Oleh Ustaz Izzatullah Abduh, M.Pd.
Termasuk nikmat yang besar yang Allah berikan kepada manusia adalah lisan dan bibir. Yang dengan keduanya kita bisa berucap dan bertutur kata. Dan yang mana keduanya bisa menjadi media untuk kita beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala.
Allah menyebutkan tentang nikmat lisan dan bibir,
"Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata, dan lidah dan sepasang bibir?." (QS Al-Balad : 8-9)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan; kedua mata yang dengannya ia melihat, lidah yang dengannya ia berbicara dan mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya, dan sepasang bibir yang membantunya bertutur, makan, dan menjadi keindahan wajah dan mulutnya.
Dan As-Sa'di dalam tafsirnya menerangkan; mata, lisan dan bibir merupakan nikmat dari Allah yang semua itu menjadi kebutuhan penting untuk kemanfaatan hidup manusia.
Ketika kita menyadari tentang nikmat ini, maka sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Allah subhanahu wata'ala, yaitu dengan menggunakannya untuk kebaikan, kebenaran dan keta'atan.
Seorang Muslim diperintahkan supaya menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia, yang mana itu menunjukkan kesempurnaan imannya,
أكملُ المؤمنين إيمانًا أحسنُهم خُلقًا
"Mukmin yang paling sempurna imannya adalah ia yang paling baik akhlaknya." (HR Tirmidzi)
Dan di antara akhlak yang mulia adalah bertutur kata yang baik.
Dalam Al-Qur'an, Allah subhanahu wata'ala menyebutkan beberapakali perintah untuk berkata yang baik, berkata yang lembut, berkata yang benar, dsb. Adanya perintah ini menunjukkan bahwa Allah mencintai hamba-hambaNya yang sopan dan santun dalam bertutur kata dan berucap.
1. Kepada manusia secara umum
{ وَقُولُوا۟ لِلنَّاسِ حُسۡنࣰا }
"Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia." (QS. Al-Baqarah : 83)
As-Sa'di dalam tafsirnya menerangkan; ketika seseorang tidak memiliki kelapangan untuk berbuat baik kepada orang lain dengan hartanya. Maka Allah perintahkan dengan opsi lain yaitu agar bertutur kata yang baik kepada orang lain, bahkan sekalipun kepada non-Muslim.
Dan Ibnu 'Asyur dalam tafsirnya menerangkan; Allah menjadikan tutur kata sebagai media kebaikan untuk semua manusia. Karena hal itu adalah yang paling memungkinkan terjadinya muamalah di antara manusia. Dan bertutur kata yang baik adalah pondasi utama yang terbaik di dalam bermuamalah dengan sesama.
2. Kepada kedua orangtua
{ وَقُل لَّهُمَا قَوۡلࣰا كَرِیمࣰا }
"Dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS Al-Isra': 23)
As-Sa'di dalam tafsirnya menerangkan; ucapan yang disukai oleh keduanya, penuh adab dan kelembutan yang menghadirkan kelezatan dalam hati keduanya dan ketenangan dalam jiwa keduanya.
Dan Ath-Thabari dalam tafsirnya bahwa Qatadah berkata; maksudnya adalah ucapan yang lembut dan mudah dipahami. Abul Haddaj at Tujibi pernah bertanya kepada Sa'id bin Musayyib tentang qaulan karima. Lalu Sa'id bin Musayyib menjawab, "seperti layaknya ucapan seorang budak yang bersalah di hadapan tuannya yang kejam."
3. Kepada kerabat, anak yatim dan orang miskin
{ وَقُولُوا۟ لَهُمۡ قَوۡلࣰا مَّعۡرُوفࣰا }
"Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (QS An-Nisa': 8)
Dalam tafsir Hidayat Qur'an diterangkan; apabila engkau memberi seseorang dengan hartamu, maka hiasilah kebaikan tanganmu itu dengan kebaikan lisanmu, yaitu dengan tutur kata yang baik dan senyum merekah. Buatlah hatinya bahagia (dengan pemberian hartamu) dan engkau tetap menjaga kehormatan dirinya (dengan lisanmu).
Sedangkan Ath-Thabari menerangkan; qaul ma'ruf maksudnya adalah doa kebaikan; mendoakan rezeki dan kecukupan untuk mereka.
4. Kepada orang kafir, orang munafik, pendosa dan atau semisalnya yang kita harapkan hidayah untuknya
{وَعِظۡهُمۡ وَقُل لَّهُمۡ فِیۤ أَنفُسِهِمۡ قَوۡلَۢا بَلِیغࣰا }
"Dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya." (QS An-Nisa': 63)
As-Sa'di dan Ibnu Katsir menerangkan senada; maksudnya adalah memberi nasihat dan berkata kepada mereka secara rahasia, tidak di hadapan publik.
Dalam tafsir Hidayat Qur'an diterangkan; apabila engkau ingin nasihatmu itu berpengaruh masuk kepada jiwa orang lain yang engkau harapkan perubahan baiknya, maka nasihatilah ia secara rahasia (sembunyi-sembunyi), karena hal itu lebih mengena dan bermanfaat.
Nabi Musa dan Nabi Harun alaihimassalam diperintahkan oleh Allah subhanahu wata'ala untuk berdakwah kepada Fir'aun,
{ فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلࣰا لَّیِّنࣰا لَّعَلَّهُۥ یَتَذَكَّرُ أَوۡ یَخۡشَىٰ }
"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (QS Thaha: 44)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan; pada ayat ini terdapat ibroh yang agung. Fir'aun yang berada pada puncaknya kedurhakaan dan pembangkaan, namun Allah perintahkan supaya Nabi Musa bertutur kata lembut kepadanya.
Yazid ar Raqasyi berkata ketika membaca ayat di atas,
"wahai Dzat yang masih memberikan kecintaanNya kepada seorang yang durjana nan durhaka. Lantas bagaimana kecintaanMu kepada seorang yang menaatiMu dan menyeruMu."
Wahb bin Munabih menerangkan; perkataan lembut itu adalah agar Nabi Musa menyampaikan bahwa pemaafan dan ampunan Allah itu lebih dekat kepada Fir'aun daripada kemurkaan dan azabNya.
Sufyan ats Tsauri berkata menerangkan maksud ayat di atas, "yaitu panggil lah Fir'aun dengan gelar kesukaannya Abu Murroh."
Dalam memberi nasihat dan menyampaikan pesan kebaikan kepada manusia, maka hendaknya setiap kita mengedepankan perkataan yang lemah lembut, yang mudah dipahami, menyampaikan apa yang membuat gembira dan menyentuh hatinya, dan dengan cara yang membuatnya merasa dihormati dan dihargai.
Ayat-ayat di atas yang penulis uraikan menunjukkan akan pentingnya bertutur kata atau berucap dengan kalimat yang baik. Dikondisikan sesuai dengan tempat dan siapa lawan bicara.
Allah subhanahu wata'ala berulangkali memerintahkannya di dalam Al-Qur'an. Menunjukkan betapa pentingnya perkara ini. Dan di dalam surat Al-Ahzab, Allah subhanahu wata'ala berfirman,
{ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوۡلࣰا سَدِیدࣰا }
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar." (QS Al-Ahzab: 70)
Qaulan sadida mencakup semua makna ucapan yang baik, seperti jujur, benar, dst seperti yang sudah dibahas di atas.
Dan As-Sa'di dalam tafsirnya menerangkan makna ayat ini; yaitu ucapan yang halus dan lembut terhadap orang yang diajak bicara, dan terkandung di dalamnya nasihat dan isyarat petunjuk kepada kemaslahatan.
Kemudian ayat berikutnya,
{ یُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَـٰلَكُمۡ وَیَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡ }
"Niscaya Allah memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu." (QS Al-Ahzab: 71)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan; Allah memberikan janji apabila mereka (kaum mukminin) melakukan perintah Allah di atas, maka Allah akan perbaiki amal perbuatan mereka, yaitu dengan memberikan taufikNya kepada mereka untuk beramal shalih dan Allah akan ampunkan dosa-dosa mereka.
Ini menunjukkan bahwa ucapan seseorang itu sangat memengaruhi taufik Allah subhanahu wata'ala kepadanya. Apabila baik ucapannya, maka Allah akan selalu berikan taufik kepadanya dan Allah perbaiki amal perbuatannya. Sebaliknya, apabila buruk ucapannya, maka Allah akan cabut taufik darinya dan Allah akan biarkan amal perbuatannya menjadi rusak.
Ibnu 'Asyur menerangkan; ucapan sejatinya adalah tuturkata yang keluar dari lisan seseorang yang menggambarkan isi dalam jiwanya.
Dan ini termasuk pintu-pintu kebaikan yang agung sekaligus juga pintu-pintu keburukan yang berbahaya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam pun mengabarkan dalam sabdanya tentang anjuran dan keutamaan bertuturkata yang baik dan juga mengabarkan tentang dosa dan dampak bahaya dari perkataan yang buruk.
Anjuran dan Keutamaan Bertutur Kata yang Baik
1. Bicara baik atau diam
أتخوَّفُ عليكم هذا، يعني اللسانَ، رحِمَ اللهُ عبْدًا قال خيرًا فغنِمَ، أو سكتَ عن سوءٍ فسلِمَ
"Aku hawatir atas kalian, yaitu lisan. Sungguh Allah menyayangi seorang hamba yang bertutur kata baik, kemudian dia mendapat banyak pahala. Atau ia diam tidak berkata jelek, maka ia selamat." (Dha'if al Jami' Al-Albani)
Hadis di atas memang dha'if, tetapi maknanya adalah benar. Apalagi diperkuat dengan hadis lain yang sahih,
مَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ والْيَومِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أوْ لِيصْمُتْ
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari ahir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari-Muslim)
Berkata baik atau diam dikaitkan dengan keimanan kepada Allah dan Hari Akhir adalah agar seorang hamba termotivasi untuk meraih pahala dengan berkata yang baik, dan agar ia waspada terhadap hukuman apabila ia berkata yang buruk.
Dianjurkan seseorang itu agar banyak diam jika tidak bisa berkata yang baik. Karena hukum asalnya manusia itu diperintahkan agar berkata yang baik-baik saja. Sebab terpelesetnya lisan bisa melahirkan banyak kerusakan.
2. Menjaga diri dari neraka dengan kalimat yang baik
اتَّقوا النَّار ولو بشِقِّ تمرةٍ فإنْ لم تجِدوا فبكلمةٍ طيِّبةٍ
"Jagalah diri kalian dari siksa neraka meskipun dengan sedekah setengah kurma. Jika tidak punya, maka dengan kalimat yang baik." (HR. Ibnu Hiban)
Dampak Bahaya Perkataan Buruk
1. Satu kata menjerumuskan ke neraka
وإنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بالكَلِمَةِ مِن سَخَطِ اللَّهِ، لا يُلْقِي لها بالًا، يَهْوِي بها في جَهَنَّمَ
"Sungguh seorang hamba berucap dengan satu kata yang membuat Allah murka, dan ia tidak berpikir akan akibatnya, sehingga dengannya ia masuk ke neraka jahannam." (HR. Bukhari-Muslim)
2. Terpelesetnya lisan menyebabkan masuk ke dalam neraka
وَهَلْ يُكَبُّ النَّاسُ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
"Bukankah manusia itu dilemparkan ke dalam neraka dengan wajah tersungkur tidak lain disebabkan hasil panen (apa yang mereka peroleh) dari lisan-lisan mereka?” (HR Tirmidzi)
Dan banyak lagi dalil-dalil tentang lisan. Baik tentang keutamaannya maupun bahayanya. Namun penulis mencukupkan dengan yang di atas. Demikian, semoga bermanfaat.
Barakallahu fikum jami'an.
_______
Penulis
Ustaz Izzatullah Abduh, M.Pd., Kepsek INIS.