Hari ini masih seperti biasa dan matahari muncul di tempat yang sama. Namun ada yang berbeda; seekor ikan tiba-tiba muncul di langit kota. Ia muncul begitu saja seolah-olah Tuhan lupa menaruhnya di tempat yang benar. Orang-orang yang terbiasa melihat burung pun mendongak dengan dahi berkerut. Seekor ikan menggantung di udara tanpa sayap, tanpa suara, hanya diam seperti patung yang melawan gravitasi.
Tak lama, dari sisiknya yang aneh, jatuhlah sesuatu yang berkilauan—emas.
Orang pertama yang melihatnya adalah seorang pemulung yang kebetulan sedang lewat, dan begitu emas itu jatuh ke genggamannya, ia berteriak, “Mukjizat! Ini mukjizat!” dalam hitungan detik, kabar menyebar ke penjuru kota. Mereka datang berbondong-bondong, membawa ember, karung, bahkan baskom. Setiap kali emas jatuh dari tubuh ikan, mereka berebut seperti kawanan semut yang menemukan gula.
Namun, keanehan tidak berhenti di situ.
Di kejauhan, suara gemuruh menggema, diiringi dengan cahaya yang membelah cakrawala. Sesuatu yang mustahil terjadi: pagar laut turun dari langit. Tidak ada yang tahu dari mana datangnya, tapi kini lautan yang jauh telah terkurung oleh dinding transparan yang tak bisa ditembus. Ombak-ombak berhenti bergerak, ikan-ikan dilaut menggigil kebingungan, dan nelayan-nelayan hanya bisa menatap tak percaya.
Ini hukuman!
Ini berkah!
Ini akhir zaman!
Ini awal zaman!
Orang-orang berbicara sendiri-sendiri, tak ada yang bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Namun ikan di langit tetap menggantung, tetap menjatuhkan emas. Tapi ada yang mulai bertanya-tanya, dari mana emas itu berasal? Apakah ikan itu murni anugerah atau ia sebuah pesan yang datang dari Maha Besar dan Perkasa, atau ada sesuatu yang lebih mengerikan?
Lalu, seorang ilmuwan mencoba meneliti. Ia membawa sepotong emas itu, membawanya ke laboratorium, dan setelah berjam-jam, ia menemukan sesuatu yang mengerikan. Emas itu bukan emas biasa, melaikan sesuatu yang baru, sesuatu yang tak pernah ada sebelumnya dalam tabel periodik. “Unsur mutasi,” katanya dengan suara bergetar. “Unsur yang tidak berasal dari bumi.”
Saat itu juga, ikan yang menggantung di langit mulai bergerak. Tidak berenang, tidak terbang, tapi seperti meresapi waktu. Matanya memandang ke bawah, ke arah manusia-manusia yang kini takut pada emas yang baru saja mereka rebut. Emas itu kini mulai berpendar aneh, seperti ingin kembali ke ikan. Beberapa orang yang menggenggamnya merasa tangannya membeku, berubah menjadi serpihan-serpihan logam sebelum jatuh ke tanah dan hancur menjadi debu emas.
Mereka menjerit.
Namun, perhatian orang-orang beralih ketika pagar laut yang tiba-tiba muncul mulai berdenyut seolah bernafas. Beberapa bagian berubah warna, dari transparan menjadi gelap, berkilat-kilat seperti kilauan sisik ikan. Para ilmuwan dan pemuka agama berselisih pendapat: apakah pagar ini adalah perlindungan atau penjara yang baru? Apakah Tuhan sedang menguji umat manusia, atau ini ulah kekuatan yang lebih tua dari yang pernah dikenal manusia?
Pagar laut itu semakin tinggi, menutupi cakrawala. Orang-orang yang mencoba menyentuhnya merasa sensasi aneh, seakan waktu disekitar mereka melambat. Nelayan-nelayan yang kapalnya terjebak di dalam pagar melaporkan sesuatu yang mengerikan: air laut mulai mengkristal seperti emas, mengeras, membuat kapal-kapal tidak bisa bergerak. Nelayan-nelayan kehilangan mata pencahariannya. Ikan-ikan yang dulu bebas berenang kini menggantung di dalam air, membeku seperti patung.
Sementara itu, ikan di langit semakin membesar. Ia tak lagi menjatuhkan emas, tetapi serpihan pagar laut itu sendiri. Serpihan yang berpendar dan melayang sebelum jatuh ke tanah, menempel pada manusia, rumah, jalanan dan mengubah segala yang disentuhnya menjadi bentuk yang aneh, tidak bisa dijelaskan.
Beberapa orang mulai percaya bahwa ikan itu bukan hanya makhluk biasa. Bahwa ia adalah bagian sesuatu yang lebih besar, lebih tua, dan lebih dekat dengan asal mula dunia. Ada yang menyebutnya sebagai utusan Tuhan, ada yang melihatnya sebagai sisa dari eksperimen kosmik yang gagal. Tapi tidak ada yang tahu pasti.
Seorang pria tua yang dikenal sebagai pendongeng datang ke alun-alun dan mulai berbicara. Ia mendongakkan dagunya dan membentuk kedua tangannya seperti moncong “Dalam cerita kuno, ada makhluk dari laut yang dikutuk karena mencari cahaya dari bintang. Ia dilempar ke langit sebagai hukuman, menggantung selamanya, hanya bisa menetaskan kekayaan yang ia curi. Tapi saat pagar laut turun, itu tandanya ia tidak lagi terkurung sendirian.”
Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah ikan itu menunggu sesuatu? Apakah pagar laut itu adalah awal, atau justru dari sesuatu dari sesuatu yang para pemuka agama percayai?
Di laboratorium, para ilmuwan mencoba mengambil potongan pagar laut dan meneliti di bawah mikroskop. Yang mereka temukan jauh lebih aneh dari yang mereka bayangkan: pagar itu bukanlah materi biasa. Di dalamnya terdapat pola-pola yang terus berubah, seolah-olah itu kode yang hidup, sesuatu yang mencoba berkomunikasi.
Pada hari keempat sejak kemunculan ikan dan pagar laut, langit berubah warna. Cahaya berpendar dari ikan yang menggantung, dan seketika, waktu di seluruh kota berhenti. Orang-orang membeku di tempat, ombak yang tersisa tidak bergerak, dan suara menghilang. Dalam keheningan itu, sesuatu yang tak bisa dijelaskan terjadi.
Ketika semua kembali seperti semula, pagar laut mulai pecah, menjadi kepingan-kepingan cahaya yang melayang ke udara dan hilang, laut kembali bergerak, ikan-ikan yang beku mencair, dan emas yang telah jatuh dari ikan mulai menghilang satu per satu.
Namun, tidak semuanya kembali normal. Kota tidak lagi terasa sama. Sejumlah orang yang pernah menyentuh emas melaporkan bahwa mereka mulai bermimpi tentang laut yang tak berujung, tentang makhluk yang menggeliat di kedalaman, lebih besar dari gunung. Mereka terbangun dengan mata berkilauan, dan perlahan, kata-kata mereka mulai berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh orang lain.
Pemerintah, yang sejak awal melihat ini sebagai peluang ekonomi, telah berusaha menguasai emas yang jatuh. Mereka membangun menara-menara tinggi, mencoba menjangkau ikan, namun setiap kali mereka mendekat, menara-menara itu runtuh oleh bobotnya sendiri. Mereka mengerahkan pasukan untuk mengambil emas sebelum rakyat menyentuhnya, tapi mereka yang menggenggam terlalu lama akan berubah menjadi patung emas yang kemudian hancur oleh angin.
Pada akhirnya, ketika semuanya kembali seperti semula, mereka hanya bisa menatap ke atas, seperti semua orang lainnya. Tak ada keuntungan, tak ada kemenangan, hanya misteri yang tak terpecahkan. Dan ikan itu tetap di sana, menggantung di langit, seolah menertawakan kesia-siaan manusia.
Dan di suatu pagi lain dimana matahari muncul tepat pada waktunya, seekor ikan lain muncul di langit kota berikutnya.