Friday, February 21, 2025

Cerpen Kartika Catur Pelita | Pelatihan Menulis

Cerpen Kartika Catur Pelita



Dia ingin menjadi penulis. Tepatnya ingin menjadi seorang cerpenis. Cita-cita yang diangankan sejak masih kecil. Sejak belia ia membaca cerpen-cerpen yang membuatnya terpesona. Terkagum pada kisah indah yang dirangkai sang penulis. Sejak itu dia sangat suka membaca cerpen. Dia menghafal judul cerpen. Dia menghafal media yang memuat cerpen. Bahkan dia menghafal nama penulis cerpen atau nama-nama pengarang.


Dia banyak membaca, konon membaca merupakan salah satu modal penulis. Dia banyak membaca tips para penulis, tentang proses kreatif menulis. Menurut mereka bahwa menulis adalah bukan bakat. Menulis adalah latihan. Dengan banyak berlatih menulis, maka suatu hari nanti bisa menghasilkan karya, dan bisa benar-benar menulis.

    

Dia mencoba teori-teori cara menulis cerpen. Dia pernah mencoba praktik menulis sebuah naskah cerpen. Tapi baru beberapa halaman sudah berhenti. Dia kesulitan melanjutkan, merangkai kata. Entah, ide berseliweran di kepala, namun ketika kendak dituliskan dalam kata, dia mengalami kebuntuan.

    

Mungkin aku harus mengikuti kursus menulis cerpen.


***

   

Dia mencari tempat kurus menulis di halaman surat kabar. Tidak ada. Tentu saja. Jarang ada orang berminat kurus menulis cerpen. Orang-orang lebih suka kursus bahasa Inggris, kursus mengemudi, atau malah kursus bikin kue.

   

Dia akhirnya menemukan iklan kursus menulis di internet. Kursus menulis berbayar. Biayanya lumayan mahal. Kursus diampu oleh seorang penulis terkenal. Namanya kerap muncul di surat kabar dan majalah.


Mereka, para peserta kursus menulis pun berlatih beberapa kali via online. Mereka mendapat tugas menulis naskah cerpen, dan si mentor akan memeriksa, menilai, apa yang menjadi kekurangan dari cerpen yang dibikin si peserta. Si peserta harus mengerjakan tugas dari si mentor. Ah, seperti masa di sekolah atau kuliah, harus mengerjakan tugas.

                           

***

 

Pada mulanya dia menemukan apa yang dia cari. Orang yang berhobi sama dan memiliki kesukaan sama, khususnya menulis cerpen. Kemudian mereka kerap bertemu via inbox, email, atau grup WA. Beberapa temannya pamer tulisan mereka yang dimuat media cetak dan online. Ada puisi, cerpen, esai, atau yang karya lainnya. Betapa bahagia dan bangganya mereka.

   

Dia menemukan kebahagiaan. Dia ingin segera bisa menulis cerpen secepatnya. Cerpen yang akan dipamerkan pada kawan, pacar, orang atau kenalan

    

Dia membayangkan kalau suatu hari nanti, namanya muncul di majalah dengan judul cerpen yang ditulisnya, beserta namanya yang keren, Konon jika karyanya dimuat dia akan mendapatkan uang pula.

   

Aku ingin segera mewujudkan mimpi-mimpi indah itu!

 

***

   

Dia sedang pergi ke perpustakaan siang itu ketika menemukan baner pengumuman kursus menulis yang dipasang di dekat pintu kaca. Pelatihan menulis fiksi dan nonfiksi. Gratis. Setiap hari Sabtu, pukul 13.00--15.00 WIB.

  

Dia menunggu hari Sabtu tiba. Sengaja datang ke perpustakaan lebih awal. Dia menenteng laptop, mendatangi petugas perpusda. Mendapat informasi tempat pelatihan. Mengetuk pintu aula perpusda. Seorang lelaki dewasa membuka pintu dan menyapanya.

   

“Selamat siang, Mbak.”


“Selamat siang, Kak. Maaf, apakah ini AMJ? Saya ingin bisa menulis. Saya ingin mengikuti pelatihan ....”

   

Tentu saja kemudian si mentor mengatakan bahwa siapa pun boleh bergabung di komunitas menulis yang didirikan dan dibinanya. Anak SD, SMP, SMA, mahasiswa, sarjana, umum. Segala usia. Semua boleh berlatih menulis secara gratis. Menurut si mentor menulis bisa dilakukan pada usia berapa pun.

   

“Tahun dari mana AMJ?”

   

“Barusan lihat pengumuman di perpusda, Kak.”

   

“Suka membaca?”

   

“Iya, Kak.”

   

“Membaca apa saja?”

   

“Buku, novel, cerpen, terkadang komik.”

   

“Buku apa yang sedang kaubaca?”

   

“Sebuah novel, Kak.”

   

“Judulnya apa dan siapa nama pengarangnya?”

  

Dia bisa dengan lancar menjawab judul buku dan nama pengarangnya. Si mentor tersenyum dan berkata. “Menulis itu gampang. Menulis itu sebuah latihan. Menulis itu butuh modal. Menulis kudu banyak membaca, punya pengalaman, wawasan dan keberanian.”

  

Dia telah banyak membaca. Dia sudah punya banyak pengalaman. Dia juga sosok yang pemberani.

   

Kemudian si mentor menambahkan, “Menulis seperti naik sepeda. Pertama menginjak pedal mungkin sakit, mungkin saat mengayuh kita terjatuh. Tapi ketika sudah bisa naik sepeda, tidak mustahil kita naik sepeda tanpa memegang setang. Bisa juga naik sepeda seraya menutup mata.”

  

Dia sangat terpesona pada untaian kata si mentor. Si mentor seorang yang cerdas. Si mentor sudah menulis ratusan cerpen di usia muda. Si mentor juga pernah mendapat penghargaan menulis tingkat nasional. Beberapa bukunya bestseller. Tiga novelnya sudah dikontrak produser meskipun belum diproduksi filmnya, tapi dia sudah mendapatkan tunai uang ratusan juta.

   

Dia semakin banyak membaca. Dia semakin banyak berlatih menulis. Pada hari-hari berikutnya dia bisa semakin lancar merangkai kata.

                                                                     

***

   

Tidak ada yang lebih bahagia ketika mimpi menjadi kenyataan. Dia bisa menulis cerpen sebaik-baiknya. Dia tidak patah arang ketika naskahnya diberi masukan oleh si mentor. Dia mengerjakan revisi cerpennya. Dia manut ketika suatu hari si mentor mengatakan bahwa naskah cerpennya sudah layak dimuat di media. Si mentor mengajari membuat kata pengantar untuk mengirim cerpen ke media. Beberapa naskah cerpen dikirimnya ke media cetak dan daring. Berbulan menunggu. Naskah cerpennya ada yang ditolak. Dia merasa sedih. Si mentor menyemangati, mengatakan bahwa dulu naskah cerpennya ditolak sampai puluhan kali, sebelum sebuah cerpennya lolos dimuat di koran cetak lokal.

  

Dia semakin giat menulis cerpen dan menulis cerpen. Beberapa cerpen kembali dikirimnya ke media.

   

“Satu naskah cerpen dikirim ke satu media, “ pesan si mentor.

   

“Apakah tidak boleh jika satu naskah dikirim ke beberapa media?”

   

“Satu naskah cerpen dikirim pada saat bersamaan itu tidak baik secara etika. Penulis yang baik akan menghindari hal ini.”

    

“Mengapa, Kak?”

    

“Bisa memicu pemuatan ganda.”

   

“Pemuatan ganda itu apa, Kak?”

    

“Sebuah cerpen yang dimuat pada saat bersamaan di media. Bisa jadi di media cetak lokal, nasional, tabloid, atau majalah.”

    

“Jadi, satu cerpen dikirim ke media, Menunggu dua-tiga bulan, jika ditolak, baru naskah tersebut dikirim ke media lainnya?”

    

“Betul. Kamu sudah paham yang saya maksud.”

    

“Iya, Kak. Atas bimbingan Kakak juga selama latihan menulis di sini.”

    

“Oya, sebagai penulis juga jangan sekali-kali melakukan plagiarisme.”

    

“Apakah plagiarisme, Kak?”

  

Si mentor menjelaskan tentang plagiarisme dan beberapa kasus plagiarisme yang pernah terjadi di Indonesia.

    

Dia berjanji tak akan melakukan plagiarisme. Dia semakin hari semakin rajin menulis cerpen.

   

Pada sebuah kesempatan, si mentor berpesan. “Semakin banyak kamu menulis, maka semakin meningkat kemampuanmu menulis. Kualitas karya akan mengiringi kuantitas. Percayalah!”

  

Dia sangat percaya pada perkataan si mentor yang sangat memotivasi dirinya. Tahun-tahun berlalu, suatu hari, seperti dia tidak percaya ketika cerpen karyanya dimuat media cetak. Koran lokal yang dibacanya ketika masih bocil. Kebetulan ayahnya yang seorang guru dulu berlangganan surat kabar tersebut

    

Dia sangat bergembira, dan memborong koran yang memuat cerpennya. Siang teduh itu, dia mendatangi perpusda untuk bertemu si mentor, memamerkan karyanya.

    

Ternyata si mentor sudah membaca. Si mentor mengucapkan selamat. Hei, si mentor memberikan undangan pernikahannya. Dia gembira tapi sedikit kecewa saat tahu media yang memuat tidak memberinya honor. Bukan itu, dia sedikit atau banyak kecewa ketika tahu si mentor telah memiliki seseorang. Oh, bukankah tujuan utamaku: kursus menulis? 


Dia hendak pamit pulang, dan mendapatkan satu kejutan lagi, saat si mentor memberinya amplop: berisi honor menulis dari komunitas, yang berasal dari kantung pribadi si mentor.

                                                                     

Kota Ukir, Juni--Januari 2024


_______


Penulis


Kartika Catur Pelita, menulis prosa dan puisi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Tulisannya dimuat di puluhan media cetak dan lokal, di antaranya Republika, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Jawa Pos, Nova, Kartini, Kompas, Media Indonesia, Soeara Moeria.com, Ayobandung.com, Bangka Pos, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Minggu Pagi, Solopos, Basis, Panjebar Semangat, Jayabaya, dan Djaka Lodang.


Memenangi Sayembara Menulis Cerita Rakyat, PAUD, Kemendikbud, 2016; Sayembara Nulis dari Rumah, Kemenparekraf, 2020, Sayembara Menulis Cerpen Nongkrong.id, 2021; Sayembara Novela, Basabasi 2023.


Founder komunitas Akademi Menulis Jepara (AMJ). Bukunya yang terbit: Perjaka, Balada Orang-Orang Tercinta, Perempuan yang Ngidam Buah Nangka, Karimunjawa Love Story, Baju Boneka Kain Perca, Kembang Randu, Kunang-kunang di Pelupuk Mata.



Kirim naskah ke

redaksingewiyak@gmail.com