Dalam dunia literasi di Banten, khususnya di Cilegon, siapa yang tidak tahu Ade Ubaidil? Oh, tentu banyak. Haha. Bercanda. Pemuda satu ini gandrung sekali mempelajari banyak hal. Saat ini belio sedang menjalani kuliah S-2 perfilman. Sebuah dunia yang saat ini membuatnya penasaran.
Ade Ubaidil, dilahirkan di Cibeber, 2 April 1993. Menyelesaikan pendidikan S-1 Jurusan Sistem Komputer Universitas Serang Raya (Unsera). Ia relawan di Komunitas Rumah Dunia dan Pemimpin Redaksi di media daring kurungbuka.com.
Pernah terpilih menjadi salah satu penulis Emerging Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017 dan Peserta terpilih Majelis Sastra Asia Tenggara 2018 kategori cerpen. Ia pernah juga menjadi salah satu Peserta terpilih Akademi Menulis Novel DKJ 2014. Pernah bergiat di Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia, Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) angkatan ke-23, dan alumnus #KampusFiksi angkatan ke-7.
Menulis novel, cerpen, puisi, esai, resensi, naskah skenario. Beberapa karyanya sudah dimuat di berbagai media, baik cetak maupun online seperti: Jawa Pos, Koran Tempo, Kompas.id, Media Indonesia, Femina, Majalah Ummi, Utusan Borneo Malaysia, Radar Banten, Harian Republika, Majalah JAWARA, Majalah MISSI, Haluan Padang, Banten Raya, Inilah Koran (Bandung), Majalah Kandaga, Pikiran Rakyat, dll. Selain itu, beberapa karyanya telah dibukukan dan dimuat di berbagai antologi bersama baik indie maupun mayor.
Menulis banyak buku:
1. Kumpulan Cerpen Air Mata Sang Garuda (AG Litera, 2013).
2. Novel Remaja Kafe Serabi (De TEENS, 2015).
3. Kumpulan Cerpen Mbah Sjukur (Indie Book Corner, 2016).
4. Sehimpun Tulisan Kompilasi Rindu (Gong Publishing, 2016).
5. Novel Remaja Jodoh untuk Kak Gembul (Arsha Teen, 2017).
6. Kumpulan Cerpen Surat yang Berbicara tentang Masa Lalu (Basabasi, 2017).
7. Kumpulan Cerpen Apa yang Kita Bicarakan di Usia 26? (Epigraf, 2019).
8. Cerita Anak Kisah Ubay dan Para Sahabatnya (Tiga Serangkai/Inti Medina, 2021).
9. Novel Adaptasi Yuni (Gramedia Pustaka Utama, 2022).
10. Kumpulan Cerpen Sahut Kabut (Indonesia Tera, 2022).
11. Cerita Anak Dwibahasa Yoh, Mangan Sate Bebek! (Kemendikbudristek, 2023).
Sejak 2014, ia mengelola perpustakaan Rumah Baca Garuda yang ia dirikan di dekat rumahnya.
Mau tahu lebih jauh tentang Ade Ubaidil? Yuk, kita kepoin belio!
____________
1. Bang Ade, mengapa Anda memilih jalan hidup menjadi penulis?
Saya senang belajar hal baru. Saya mencoba banyak hal dan saat menekuni dunia kepenulisan, saya merasa ini semacam "panggilan jiwa" saya. Saya merasa cocok melakukannya. Namun, meski begitu, saya tidak memplot jalan saya seperti ini. Saya berusaha mencoba bekerja kantoran, kirim lamaran sana-sini, apalagi ijazah S-1 saya Sistem Komputer. Tetapi memang begitulah jalan rezeki. Saya tahu, Allah mau saya berusaha, tapi perkara hasil kita percayakan saja kepada Sang Sutradara.
2. Siapa orang yang berada di balik kesuksesan Bang Ade sehingga bisa menjadi penulis sampai sejauh ini?
Orang tua saya sempat meragukan jalan kepenulisan yang saya tempuh ini. Emak khususnya. Orang tua tentu ingin masa depan anak-anaknya terjamin dan cerah. Saya paham kegundahannya. Saya sering kali berdiskusi kenapa saya ingin mengambil jalan berliku ini. Saya meminta waktu kepada Emak untuk membuktikan kepadanya kalau menulis mampu menghidupi--padahal mah Allah yang menghidupi kita.
Saat ini mungkin belum bisa dikatakan sukses, tapi paling tidak saya sudah settle sebagai penulis dan bangga menyebutkan sebagai profesi utama saya. Kalau Bapak, sejak awal beliau percaya saya bisa mempertanggungjawabkan apa yang saya pilih. Pesannya selalu sama: Jangan tinggalkan salat. Jadi, pada akhirnya keluargalah yang selalu mendukung saya. Termasuk juga guru-guru menulis saya di Komunitas Rumah Dunia.
3. Pengalaman unik apa sih yang tidak pernah terlupakan dan belum pernah diceritakan selama berprofesi menjadi penulis?
Pertanyaan ini paling sulit saya jawab. Mungkin pernah atau bahkan banyak, tapi saya lupa, euy. Nanti kalau saya ingat saya bisikin, ya. Yang jelas, entah ini menjawab itu atau tidak, saat saya mau ambil perumahan subsidi, profesi penulis atau seniman itu tidak bisa di-ACC. Karena konon tidak ada jaminannya--entah kebijakan sekarang, ya. Jadi, agak miris saja, sih, profesi kami seperti dipandang sebelah mata sementara negara tetap mematok pajak yang cukup besar dari buku-buku atau karya-karya yang seniman hasilkan.
4. Oh, iya kabarnya Bang Ade ikut Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) kategori Novel ya? Kok, bisa? Bukannya dulu pernah ikut Mastera Cerpen, ya?
Nah, ini mesti saya luruskan. Saya alumni Majelis Sastra Asia Tenggara Kategori Cerpen tahun 2018. Sekira dua tahun lalu, saya dipilih mewakili angkatan saya untuk acara "Temu Alumni". Ketika itu dibentuklah kepengurusan alumni untuk penulis Mastera (saya belum bisa sebutkan namanya) yang diambil dari perwakilan dari setiap angkatan. Di tahun ini, rapat kerja pengurus diagendakan berbarengan dengan peserta Mastera Novel, tapi saya tidak ikut pelatihannya. Kami punya agenda sendiri. Di hari terakhir, kami diminta menyampaikan hasil rapat kepada peserta dan panitia yang hadir saat itu. Jadi begitu ceritanya, semoga Kang Encep paham, ya. Hehe.
5. Sebenarnya Bang Ade ini fokus menulis di bidang apa, sih? Novel ditulis, cerpen ditulis, puisi ditulis, esai ditulis, skenario film ditulis. Bisa dijelaskan?
Di awal karier, sekitar tahun 2012 akhir, saya menulis puisi. Ikut lomba-lombanya dan lolos untuk dibukukan atau dimuat media. Lalu saya mencoba menulis cerpen dan sampai hari ini buku cerpen saya paling banyak terbit. Saya coba lagi menulis novel, esai, skenario, ulasan film, termasuk buku biografi tokoh-tokoh. Apa pun yang berkaitan dengan menulis, saya coba. Pada akhirnya, ilmu menulis yang saya pelajari bisa dielaborasi ke berbagai medium. Saya cukup mempelajari format dan teknisnya saja, tapi secara isi tetap bercerita tentang banyak hal. Saat ini memang ingin lebih serius terjun ke dunia perfilman dan periklanan, makanya saya kuliah S-2 Screenwriting dan Copywriting. Belajar tak kenal henti.
6. Amalan apa sih yang Bang Ade lakukan agar tetap mood menulis dan survive menjadi penulis?
Sering saya katakan, saat ini saya di posisi mau putar balik terlalu jauh jalan yang mesti ditempuhnya. Jadi di-survive-survive-in aja pada akhirnya. Toh, pintu-pintu rezeki itu satu per satu bermunculan. Dan saya tidak menutup diri untuk selalu di jalur ini, kalau Allah kasih kesempatan bekerja di bidang lain, tentu akan saya lakukan. Sebetulnya di tahun 2019, saya sempat terpikir untuk berhenti menulis (dan saya pernah menulis ini di blog sendiri). Namun, suatu hari teman saya berkata bahwa sayang sekali dengan ilmu yang sudah Allah titipkan ke saya jika kamu berhenti menulis. Dari sanalah saya termenung dan bisa jadi memang jalan ini yang Allah ridai karena saya merasa dimudahkan banget jalannya. Apalagi di awal-awal merintis, cukup banyak hal-hal mengejutkan yang terjadi di karier menulis saya.
7. Bang Ade, berapa honor terkecil dan terbesar yang pernah Anda terima selama menjadi penulis buku, pemenang lomba menulis, atau narasumber kepenulisan? Apakah jalan menjadi penulis sejauh ini sangat mencukupi kebutuhan Bang Ade?
Sejujurnya saya mulai merasa bisa bertahan di dunia kepenulisan ketika memasuki tahun ke-8. Undangan menjadi narasumber, workshop menulis, menang lomba, menjuri lomba, dapat projeck film dan buku perlahan-lahan berdatangan. Pepatah money follows knowladge itu benar adanya. Alhamdulillah saya sedang merasakan ada di tahap itu. Honor terkecil ya dapat ucapan terima kasih aja, honor terbesar alhamdulillah sudah pernah di tiga digit. Kalau kata Allah cukup, saya manut aja. Karena pernah saya sok-sok “ngatur” hidup saya, yang ada keteteran sendiri. Prinsip saya saat ini adalah fokus pada pekerjaan atau hal yang bisa dilakukan sekarang dengan memberikan performa terbaikmu--terlepas honor kecil maupun besar.
8. Apalagi yang mau Bang Ade kejar di karier kepenulisan?
Saat ini, dan mungkin di setiap momen akan berbeda jawabannya, saya sedang ingin fokus di dunia perfilman khususnya penulisan skenario film. Medium seni yang kompleks ini benar-benar bikin gairah menulis saya terus meningkat. Saat saya belajar langsung dari ahlinya, ternyata menulis skenario tuh bukan “cuma kayak gitu” yang sering temen-temen saya bilang. Katanya “buat apa kuliah film, kamu kan udah bisa nulis skenario sendiri?” Stigma itu terpatahkan. Mereka bisa bicara begitu karena mungkin tidak merasakannya langsung. Saat dapat materi tentang film, mata saya tuh “menyala”, ini tuh seperti apa yang saya bayangkan selama ini. Belajar sesuatu yang kita senangi, meskipun melelahkan, tapi sangat sebanding. Capek, tapi bikin kita bahagia.
9. Bang Ade, adakah pengalaman spiritual yang membuat jiwa Bang Ade bergetar, bahkan mencapai hakikat--atau malah sampai makrifat kepada Tuhan-- saat melakoni peran sebagai penulis?
Kalau dibatasi sebagai penulis, saya rasa tidak ada. Tapi, sebagai manusia utuh, saya cukup sering mendapatkan pengalaman spiritual atau entah apa sebutan tepatnya. Suatu hari, ketika menemani dua kawan saya menemui seorang peramal, si peramal itu mudah sekali membaca garis tangan mereka. Saya sendiri awalnya tidak mau, tapi teman saya bilang sodorkan saja tanganmu. Saat saya lakukan itu, si peramal tampak seperti orang yang bertemu peramal lain. Entah apa maksudnya, seingat saya dia bisa tahu saya dari Banten dan memilih menjabat tangan saya dan mengurungkan niatnya membaca garis tangan saya. Dia bilang dulu dia bergurunya pun di Banten. Ini pengalaman ganjil saja dan tampaknya tidak menjawab pertanyaan itu. Hehe.
10. Pertanyaan terakhir, mohon jawab jujur. Bang Ade punya pacar nggak, sih?
Nggak punya.
______
(Penyaji Pertanyaan: Encep)