Monday, November 25, 2024

Karya Guru | Puisi-Puisi Muh. Husen Arifin

Puisi Muh. Husen Arifin



Meramal 2045


peramal itu kenal dengan tahun 2045 

dari sejuknya pagi di atas dipan tua 

‘tahun 2045 adalah keniscayaan 

bagi engkau, engkau adalah tahun kemuraman’ 


peramal datang ke mimpi orang kota

ia membicarakan tahun 2045 

‘ketahui, di balik dunia ini kerisauanmu 

berlipat-lipat di meja kantormu 

tetapi percayalah senjata masa depan 

adalah engkau yang membunuh harapan

orang desa yang terlampau kaku 

menganggap hari-hari bagai ketakutan

dan orang desa telah menjual sawah terakhir 

bagi penghidupannya’


peramal lalu memeluk orang kota 

‘jagalah bumi ini, sebelum 2045

benar-benar muram menghantui ratapanmu’ 


di sini peramal melambai sebelum orang kota 

terbangun, jam menunjuk angka lima


Bandung, 2024

 

Kartu Suara


sorak sorai pencarian pemimpin baru 

seperti penantian panjang setelah hujan itu 


kampanye di gawai lebih ramai 

dari pasar atau jalan-jalan 


‘pilih aku, jurus bangau penakluk 

koruptor telah kusiapkan, jurus kuda 

dan jurus lainnya, ayo pilih aku’


upaya meraih simpati bagai menabur

gula di toples makanan


‘ayo pilihlah aku, kumakmurkan

dan semuanya lebih baik dari tahun lalu’


pada akhirnya, ia tak terpilih 

ia adalah kartu suara tercabik-cabik

oleh angin, bersama waktu 

ia ditelan oleh ketaksadaran 


Bandung, 2024


Guruku


pada setiap langkahmu, aku berdoa 

engkau adalah keabadian, tak termakan 

oleh zaman, tak tergerus oleh kemunafikan

padamu ilmu pengetahuan tersebar

bersama cita-cita yang menjulang 

bagai mercusuar dan padamu harapan

kebesaran atas masa depan 

terpatri menjadi mutiara kehidupan 


meski badik tertancap di pundakmu 

engkau terus melangkah 

menabur bunga kesucian di kelas

dan mendoakan anak-anak bangsa

sementara engkau tuk sekadar 

mencukupi perut pun harus bersabar


sungguh engkau adalah bunga matahariku

kelak generasi emas lahir karenamu 


Bandung, 2024


Kereta Kesunyian 


di jendela aku masih menatap subuh

bersama matahari di timur yang teduh 

aku menggumam jika di kepalaku

ramai oleh protes orang-orang tentang

korupsi yang tidak pernah henti

mengapa hukuman koruptor laksana

obral baju bekas, tidak ada jera 


juga di kepalaku ramai oleh 

nyanyian kemurungan karena hakim

tidak adil pada orang miskin 

hakim tidak adil pada orang desa

hakim hanya mengadili ketidakbenaran


semurka itu kepalaku 

mendesak pertanyaan yang tak terjawab

bersama kereta yang meluncur dengan tegap


Bandung, 2024 


Seusia Seperempat Abad Hati Ini Seusai Menulis Puisi 


dan aku masih tertatih 

mengutarakan kata yang lirih 

berdamai tanpa tangis perih 

semata karena hidup dalam tarikh


memandangi ruang tetapi mencoba

menggapai langit, terkenang pada nuansa

hujan beriringan tawa namun terlilit duka


di kesempitan cerita, aku masih menata

di seperempat abad hati ini mendaki cita

hingga pada tikungan kata, nyaris cinta

adalah buah dari perjalanan, kupetik tiga

ranum semuanya, begitulah kiranya


seusai menulis puisi ini 

izinkan aku bersujud tanpa tapi 


Bandung, 2024 


______

Penulis

Muh. Husen Arifin, aktif sebagai Tenaga Pengajar di Kota Bandung, Buku puisinya, Kolam Koalisi (2024), Pangandaran Kopi Perjalanan (2023). 


Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com