Cerpen Muhammad Nadhif Akbar
(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)
Jingga emas sepanjang mata bisa melihat di atas laut mewarnai langit ketika matahari lambat-lambatnya tenggelam di ufuk barat. Arthur, seorang penjelajah samudra berpengalaman dan jenius, berdiri tegak di atas geladak kapalnya, The Voyager, memandang lautan yang tak berbatas. Matanya biru seperti laut itu sendiri, menatap tajam nan menyakinkan. Sudah lama ia menjelajah, melalui setiap ujung samudera, mencari sesuatu yang banyak dianggap sebagai cerita dongeng: Atlantis!
Arthur bukan orang pada umumnya. Dia dibesarkan dengan dongeng-dongeng misteri tentang kota itu oleh kakeknya, navigator tua yang percaya Atlantis adalah kunci rahasia dunia. Kakeknya kasih Arthur sebuah peta tua yang dikatakan bisa mengantarkan dia ke sana. Tapi peta itu tidak selesai. Ada bagian yang hilang, dan Arthur tahu bahwa dia harus percaya pada wawasan dan keberaniannya untuk cari tanda-tanda yang hilang.
Hari itu, The Voyager sampai di titik yang dipetakan di peta. Tapi yang Arthur dapat bukanlah pulau atau kota besar, tapi hal aneh dan tidak diduga: sebuah pagar laut mahabesar. Pagar itu terbuat dari bahan yang tak dikenal, berkilau seperti mutiara tetapi keras seperti besi. Panjangnya sampai ke langit, melebar seluas pandangannya, seolah-olah menjaga sesuatu yang sangat berharga di belakangnya.
Arthur bilang ke awak kapalnya untuk berhenti. Dia lihat pagar itu dengan tajam. Ada yang aneh dengannya. Pagar bukan hanya fisik, tetapi juga bersinar energi yang bisa dirasakan. Setiap kali kapal mendekat, awaknya merasakan goyangan aneh, mirip seperti omongan untuk jangan maju lagi.
"Kapten, apa itu?" tanya Finn, anak buahnya yang setia. Suaranya bergetar seperti jalanan di bawah angin laut.
"Itu pagar laut," jawab Arthur dengan suara yang keras seperti ombak. "Dan di belakangnya, aku yakin Atlantis ada di sana!"
Finn mengangguk, tapi wajahnya tampak ragu. "Tapi bagaimana kita lolos?"
Arthur tidak segera memberi jawaban. Dia berdiam, menggigit bibirnya, mengingat kembali kata-kata kakeknya. Kakek pernah katakan, Atlantis dijaga oleh kuas yang hanya boleh ditafsirkan oleh yang punya hati jahanam dan niat besi. Mungkin sekadar itu adalah sebuah tes, bukan hanya penghalang fisik saja.
Malam itu, Arthur duduk di atas kapal, mempelajari peta tua itu lagi. Tiba-tiba, dia nampak sesuatu yang lama dia lupa. Ada tanda kecil di sudut peta, seperti lingkaran dengan garis-garis yang mirip gelombang. Dia pun rasa, tanda itu mungkin jadi kunci untuk melewati pagar laut yang misterius.
Esok pagi, Arthur perintah orang bawahannya untuk tahu banyak tentang pagar laut itu. Mereka gunakan alat-alat yang modern untuk melihat-lihat, tetapi tidak ada yang berhasil. Pagar itu tampak seperti tiada lubang atau lemah. Tapi Arthur tiada rasa hilang semangat. Dia tahu bahwa dia perlu coba cara lain.
Dia ambil lonceng kecil daripada kakeknya, yang dia bawak setiap kali. Lonceng itu terbuat dari bahan yang aneh sama macam pagar laut, dan Arthur selalu rasa ada hal lain tentangnya. Dia bunyi-bunyikan lunceng itu, dan bunyinya lembut tetapi kuat berkembang di udara.
Tiba-tiba, sesuatu yang amat amat ajaib berlaku. Pagar laut mulai goyang-goyang, dan di tengahnya, muncul lubang kecil. Arthur tiada ragu-ragu. Dia perintah Finn dan beberapa orang lain bersama-sama masuk. Lubang itu tidak sekecil yang dia bayangkan. Dia tahu ini adalah awal petualangan jauh mereka.
Tetapi jalan mereka tidak mudah sampai itu. Sejauh mereka melewati pagar, laut di sekitar mereka gelap dan bergelora. Dari kedalaman laut, muncul seekor raksasa yang menakutkan: Kraken, makhluk yang diisah di cerita-cerita lautan. Tubuhnya besar seperti sebuah pulau dan tentakelnya panjang, sedia menghantam kapal mereka.
“SEMUA BERSIAAAP!” seru Arthur, kuku tangan dia pegang kuat pada kemudi. “Kita harus berlawan!”
Mereka bersiap, sama ada mengambil senjata atau menjaga kapal, semua berdiri tegap. Kraken mengeluarkan suara yang mengguncang dunia, dan satu tentakelnya mencoba menghancurkan kapal mereka. Tetapi Arthur masih ingat lonceng kecil itu. Mungkin itu adalah yang bisa mengalahkan Kraken. Dia bunyikan lonceng itu lagi, kali ini dengan tenaga yang besar. Suara lonceng itu berbunyi keras, dan Kraken tampak seperti rasa sesuatu yang aneh.
“SEKARANG GUNAKAN SENJATA!” Arthur berseru. Kraken menghentikan serangan dan tenggelam ke bawah laut. Arthur bunyikan lenceng sambil Finn dan lain-lain melepaskan tembakan untuk mengacaukan perhatian Kraken.
Laut kembali tenang setelah Kraken hilang. Arthur dan kawan-kawan mereka merasa lega. Mereka telah melewatinya, tetapi Arthur tahu ini hanyalah mula-mula.
Di belakang pagar, ada pemandangan yang mengagumkan. Laut menjadi jernih seperti gelas minuman air zam-zam, dan jauh di sana, mereka nampak cahaya cerah berasal dari bawah permukaan. Arthur yakin, mereka telah menemukan Atlantis.
***
Namun, perjalanan mereka belum usai, maties! Mereka perlu menyelam sampai ke bawah laut untuk sampai ke kota terkenal itu. Dengan alat selam yang mereka bawa, Arthur dan kawan-kawannya merayap ke dalam air dingin tetapi enak seperti angin laut. Semakin jauh mereka merayap, semakin jelas mereka melihat bangunan-bangunan raksasa yang terbuat dari batu dan besi yang tiada banding di dunia ini. Ini adalah karya-karya dari sebuah masa lama dan suatu peradaban yang terkubur!
Ketika mereka sampai di pintu kota, mereka dilihat oleh makhluk laut yang aneh. Mirip ikan. mereka mengeluarkan suara-suara tajam dan Arthur merasakan bahwa ia dimintakan untuk menunjukkan diri. Arthur mengeluarkan lonceng kecil lagi dan memperlihatkan ke arah mereka. Penjaga itu tampak terkejut dan mengangguk. Silakan masuk!
Dalam kota, Arthur dan kawan-kawannya dihadiahkan pemandangan yang seperti mimpi. Atlantis adalah tempat di mana teknologi tingkat tinggi dan makhluk-makhluknya berdiam dengan harmoni. Penduduknya ramah, dan mereka cerita bahwa kota ini dijaga oleh pagar laut raksasa dan makhluk seperti Kraken untuk menjaga rahasia dunia. Ini adalah pusat ilmu dan kebijaksanaan, dan hanya yang layak yang boleh mencapai!
Arthur tinggal beberapa hari di sana, belajar segalanya yang boleh dia belajar. Ia mengerti bahwa kota hilang ini bukan hanya menggadai, tetapi juga mengerti diri sendiri dan apa yang ia hendak di dunia.
Ketika waktunya balik, Arthur tahu ia tidak boleh bawa pulang harta atau teknologi dari Atlantis. Apa yang ia bawa kembali itu adalah ilmu dan nasihat yang ia hendak tunjukkan kepada dunia. Pagar laut dan Kraken itu tak hanya penghalang, tapi juga pengawal yang pasti hanya yang bersedia diterima yang boleh melihat rahasia Atlantis.
Kapal Arthur, The Voyager, berlayar balik ke dunia yang kita kenal, Arthur berada di atas geladak, melihat lautan yang kini terlihat luas dan menakutkan daripada sebelum ini. Ia tahu petualangan belum habis, kerana lautan selamanya penuh dengan rahasia yang tinggal tunggu untuk ditemui. Di sana, di kedalaman laut, Atlantis tetap berdiri, menanti penjelajah seperti Arthur untuk ditemuinya lagi.