Friday, January 10, 2025

Puisi-Puisi Imam Budiman

Puisi Imam Budiman




Setengah Dekade Menjadi Juru Balagah

dan Ia Sangat Mencintai Pekerjaannya


semestinya, ia ditunjuk menjadi pemandu labirin anak-anak kalimat di kepala jemaat—yang paham

dan mengerti bagaimana muslihat bahasa bekerja.


makna tiada lahir dari kekosongan

maka terjadilah semacam fatwa kecil:


pertama:

isti’arah mencari alasan logis—dengan perangkat

alaqah dan qarinah dari tingkatan-tingkatan metafora


kedua:

tasybih pada mulanya beroperasi dengan empat rukun

yang utuh dan hilang ketika bermain menjadi simile


ketiga:

aqliy adalah kaifiat menghidupkan seisi kamar, segala yang disebut benda, dalam jurus terakhir personifikasi


ia selalu punya alasan untuk pergi lebih lekas ke ruang kelas, menciumi meja dan kursinya, untuk mengulas hal makna baris kitab suci—serta syair klasik sembilan ratus tahun silam. menyaksikan kata-kata menekuni kaidah

menyusun jisimnya menjadi keindahan yang lain.


dengan bahasa dan puisi— begitu penuh dirinya

ia selalu merasa terkoneksi dengan para penyair

—manusia-manusia luhung yang dicintai nabi.


dan ia merasa bahagia melihat jemaat tumbuh:

menjadi puisi yang membaca dirinya sendiri.


2024



Membeli Kesedihan


Ia manekin keseribu di pasar itu—yang kepalanya

copot di antara copet dan bau matahari. sejak kapan

sebuah toko menjual kesedihan, ketika segalanya

bisa menjadi komoditas dan layak dibanderol.


Apakah ikan-ikan pernah diajarkan

mencintai keranjang pelelangan.


Apakah sayuran sempat pamit

kepada tanah tempat dilahirkan.


Tetapi, air mata tak absah menjadi alat tukar.

Mungkin Ia masih bisa membeli langsung

dengan sepotong kesialan yang terampuni.


2024



Membaca Website


Kubirukan sebuah pranala dari dalam tubuhku

agar kau dapat mengakses kapan pun hal-hal lain

yang kusembunyikan selama ini. selama ini.


Sinyalmu stabil dengan paket bulanan, kautemui

di pojok kanan bawah pranala itu berupa perasaan

yang sudah kedaluarsa, buku-buku belum terbaca

atau langit yang tak berubah: selalu abu-abu.


Kunonaktifkan rubrik yang sengaja tak pernah terisi

dari sepenggal tubuhku yang tersisa. koneksi terputus.


Kau mungkin mengklik berulang kali dan hanya

muncul satu notifikasi yang menghubungkanmu

ke sumir masa lalu—sedang aku tak ada di situ.


2024


_______


Penulis


Imam Budiman, kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur. Biografi singkat tentang dirinya termaktub dalam buku: Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017); Ensiklopedia Penulis Sastra Indonesia di Provinsi Banten (Kantor Bahasa Banten, 2020); dan Leksikon Penyair Kalimantan Selatan 1930–2020 (Tahura Media, 2020).


Beberapa karyanya tersebar di berbagai media cetak nasional seperti: Tempo, Media Indonesia, Republika, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Nusa Bali, Majalah Sastra Kandaga, dll. Pemenang terbaik pertama dalam sayembara cerita pendek pada perhelatan Aruh Sastra 2015 dan Sabana Pustaka 2016.


Pada tahun 2017 mendapat Penghargaan Student Achievement Award, kategori buku sastra pilihan, dari Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta ia meraih beasiswa kuliah singkat Klinik Menulis Fiksi di Tempo Institute tahun 2018.


Buku kumpulan puisinya: Kampung Halaman (2016) serta Salik Dakaik; Mencari Anak dalam Kitab Suci (2023). Saat ini, mengabdikan diri sebagai Guru Bahasa dan Sastra Indonesia serta Ketua Tim Perpustakaan—Literasi Pesantren Madrasah Darus-Sunnah Jakarta.


Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com