Thursday, March 13, 2025

Cerpen Pagar Laut | Madina Azkiya Shafira | Gelombang Harapan


Di pesisir pantai yang berombak, dimana langit dan laut  saling bertemu bagaikan menyatu, seorang nelayan bernama Udin berdiri menatap cakrawala laut dengan seksama, ia adalah sosok sederhana yang sejak kecil telah mengenal laut sebagai sahabat dan sumber kehidupannya. 


Setiap pagi hari, ia berlayar menggunakan perahu kecilnya menerjang ombak yang semakin tinggi dan sejuknya angin laut, demi menangkap ikan untuk menghidupi keluarga kecilnya. Namun belakangan ini, hidupnya semakin sulit, ikan semakin sulit ditangkap, dan biaya hidup semakin meningkat. 


Pada suatu pagi yang cerah ketika matahari mulai terbit, Udin memulai perjalanan ke laut  dengan harapan mendapatkan ikan yang cukup demi keluarga kecilnya. Namun, setelah berjam-jam berlayar, jaring nya hanya menangkap ikan kecil, rasa putus asa mulai menyelimuti pikirannya.


Setelah kembali ke pesisir pantai, Udin melihat kerumunan warga berkumpul di balai desa. Ia pun mendekat dengan rasa penasaran. Ternyata, mereka sedang membahas proyek pagar laut yang akan segera dimulai dalam waktu dekat, pagar itu dianggap akan melindungi desa dari abrasi dan gelombang tinggi. Namun, banyak nelayan yang merasa khawatir bahwa proyek tersebut akan membatasi akses mereka ke laut. 


“Pagar itu akan merusak ekosistem! Ikan ikan akan pergi “ teriak Imam, sahabat Udin yang juga seorang nelayan. “Kita tidak boleh membiarkan ini terjadi!” Udin pun kebingungan, disisi lain ia ingin melindungi mata pencaharian nya, tetapi ia juga mengkhawatirkan keluarga kecilnya. “Tapi jika kita melawan, bagaimana dengan desa?” ujarnya ragu. 


Imam menatap tajam “Kau tidak tahu! Jika kita tidak melawan kita akan kehilangan segalanya!” Malam itu, sepanjang jalan Udin termenung. Aisyah, istrinya, menunggu di rumah dengan raut muka cemas. “Udin, bagaimana hasil tangkapan hari ini?” Tanyanya lembut. 


“Tidak banyak, Aisyah. Hanya ikan-ikan kecil. Dan… ada kabar tentang pagar laut” Ujar Udin dengan pelan. Aisyah menghela napas. “Aku mendengar dari tetangga, mereka bilang pagar itu bisa merusak laut. Apa yang harus kita lakukan?” 


Udin menatap anak-anaknya yang sedang bermain, mereka tidak tahu betapa sulitnya hidup yang mereka jalani. “Kita harus mencari cara untuk bertahan” Ujarnya, berusaha menenangkan diri. 


Hari-hari berlalu, dan keadaan di desa semakin tegang. Proyek pagar laut mulai dibangun, para nelayan menggunakan tanda tangan untuk menolak paksa pembangunan tersebut. Udin merasa tertekan, ia ingin ikut berjuang, tetapi ia takut dengan konsekuensi yang akan terjadi.


Suatu malam saat Udin duduk termenung, ia mendengar suara ribut diluar. Ia segera keluar dan melihat kerumunan orang di depan balai desa, Imam berdiri di tengah kerumunan, bersorak dengan semangat. “Kita tidak bisa membiarkan mereka merusak laut kita! Kita harus berjuang demi hak kita!” Hati Udin mulai tergerak, tetapi ketakutan akan kehilangan pekerjaan dan masa depan keluarganya, menghalangi Udin untuk bersuara. Ia pun kembali dengan rasa sesak di dada. 


Keesokan harinya, saat Udin berlayar ke laut, ia melihat pagar yang mulai dibangun di pesisir pantai. Pagar itu menjulang tinggi, menghalangi cakrawala yang ia lihat sejak kecil. Rasa kesal dan putus asa campur aduk menyelimuti hatinya, “Apa yang akan terjadi pada kita?” Gumamnya. 


Setelah termenung, Udin pun memutuskan untuk bergabung dengan protes yang diadakan oleh para nelayan, ia merasa ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi masa depan keluarga nya. Di pertemuan itu, Imam mengajak para nelayan untuk bersatu melawan proyek tersebut. 


Namun, tidak semua warga mendukung mereka. Beberapa orang yang setuju dengan proyek tersebut, mengancam dan menuduh mereka sebagai penghalang kemajuan desa. 

Udin merasakan ketegangan di antara dua belah pihak, ia ingin menjelaskan bahwa mereka juga peduli terhadap desa, tetapi kata-kata itu hanya ada di pikirannya. 


Malam itu, Udin pun termenung dalam pikirannya, ia memikirkan masa depan keluarganya, tetapi di sisi lain, ia tidak bisa membiarkan proyek tersebut menghancurkan laut yang menjadi sumber kehidupannya. 


Ia pun memutuskan berbicara dengan Aisyah. “Aisyah aku rasa kita harus melakukan sesuatu, jika kita tidak melawan, kita akan kehilangan segalanya” ujar Udin dengan suara bergetar. Lani menatapnya penuh pengertian, “Aku tahu, tetapi kita harus memikirkan keselamatan kita, jika kita melawan, mereka bisa mengusir kita” Udin mengangguk, ia tahu harus mempertimbangkan keputusannya. 


Keesokan harinya, ia bergabung dengan Imam dan para nelayan lainnya dalam aksi melawan proyek tersebut. Namun, suara mereka tidak didengar, proyek pembangunan tersebut terus berjalan, dan pagar tersebut semakin menjulang tinggi menutupi langit dan membatasi para nelayan dengan lautan.


 Udin tidak putus asa dan mulai mencari cara lain. Udin dan Imam mulai mengumpulkan cerita para nelayan yang terkena dampak proyek tersebut, mereka merekam dan menulis surat kepada media, berharap bisa menarik perhatian banyak orang. 


Video itu viral dan mulai menarik perhatian banyak orang, dukungan mengalir dari berbagai penjuru, para aktivis lingkungan mendukung mereka, Udin pun mulai merasa ada harapan di dalam hatinya. Namun, tidak semua orang senang dengan perhatian yang mereka dapatkan, pihak berwenang mulai mengancam para nelayan yang protes “Jika kalian terus melawan, maka kami akan mengambil tindakan tegas!” Dengan nada mengancam. 


Rasa takut mulai menyelimuti Udin, ia tidak ingin keluarganya terjebak dan mendapatkan masalah yang lebih besar. Namun, Imam tetap bersemangat, “Kita tidak bisa mundur sekarang! Kita sudah terlalu jauh!” 


Akhirnya setelah berbulan-bulan, Udin mendapat kesempatan untuk tampil di depan dewan desa, dengan hati berdebar menyampaikan pendapatnya mengenai laut yang memberi mereka kehidupan dan bagaimana pagar laut merusak segalanya. Setelah mendengar pendapat Udin para dewan mulai meragukan proyek tersebut, dan meminta waktu untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka. 


Beberapa minggu kemudian, dewan desa mengumumkan akan menghentikan proyek tersebut untuk sementara waktu dan meneliti lebih lanjut. Akhirnya Udin pulang dengan perasaan lega, tetapi penuh tekad ia berjanji akan terus berjuang demi masa depan mereka,”Kita akan melindungi laut ini, demi masa depan kita!” Ujarnya penuh keyakinan.


Hari-hari berikutnya, Udin dan Imam bekerja sama dengan para aktivis lingkungan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut. Mereka mengadakan pertemuan, membagikan informasi, dan mengajak warga desa untuk peduli terhadap lingkungan, Udin mulai melihat perubahan positif di antara warga desa. 


Di suatu senja, Udin dan anak-anaknya mulai mengumpulkan sampah di pesisir pantai, Udin terharu melihat anak-anaknya peduli terhadap lingkungan, ia tahu bahwa generasi mendatang harus lebih sadar pentingnya menjaga laut dan ekosistemnya. 


Akhirnya setelah berbulan-bulan berjuang, hasil kajian menunjukan bahwa proyek pagar laut tidak hanya akan merusak ekosistem laut, tetapi juga tidak efektif dalam melindungi desa dari abrasi. Pemerintah memutuskan membatalkan proyek tersebut dan mencari solusi yang lebih ramah lingkungan. 


Udin kembali dengan perasaan lega dan berjanji akan melindungi laut dan lingkungan mereka. “Ini adalah awal baru, kita harus kita harus terus berjuang menjaga laut yang bersih dan sehat!” 


Hari-hari berikutnya, Udin dan Imam bekerjasama dengan pemerintah dan organisasi lingkungan untuk pengembangan program pelestarian laut, mereka mengadakan pembersihan pantai, menanam bakau dan edukasi kepada anak-anak tentang pentingnya menjaga lingkungan. 


 Di pesisir pantai, saat matahari terbenam, Udin menatap cakrawala yang berkilauan, gelombang yang datang lalu pergi mengingat perjuangannya yang telah dilalui, bersama dengan para nelayan dan warga desa lainnya mereka akan terus berjuang untuk melindungi sumber kehidupannya dan memastikan bahwa laut akan tetap menjadi sahabat

mereka selamanya.





Biodata diri:

Nama: Madina Azkiya Shafira

Tempat/Tanggal Lahir: Batam/ 20 Desember 2008

Alamat: Bogor

Jenis Kelamin: Perempuan

Agama: Islam

Nomor WA: Madina Azkiya Shafira 0859-6659-9869