Puisi Zajima Zan
Di Semak-Semak Pakis
; M
Hujan turun malu-malu
Sunyi dan dingin membagi kesedihan kita di antara semak-semak pakis
dan pohon-pohon yang miring, hampir disentuh ingin
Awalnya, sepanjang jalan, kita membicarakan hal-hal yang belum kita pahami, seperti puisi-puisi dari penyair yang pernah mati
Kita tafsirkan seolah-olah menafsirkan pertemuan yang belum selesai direncanakan, namun tetap saja kita tiba-tiba sampai di suatu tempat yang begitu asing, begitu asing,
Begitu asing
Dan pada akhirnya, kita mengira-ngira bahwa semua itu hanya mimpi sesaat; keabadian yang binasa saat anak remaja bangun dari tidur panjang
Perlahan-lahan kita tumbuhkan bulu di tubuhmu dan tubuhku
Kita belum tahu, apakah kita akan jadi burung atau ular kecil yang berbulu
Kau ajak aku telusuri hutan itu seperti kau mengajak kesedihanmu menelusuri tubuhmu
Saat bulu-bulu itu basah, dan kau mengajakku mematuk buah pohon yang tumbuh dari keterasingan kita, kita mulai pasrah bahwa kita akan tahu hari itu tidak benar-benar terjadi, dan tidak akan di sana lagi
Tapi, tubuh kita tetap merubah diri
Dan ada adegan besar yang kita ulang
Kali ini hanya kita yang tidak akan jatuh ke tempat yang sama
Tapi, kita akan pergi ke penderitaan yang sama, penderitaan yang itu itu saja
Hujan hilang malu-malu
Sunyi dan dingin menghilangkan tubuh kita di antara semak-semak pakis
dan pohon-pohon yang meninggi, hampir menyentuh ingin
Kita adalah puisi yang menolak semua tafsir
dan tumbuh di dalam mimpi yang melamunkan angin
Joben, 2024
Menziarahi Dongeng Lewat Alat Masa Kini
Dalam jendela sebesar telapak tangan:
orang-orang melihat, dari langit-langit goa,
kata-kata menetes bertahun-tahun,
memahat batu-batu kemungkinan
Bahkan sedikit lagi masuk ke dalam palung jantung nabi
dan puisi-puisi seorang sufi
tik...
tik...
tik...
Sunyi pun jadi
dan mereka menyaksikan gelap abadi
tempat cahaya menjadi ion-ion
lalu tumbuh menjadi kitab suci
Dan aplikasi-aplikasi pembikin tafsir
Di sana, di dalam yang meniadakan bunyi,
kau akan tahu
Bahwa waktu adalah molekul-molekul kefanaan dan kekalahan
Maka, seperti biasa di hidup manusia,
pagi datang dan cahaya-cahaya langit meniadakan keabadian
Gua itu terang: rahasia-rahasia pergi entah ke mana
dan mereka melihat kekosongan belaka
Mereka bangkit dari perenungan itu
Dan memaksa mereka menjadi pekerja-pekerja
yang rajin menengok angka-angka di kalender tua
Aikmel, 2024
Rambut Panjang Lelaki Kesepian
; Salman
Di antara pembicaraan, ia gerai rambutnya ke belakang
lalu menatap ke depan
Mendengar kata per kata
bolak-balik di tengah lingkaran mulut temannya
Sesekali melihat ke bawah,
memandang gawai yang sedang mempekerjakan
Kesepian
Dalam kesepian itu ia menyusun warna,
gradian-gradian kesunyian
dan kata-kata yang mungkin menarik perempuan
Atau setidaknya banyak lagi seorang kawan
Rambutnya urat-urat nadi malam
Atau barangkali orbit-orbit bintang
dari jutaan masa silam
Ubannya jalur permohonan
yang sudah terlewatkan
mungkin ada banyak yang belum dikabulkan
Ia tak banyak diterka, sebab rambut itu
babarengan mengakar ke dasar palung:
Barangkali sebuah tempat di mana sebagian besar sisa hidupnya
masih di masa lalu
"Kemungkinan, seurat rambutnya bisa dijadikan jimat"
Kudengar bocah dalam tubuhku
dan kulihat bocah itu mencoba menjulurkan jari-jarinya
ke arah rambut lelaki itu
Barangkali untuk memetik...
Barangkali memetik kekosongan
atau sesuatu yang belum bisa diucapkan
lewat kata, lewat suara-suara manusia?
Akhirnya warna-warna, beberapa gradian kesunyian,
dan kata-kata yang mungkin menarik perempuan
Atau setidaknya banyak lagi seorang kawan
telah tersusun rapi
Membentuk file jpeg yang segera merayakan kesiasiaan
ketika dirilis di media sosial, orang-orang mengirim senyum yang maya
Atau itu hanya sesuatu yang belum bisa kueja?
Rambutnya urat-urat nadi malam
Atau barangkali orbit-orbit bintang dari jutaan tahun silam?
Bukan! timpal si bocah,
Itu urat-urat nadi kesunyian
yang mengakar ke kuburan seorang perempuan
Yang dulu begitu lama menyuapinya kasih sayang
Aikmel, 2024
Di Tangkoq Adeng
"cinta adalah potongan-potongan pendek interupsi..."
-Goenawan Mohamad-
Setelah aku melihat dua tubuh laki-laki itu pelan-pelan memasuki tubuhmu, kemudian suara desahmu menguap jadi dingin di langit-langit dan serat-serat waktu, aku menjadi mengerti: kau perempuan manis yang butuh peluk
Aku tidak bisa melakukannya, karena aku tidak tahu langkah pertama untuk menyapa. Aku ragu dua lenganku apakah bisa membuatmu membalas pelukku, dan memberanikan diri menjambak bajuku, baju yang dijahit dari kesunyian hutan. Aku adalah malam Tangkoq Adeng. Aku sembunyikan rahasia: jika aku bersuara kau bakalan tidak mengerti apa apa. Dan pelan-pelan, dengan pasti, akan membuatmu kesepian
Maka, kubiarkan dua laki-laki itu masuk ke tendamu, lalu seperti aroma tuak yang menyentuh pinggulmu, lengkuk pinggangmu. Dan kau biarkan itu menjadi aroma tubuhmu. Dan aku mulai pelan-pelan menjauhimu,
mulai mengejamu,
Aku pun mulai menyaksikan cinta yang teramat pendek di dalam tenda-tenda, dari kejauhan, sejauh ingatan masa kanak mereka; sekaligus dari dekat, sedekat keinginan mereka
Di luar aku sendirian, menabur bintang di langit yang muram
Dan ketika pagi datang, semua pulang, melupakan cinta-cinta yang hadir semalam. Sementara aku tertinggal di sini, menjadi pagi yang murung di Tangkoq Adeng. Selama-lamanya mengheningkan hutan: melahirkan embun sekaligus menandaskannya dalam cahaya
"Ketika kau pergi dari sini, menjauhi rimba ini, apakah ranting yang patah ada suaranya?"
Lalu aku meluas jadi udara
yang tertiup di daun-daun cemara
sekaligus hilang di angkasa
Tangkoq Adeng, 2024
Di Sebau-Bau
Malam memusat
di sebau-bau
Sembilan lelaki bermalam
di dekat sebuah makam
di dekat uap-uap belerang
Menyebarkan harum kesunyian:
mantra yang keluar dari inti rahim bumi
Upaya menjauhkan diri dari esok pagi
Rembulan adalah bohlam
dengan mimpi-mimpi sekecil mata ikan
memungkinkan mereka tidak mengkhawatirkan kegelapan
Karena hanya hitam pekat yang harus dibutuhkan
untuk melahirkan cerita
tentang perempuan
yang tumbuh di pusat pikiran
Mereka duduk melingkar
sambil menjaga sebiji nyawa api
Seperti menjaga sebiji batang puisi
yang disembunyikan di balik kain murahan
Sepanjang cerita-cerita
rahasia meletup di dalam panas api
memercikkan butir-butir nyala
lalu hilang di dinginnya dini hari
Tapi waktu tidak pernah lamban
walau nyawa api semakin besar
dan uap-uap belerang semakin harum sunyinya
dan pada akhirnya mereka terpaksa memendekkan cerita
Sebau, 2024
________
Penulis
Zajima Zan, berasal dan lahir di Aikmel, Lombok Timur. Karya-karyanya tersiar di beberapa media online dan media cetak. Aktif menulis di komunitas Rabu Langit, Lombok Timur. Karyanya pernah hadir juga di antologi puisi bersama yang bertajuk Merawat Kenangan (Jejak Publisher, 2018).
Kirim naskah ke
redaksingewiyak@gmail.com