Di bawah panas yang terik tak menyurutkan semangat rudi dan teman-temannya untuk bermain di tempat favorit mereka, yaitu bermain di laut. Ya rudi merupakan anak salah satu nelayan yang berada di desa Kohod kecamatan Pakuhaji kabupaten Tangerang Banten. Pak mimin adalah sapaan akrab bapaknya rudi, yang juga dikenal sebagai “sahabat laut” karena kemampuan pak mimin yang dapat mengenali laut dan merawat laut dengan sangat baik karena baginya laut merupakan dapur dan rumah kedua pak mimin.
Ketika selesai sekolah rudi dan teman-temannya seperti biasa bermain dipinggir laut sambil mencari kerang maupun biota laut lain yang bisa diolah dan dijual. Namun ada yang berbeda sore itu karena ada sekelompok orang tiba-tiba berkumpul dan membicarakan sesuatu. Entah apa yang mereka bicarakan namun dengan berani rudi bertanya kepada salah seorang dari mereka “ mang lagi ada apa ya, kok tumben rame?” tanyanya dengan polos. Seseorang dengan badan kekar menjawab “tong jangan ikut campur urusan kami ya”. Melihat postur tubuh yang besar membuat rudi dan teman-temannya memutuskan untuk pindah ke sisi lain laut.
Brugggg... suara tumpukan bambu dijatuhkan dari kontainer yang jumlahnya puluhan unit secara bersamaan datang disisi lain laut dimana rudi dan teman-temannya datangi. Dipantau oleh beberapa orang berbaju rapih, namun ada satu sosok yang rudi kenal dan rudi pun tak ragu menyapanya “mang sahrul... ada apa ini kok banyak mobil besar mang? Mau bikin rumah siapa mang?” sekali lagi pertanyaan keluar dari mulut rudi yang polos. “eh tong lagi ngapain disitu, sana pulang tempat ini sudah tidak boleh dilewatin sama kalian ya” jawab mang sahrul yang tidak lain adalah salab satu RT di desa Kohod. “kenapa gitu mang?” tanya rudi. Namun tanpa dijawab rudi dan teman-temannya diusir dengan cara di dorong.
Rudi dan teman-temannya pun pulang kerumah masing-masing dengan tangan kosong. Selepas maghrib rudi dan keluarganya biasa makan malam diruang tamu sempit dirumah mereka. “pak tadi ada banyak orang terus banyak mobil besar di laut, itu mau buat apa ya pak? Oh iya tadi juga ada mang sahrul tapi rudi sama teman-teman malah di dorong” tanya rudi dengan wajah sedikit cemberut. Pak mimin tak menggubris pertanyaan rudi namun terdengar suara ketukan pintu “Tok.. tok.. tok.. assalamu’alaikum mang mimin” suara orang dari balik pintu. “bentar ya bu, bapak buka pintu dulu” ujar pak mimin pada istrinya.
Selang beberapa menit, pak mimin kembali ke ruang tamu dengan wajah sedikit emosi. “kenapa pak?” tanya istrinya pak mimin. “mang sahrul bu mau ngasih uang ke bapak katanya kalau mau kerja sama diproyeknya nanti upahnya lumayan” jawab pak mimin. “emang kerja sama apa pak?” sahut istrinya pak mimin. “kayanya mang sahrul mau jual laut kita bu, tapi bapak tolak karena laut ini milik kita bersama, akan ada banyak orang yang dirugikan nantinya kalau ini dibiarkan termasuk keluarga kita” ujar pak mimin
Setelah sarapan ikan hasil tangkapan bapaknya, rudi pun berangkat ke sekolah, namun kaget bukan kepalang rudi kala melihat sudah ada pagar bambu yang mengitari laut dekat tempat tinggalnya. "Wiih pagar apa itu, panjang sekali" Ujar rudi yang merasa heran karena kemarin belum ada pagar bambu di laut. Rudi pun berlari menghampiri beberapa temannya untuk melihat lebih dekat pagar bambu tersebut, namun belum lama mereka melangkah mereka sudah dihadang oleh orang-orang dengan badan kekar yang mereka temui kemarin. "Hey.. Mau ngapain kalian, pergi! " Sahut seseorang yang menjaga pagar bambu tersebut. Mereka pun berlari terbirit-birit karena takut dan langsung menuju ke sekolah mereka. Ternyata peristiwa itu sudah dilihat oleh sebagian besar masyarakat di desa Kohod yang merasakan hal yang sama.
Denting waktu terus berputar, namun pagar bambu itu makin memanjang jauh dan membentang di tengah lautan, yang jelas mengganggu aktivitas nelayan di sana. "Mang mimin, gimana ini kenapa pagar bambu ini malah makin panjang, saya mau cari ikan jadi susah harus memutar perahu yang cukup jauh, ngabisin solar mang" Keluh salah satu rekan nelayan pak mimin. "Saya juga tidak mengerti, padahal saya dan mang jupri sudah ngobrol sama RT masalah ini namun jawabannya itu proyek pusat jadi tidak bisa diganggu gugat" Jawab mang mimin. "Terus gimana ini mang kalo terus begini nelayan kaya kita pasti bakal sengsara hidupnya" Sambung rekan nelayan pak mimin. Sambil termenung pak mimin pun dengan tegas mengatakan "kita tidak bisa tinggal diam, kita harus minta keadilan, kita harus ambil kembali laut kita. Besok kumpulan seluruh nelayan di desa Kohod untuk membahas langkah apa yang perlu kita lakukan".
Keesokan harinya, pak mimin, mang jupri dan beberapa nelayan lain sudah berkumpul di salah satu saung milik seorang pemuda disana. Mereka pun mulai menyuarakan aspirasi mereka dan mengambil langkah untuk melakukan demo di dekat area pagar bambu. Di pimpin oleh pak mimin, mereka pun sepakat besok akan dilakukan demo atas ketidak adilan yang nelayan terima akibat pagar laut. "Baik bapak-bapak dan pemuda kita sepakat bahwa besok kita adakan demo di dekat pagar laut, kita tidak boleh tunduk pada penjajah kita harus lawan untuk mengambil kembali laut kita! " Kata-kata itu langsung disambut antusias seluruh nelayan dan pemuda yang berkumpul disana "setuju.. Lawan...! "
Ketika hendak mengambil air minum ke dapur, rudi tidak sengaja mendengar percakapan bapak dan ibunya. "Pak, apa sebaiknya kita ngobrol dulu sama mang sahrul, karena bagaimana pun mang sahrul yang punya wewenang untuk membubarkan pagar laut itu" Ujar istrinya pak mimin. "Buu.. Bapak sama yang lain udah sering ngobrol sama mang sahrul tapi kan ibu tahu sendiri jawabannya itu-itu aja bu. Ini sudah jelas bu kalau RT didesa kita hanya mementingkan diri sendiri jadi mereka selalu buat alasan supaya kita tidak mengganggu proyek mereka" Jawab pak mimin. "Tapi pak, ibu takut nanti preman-preman yang menjaga pagar itu nanti mereka mukulin bapak" Sambil terisak istri pak mimin berusaha menahan pak mimin untuk tidak melakukan demo besok. Sambil memegang pundak istrinya pak mimin pun berkata "tenang saja bu, Insya'allah tidak akan terjadi sesuatu sama bapak, kalaupun terjadi sesuatu ibu harus percaya kalau apa yang bapak lakukan ini semua demi laut kita, demi kehidupan nelayan disini dan demi keluarga kita juga bu". Dengan berat hati istrinya oak mimin pun menganggukkan kepala tanda setuju dengan apa yang pak mimin katakan.
Tepat di area dekat dengan pagar laut itu, sudah banyak nelayan dan pemuda yang sudah berkumpul disana, namun rupanya aksi ini sudah diketahui terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang melakukan proyek pembangunan pagar laut sehingga sudah banyak pula preman-preman dan tokoh penting hadir disana. Awalnya demo ini berjalan damai namun beberapa waktu kemudian, demo pun berjalan riuh karena salah satu pejabat desa disana meminta preman-preman untuk menembakkan senjata api ke udara. Hal ini jelas di seharusnya dilakukan karena bisa melukai orang lain. "Dor.. Dor.. Dor.." Suara tembakan di udara. "Mundur.. Atau kami tidak akan segan untuk melepaskan tembakan ke arah kalian" Ujar salah seorang preman kepada pendemo. "Tidak, ini laut kami kembalikan laut kami, bebaskan laut kami" Sahut salah satu nelayan. "Dor.. Dor.. Dor.. " Sekali lagi tembakan dilepaskan ke udara. "Woy maju kau bangsat kalau berani turun sini jangan pakai senjata api" Tantang seorang nelayan. Akibat perkataan itu preman-preman itu pun menjadi emosi dan mengejar kemudian menghajar tanpa ampun para pendemo. Akibatnya ada banyak nelayan yang terluka baik karena pukulan, pengeroyokan maupun dorongan yang menyebabkan meraka terjatuh dan terinjak-injak.
"Aduh aduh sakit, ampun pak" Rintih salah seorang nelayan yang dikeroyok beberapa preman. "Aaaahh ampun ampun pak" Rintih nelayan lain yang kesakitan akibat dipukuli preman itu. Tak berselang lama pak mimin dan beberapa anggota dari kementerian kelautan dan perikanan atau disingkat KKP dan beberapa anggota polisi datang untuk menghentikan kericuhan itu. Sontak saja hal ini membuat para preman-preman dan pejabat desa itu berhamburan. Pak mimin berhasil menangkap mang sahrul yang mencoba melarikan diri " Brugh.." Tubuh pak mimin yang menindih tubuh mang sahrul "mau lari kemana kamu sahrul" Ucap pak mimin "ampun mang saya tidak tahu apa-apa" Sahut mang sahrul. "Tidak tahu apa-apa bagaimana, kamu lihat warga kita banyak yang terluka gara-gara kamu rul, untuk apa kamu jual laut? Kamu tidak pikirkan nasib kami para nelayan? " Hendak memukul mang sahrul, namun dihentikan oleh polisi disana "sudah bapak, kita bawa dulu bapak ini untuk kita mintai keterangan".
Beberapa waktu berselang, pagar bambu itu mulai dibongkar karena tidak memiliki izin pembangunan dan sangat merugikan masyarakat khususnya nelayan. Warga dibantu oleh beberapa elemen berhasil membongkar pagar laut yang membelenggu kehidupan nelayan. Para pelaku dan dalang pembangunan pagar laut itu pun sudah diadili dan di penjara sesuai hukum yang berlaku. Rudi dan teman-temannya pun bisa kembali bermain dengan bebas dilautan tanpa khawatir apapun, begitupun kehidupan masyarakat disana sudah kembali membaik seiring berjalannya waktu.