Saturday, March 8, 2025

Cerpen Lomba | Azmanalah | Alam Ini untuk Siapa

Cerpen Azmanalah



(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)


Dua pasang kaki menapaki pasir yang tersebar di sepanjang tepi pantai. Langkahnya perlahan juga tidak pasti. Mereka mengikuti saja ke mana pemiliknya akan membawanya pergi. Loi, nama pemilik sepasang kaki pertama. Ia berjalan dengan temannya, bernama Hakim. Nama mereka tertera di baju yang mereka kenakan. Terlihat seperti baju seragam sekolah. Tapi, bukan seragam putih merah, melainkan keruh merah. Ya, begitulah adanya baju mereka berdua.


Hari ini adalah hari terakhir untuk Loi, Hakim, dan teman-temannya menunggu hasil dari perjanjian yang dibuat oleh Tuan Plo. Tuan Plo adalah pemimpin desanya yang baru setelah belum genap dua minggu pemimpin desa sebelumnya, Datuk Qi menghilang.


Desa tempat Loi dan Hakim tinggal merupakan desa yang terletak di pesisir pantai. Namanya Desa Irouri. Warga Irouri diisi dengan orang-orang yang peduli satu sama lain, menjunjung pendidikan dengan cara apapun, dan sangat tidak suka dengan sesuatu yang tidak jelas juga suatu kebohongan. Nilai-nilai yang berhasil melekat pada jiwa warga Irouri adalah hasil dari kepemimpinan yang dipimpin oleh Datuk Qi.


Datuk Qi bukan saja menjadi pemimpin di desanya. Ia juga menjadi ayah, kakek, penasehat, tokoh agama, dan panutan bagi warga Irouri. Ia disegani, ditunggu-tunggu pendapatnya, diakui keterampilannya dalam mengelola desa, diteladani perilaku juga usahanya, dan yang menjadi nilai pelengkapnya adalah ia menjadi orang terkaya di desa Irouri. Kekayaan ini menjadi nilai pelengkap ketika Datuk Qi mampu menjadikannya sebagai ladang pahala. Ia jadikan harta- hartanya sebagai pemasukan terbesar untuk kas desanya. Bahkan ia menjadi penyetor terbesar sampai menyentuh 50% dari keseluruhan dana yang terkumpul setiap bulannya. Dari kas tersebut dijadikanlah sebagai dana untuk membenahi sampan, menanam mangrove, membuat budidaya ikan dan kelapa, dan pembangunan serta perawatan lainnya yang dapat menunjang kemajuan desa Irouri.


Tidak cukup sampai di situ, Datuk Qi juga memanfaatkan kekayaannya sebagai ajang kebaikan bagi anak-anak desa Irouri. Ia memanfaatkannya dengan memberikan beasiswa atau pendanaan bagi anak-anak yang mampu memenuhi persayaratan yang telah ditetapkannya. Uniknya dan yang membuat beasiswa ini sangat menarik anak-anak Irouri, terletak pada persyaratannya itu sendiri.

 

Persyaratan Beasiswa DQ untuk anak-anak Irouri sebagai berikut:


1. Penerima beasiswa adalah anak-anak yang belum berkeluarga di Desa Irouri

2. Penerima beasiswa selalu berusaha belajar dan beribadah sungguh-sungguh

3. Penerima beasiswa selalu berusaha berperilaku baik kepada ciptaan Tuhan

4. Memiliki jiwa berani jujur, berani adil, dan berusaha selalu taat kepada Tuhan


Persyaratan-persyaratan ini yang nantinya digunakan untuk menyeleksi kandidat penerima beasiswa DQ. Ketika para kandidat dinyatakan lolos, mereka akan mendapatkan benefit yang sangat memuaskan. Seperti pembiayaan pendidikan sampai lulus kuliah, mendapat kamar asrama, mendapat pelatihan, dan setiap tahunnya mendapat uang perjalanan pulang ke Desa Irouri. Penerima pun tidak dibatasi, sehingga semua anak memiliki peluang lolos yang sama.


Sekolah yang dijadikan sasaran telah dipilihkan Datuk Qi merupakan sekolah yang berkualitas dalam pendidikan, fasilitas, dan lingkungannya. Namun sekolah ini berada jauh dari desa Irouri, sehingga tidak memungkinkan para penerima beasiswa untuk pulang-pergi dari rumah ke tempat belajarnya. Maka, hadirlah tunjangan perjalanan untuk mereka pulang dua kali dalam setahun, juga kamar asrama sekolah yang menyediakan segala kebutuhan mereka selama belajar di sana. Lengkap sudah obat kekhawatiran para orang tua jika ingin anak mereka belajar jauh dari desa mereka. Terlebih, ini semua atas tanggung jawab Datuk Qi yang sangat mereka percayai.


Terlihat sederhana, tapi itulah yang ditargetkan oleh Datuk Qi. dengan adanya persyaratan tersebut, secara tidak langsung Datuk Qi telah menanam benih berkualitas di Desa Irouri melalui anak-anak desa tersebut. Mereka menjadi terbiasa untuk melatih diri menjadi anak yang jujur dalam segala sektor, menjadi anak yang mempunyai waktu berkembang dengan tidak fokus untuk segera berkeluarga, menjadi berani dan adil dalam berbagai masalah, menjadi anak yang dapat berperilaku baik terhadap sesama, dan menjadi hamba yang berusaha taat kepada Tuhannya. Hal ini menjadikan para orang tua juga ikut bekerjasama membantu anak- anak dengan menerapkan hal serupa.


Hal ini dapat dilihat dari keseharian mereka. Di Desa Irouri, barang tertinggal tidak akan hilang dan akan kembali kepada pemiliknya, ketika ada yang berlaku salah akan mengakuinya dan saling memaafkan, beribadah selalu tepat waktu bahkan hampir selalu di awal waktu, dan tidak ditemukan satu rumah yang tidak memiliki makanan pokok. Ini merupakan kehidupan yang sehat. Kehidupan yang diharap-harapkan oleh orang-orang yang hidup keterbalikan dari Desa Irouri.

 

Namun, hal ini tidak berlaku selamanya. Seperti manusia yang pada akhirnya akan mati, kebahagiaan di Desa Irouri juga akhirnya memliki masanya untuk tidak baik-baik saja.


Tidak ada kabar badai dari laut, hujan dari angin, dan angin kencang dari udara sebelum kabar menyedihkan itu sampai ke telinga warga Irouri. Ya, kabar bahwa Datuk Qi menghilang. Tidak ada yang mengetahuinya. Ke mana ia pergi? Kapan dan di mana terakhir ia ada? Bersama siapa terakhir ia bercengkrama?


Menghilangnya Datuk Qi disadari ketika orang yang bekerja dengannya tak menjumpainya di rumah, di kebun, atau tempat yang sering Datuk Qi kunjungi. Warga juga tidak menjumpainya pekan lalu, saat semua orang sedang berlibur dan hanya berdiam diri di rumah untuk istirahat. Datuk Qi menghilang ketika semua orang lelah, ketika orangannya sedang berlibur sedangkan ia hanya tinggal seorang diri di rumah.


Belum selesai dengan kesedihan atas hilangnya Datuk Qi, muncul seorang pria bersama dua pengawalnya yang mengaku diperintah oleh pusat untuk mengisi kekosongan kepala desa di Desa Irouri. Ia adalah Tuan Plo. Orang yang tidak pernah merasakan dinginnya angin malam dan panasnya siang di pesisir laut desa ini. Orang yang tidak seorang pun warga Irouri mengenalnya dan memilihnya. Orang yang tiba-tiba menjanjikan masa depan kaya kepada warga Irouri sambil menyunggingkan gigi emasnya.


Dan inilah hari penantian sekaligus penagihan atas mulut harum manis Tuan Plo. Hari pengumuman siapa saja yang lolos mendapat beasiswa? Siapa saja yang bisa bekerja setelah lulus menjadi pekerja Tuan Plo? Dan siapa saja yang tidak beruntung untuk menerima salah satu dari keduanya.


Benar. Selain menawarkan beasiswa yang persyaratannya segudang dengan benefit seadanya, terdapat tawaran baru yang diberikan Tuan Plo kepada warga Irouri. Tawaran sebagai pekerja di tempat kekuasaannya. Salah satu pekerjaan yang paling lucu dan menggelitik telinga warga Irouri adalah “menjaga laut Tuan Plo” yang sudah dibatasi dengan beribu-ribu pagar. Pagar- pagar yang terlihat seperti garis-garis dari atas laut, pagar-pagar yang muncul secara tiba-tiba, pagar-pagar yang mengikis mata pencaharian warga Irouri, dan pagar-pagar yang tak pernah diharapkan keberadaannya oleh orang-orang yang masih sehat hati nura


Laut Tuan Plo, tiga kata yang awalnya mereka kira sebagai lelucon saja. Kemudian pertanyaan- pertanyaan muncul ketika yang mereka anggap lucu bukanlah bualan semata.

 

Bagaimana mungkin laut ada pemilik pribadinya? Siapa yang punya wewenang menjualnya? Siapa pula yang mau dan waras membelinya? Bukankah jika ada, kita yang berhak karena telah merawatnya sejak lama?


Namun, pertanyaan hanyalah pertanyaan yang tidak sedetik pun Tuan Plo ingin mendengarnya, apalagi menjawabnya. Ia hanya menganggapnya angin lalu. Selama atasannya oke, maka mudah baginya untuk mencapai tujuannya sekalipun harus merobek peraturan tertulis yang menghadangnya agar tidak melewati batas.


Sebenarnya bukan mau-mau saja warga Irouri menerima semua aturan dan tawaran Tuan Plo. Bukan mereka tidak pernah mencoba berdiskusi atas rusaknya mata pencaharian mereka. Bukan mereka tidak pernah memberontak secara ramai-ramai atas apa yang mereka terima selama beberapa bulan dipimpin Tuan Plo. Tapi ada hal yang mereka sendiri sulit melawannya. Mereka sendiri pun kesal mendengarnya. Satu hal inilah yang menjadikan Desa Irouri tak terkontrol lagi. Satu hal ini dikenal dengan sebutan kebal hukum.


Salah satu bukti kesemena-menaan Tuan Plo dapat dilihat dari raut wajah kecewa milik Loi dan Hakim. Dua remaja dengan seragam lusuhnya menyusuri pantai pasir putih bersih. Bertelanjangkan kaki dengan sepatu dijinjing. Berjalan perlahan sambil berpikir


Bagaimana bisa tidak ada satu orang warga Irouri yang tercantum Namanya di kolom penerima beasiswa maupun pekerja? Apa yang mereka pikirkan sebenarnya? Atau sebenarnya mereka tidak pernah berpikir? Oh,,,Tuhan. Sebenarnya, untuk siapakah alam ini?