Kepala Perpustakaan
Ibnu Syna SMPN 10 Kota Serang, Magdalena Nur Asih, S.Pd., menyampaikan
bahwa kegiatan bedah buku antologi memang sudah diprogramkan oleh Perpustakaan SMPN 10 Kota Serang.
”Harapan dari
kegiatan ini adalah agar menumbuhkan minat literasi kepada anak-anak. Semoga anak-anak
dapat mengambil ilmu dari kegiatan ini," ujarnya.
Kegiatan Bedah
Buku Antologi Aksara-Aksara Lugu dibuka dengan pembacaan puisi yang memukai oleh
Keysa, siswa kelas IX, membaca puisi "Tanah Air Mata" karya Sutardji Calzoum Bahri.
Narasumber
sekaligus penyair Aksara-Aksara Lugu di SMPN 10 Kota Serang, yakni Ihya
Dinul Alas dan Arundanu Katong. Keduanya adalah kasepuhan Kubah Budaya yang
masih aktif berkarya hingga ini. Kegiatan ini dimoderatori oleh Fannisa Akmal, Wakil
Ketua Humas IKA Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) Untirta.
Ihya Dinul Alas
mengatakan bahwa buku Aksara-Aksara Lugu merupakan buku kedua setelah ”Candu
Rindu” yang terbit pada 2009. Ihya juga bertanya kepada para siswa SMPN 10 Kota Serang, sudah berapa banyak mereka membaca
buku. Menurutnya itu merupakan modal dan langkah awal sebelum menulis.
Dalam kesempatan
ini, Ihya memberikan pesan bahwa ada ada tiga ilmu yang harus dipelajari dan
dikuasai.
”Yang pertama, matematika.
Kedua, bahasa. Ketiga, seni. Kaitannya dengan Aksara-Aksara Lugu ini
adalah bahwa dalam buku tersebut juga ada bahasa dan seninya, ada artistiknya, di
antaranya dalam bermain kata dan rimanya,” ujar penyair produktif Jawa Serang di NGEWIYAK
tersebut.
Narasumber kedua,
Arundanu Katong memaparkan materi dengan cukup serius melalui PPT. Katong mengatakan
bahwa banyak siswa yang suka corat-coret di kertas. Agar corat-coret itu
bermakna, Katong menjelaskan semua itu harus direalisasikan dengan menulis,
salah satunya dengan puisi.
”Sengaja saya
pakai PPT agar kalian bisa memahami teori tentang puisi,” ujar Katong.
Selain itu,
Katong menjelaskan panjang lebar tentang pengalamannya dalam menulis puisi. Menurut
Katong, pengalaman-pengalaman itu bisa dari pengalaman empris, pengalaman
spiritual, dan sebagainya.
”Dalam menulis
puisi, ada aspek yang sangat penting, yakni intuisi, kepekaan atau ketajaman
rasa dalam jiwa, juga imajinasi atau sebuah gambaran. Yang terakhir adalah sintesis, yakni gabungan dari pengalaman, intuisi, dan imajinasi yang menjadi satu
kesatuan membentuk totalitas penggunaan kata, bahasa, dan makna,” imbuh penyair
yang juga guru di salah satu sekolah di Kecamatan Kragilan itu.