berdiam seharian di dalam kamar. mengenang silam yang telah luruh, menuju malam. kegelapan abadi. kawan-kawan banyak yang telah berkemas. begitu ringkas. seorang lelaki yang begitu sendiri, menghitung barisan hari, tak lagi tertata rapi. barangkali ia masih bisa menemui pagi jernih, seperti cemerlang cahaya di binar mata seorang istri. dan ia merasa kota terus sibuk mengepung dirinya. berkelebat setiap kali ia sembunyi darinya, bahkan ketika ia mengecup berulang kali rimbun bibir perempuan, seperti saat menunggu hujan yang tak kunjung luruh di pertengahan januari. ah, ia ingin sekali berjalan lagi. sendiri. ke batas sepi dalam diri, menelusuri remah cahaya kota. ke lorong-lorong yang tak pernah ditempuhnya lagi. hingga januari habis tanpa ada tangis.
2023
Lift
pintu besi itu terbuka lagi. hari masuk ke dalam kotak yang ditopang temali. deretan angka, ruangan. pertemuan dengan percakapan yang terus tumpah.
ting. denting mengunci hening. langkah yang berbaris, melompat dan mencari di celah terbuka. wajah-wajah berlalu, warna pakaian.
ting.
2023
Perjalanan Pulang
dalam perjalanan pulang, di tengah gerimis yang mengerubung. kilau jalan memantul dari bising kendaraan. di persimpangan dan hilir mudik motor melawan arah. jalan yang kau kenal, tak bisa kautandai pada wajah orang yang tergesa meminjam waktu di tubuhnya.
kau merasa ada yang mencuri kenanganmu, sekadar untuk menghapal sudut jalan. dan senja yg berhenti di ujung kemacetan.
2023
Kegelapan
dalam gelap ditulisnya lagi puisi. kata-kata kotor dan menghitam. berkemah di jantung dan pembuluh darah. lupa arah pulang. hanya sejarah berbiak. menanak tungku waktu sampai gosong.
puisi kehilangan cahaya kata. terlunta di gigir peristiwa. ditulisnya lagi kata, yang meleleh saat tubuh berjalan. memecah ingatan bahkan saat hujan datang.
2023
Dalam Terang
lidah cahaya menyimak luka di badan. ombak gelisah memapah langkah kalah. tapi ada jendela terbuka, barangkali pada pukul 7 pagi. menghitung kata-kata yang lama pergi pada lingkaran puisi.
sebelum kembali pada awal kata
: ucap adam kepada hawa
2023
Penulis
Alexander Robert Nainggolan (Alex R. Nainggolan) lahir di Jakarta, 16 Januari 1982. Bekerja sebagai staf Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPPMPTSP) Kota Adm. Jakarta Barat. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan Manajemen. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku terpublikasi di media cetak dan online. Bukunya yang telah terbit Rumah Malam di Mata Ibu (kumpulan cerpen, Penerbit Pensil 324 Jakarta, 2012), Sajak yang Tak Selesai (kumpulan puisi, Nulis Buku, 2012), Kitab Kemungkinan (kumpulan cerpen, Nulis Buku, 2012), Silsilah Kata (kumpulan puisi, Penerbit basabasi, 2016), Dua Pekan Kesunyian (Penerbit JBS, 2023), Fragmen-fragmen bagi Sayyidina Muhammad (kumpulan puisi, Penerbit Diva Press, 2024).