Saturday, March 8, 2025

Cerpen Lomba | Aliyah | Antarlina

Cerpen Aliyah



(Disclaimer: Redaksi NGEWIYAK tidak mengubah/mengedit isi naskah lomba)


Aku, samudra yang tak terhingga, tempat banyak kehidupan berpadu dalam harmoni. Di dalam riak ombak dan kedalaman biru, aku menyimpan banyak cerita. Aku, laut yang telah lama menatap Dunia ini, kini merasa seperti serang terkunci. Pagar dibangun di sepanjang pesisir remaking mendekat, mendesak, dan menutup sebagian tubuhku yang terhampar luas ini.  Aku sudah ada sejak awal waktu, menyaksikan ribuan tahun berlalu. Dalam perjalananku yang luas, aku menyapa banyak tempat dan banyak orang, namun ada satu tempat yang selalu kuingat, sebuah desa yang terletak di tepi pantai, tempat di mana keluarga itu tinggal. Aku akan memberitahu dunia tentang sebuah keluarga kecil yang sederhana, yang selalu datang setiap sore, menikmati indahnya senja. Mereka berdiri diatas pagar laut yang dibangun oleh manusia. 


Mereka tinggal di sana, di antara deru ombak dan hembusan angin laut yang tak pernah berhenti. Setiap hari, aku menyaksikan mereka dari jauh. Ayah, Ibu, dan  kedua anaknya - Elena dan Lily. Mereka datang dengan penuh keceriaan di wajah mereka, menghirup udara segar yang aku tawarkan selalu. Gulungan ombakku berdebur lembut, seolah menyambut hangat kedatangan mereka, meskipun ada batasan yang memisahkan. Ibu menggenggam jemari kecil anak-anak mereka dan mengajarkan bagaimana cara untuk mencintai alam. Dalam canda tawa mereka, aku merasakan hangat yang mendekap.


mereka membangun pagar besar di sepanjang pantai, sebuah pagar yang membatasi laut dan daratan, seolah-olah aku dan mereka tidak boleh saling mendekat. Pagar itu bukan pagar biasa. Terbuat dari kayu-kayu tua yang diambil dari kapal-kapal karam, dikumpulkan oleh ayah yang bekerja sebagai nelayan. Aku tahu ayah itu sangat menyayanginya, dan begitu juga istrinya, ibu yang selalu menatap laut dengan tatapan penuh harapan. Ada satu anak perempuan yang sering berlarian di pantai, memainkan pasir dan mencari kerang. Namun, aku tahu bahwa keluarga ini memiliki rahasia, sebuah beban yang tersembunyi di balik pagar laut yang mereka bangun.


Hari itu, seperti hari-hari lainnya. Angin berbisik lembut, dan ombak menggulung ke pantai. Aku melihat si anak perempuan, Lily, bermain sendirian, jauh dari rumah. Sesekali, dia menoleh ke pagar laut yang kokoh, tapi ia tak pernah melewatinya. Ia selalu berhenti tepat di batas pagar itu, seolah ada sesuatu yang menghalangi dirinya untuk pergi lebih jauh. Aku tahu, dia ingin sekali melangkah ke arahku, merasakan airku, merasakan kebebasan yang aku tawarkan. Namun, pagar itu selalu menghalanginya.


Pagi itu, aku merasa ada yang berbeda. Rini tampak lebih serius dari biasanya. Dia berdiri di ujung pagar, menatap laut dengan penuh kebingungan. Aku bisa merasakan kesedihannya, seperti ada sebuah kekosongan yang tidak bisa dijelaskan. Aku, Laut, selalu menjadi bagian dari kehidupan mereka, tapi pagar yang dibangun oleh ayahnya selalu menjadi pemisah, seperti tembok yang tidak bisa dihancurkan.


Aku tahu apa yang mereka takutkan.


Ayah Lily, seorang nelayan yang kuat dan tegar, selalu bercerita tentang bahaya laut. "Laut ini tak bisa dimiliki," katanya seringkali, "Ia tak mengenal batas. Jika kita terlalu dekat, ia akan mengambil segala yang kita punya." Setiap kali ayah berbicara seperti itu, aku merasakan getaran dalam diriku. Kata-kata itu seperti sebuah kutukan, seperti sebuah peringatan yang berulang kali diulang tanpa henti. Ayah takut padaku, dan aku bisa merasakannya.


Namun, ibu Lily berbeda. Ia selalu berbicara dengan lembut tentang laut. "Laut adalah bagian dari kita," katanya, "Ia memberi kehidupan, namun juga bisa mengambilnya. Kita harus belajar berdamai dengannya." Ibu sering duduk di tepi pantai, menghadap ke arahku, menatapku dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Aku bisa merasakan kedekatannya, seolah ia ingin menjadi satu denganku, tetapi juga terhalang oleh pagar yang dibangun oleh suaminya.


Suatu sore, saat langit berwarna jingga dan matahari mulai terbenam, aku merasakan ada yang berbeda. Lily tampak lebih dekat ke pagar itu dari biasanya, hampir menyentuhnya. Aku melihat matanya yang penuh dengan keraguan, tetapi juga tekad. Ia ingin melangkah melewati pagar itu, tetapi entah mengapa, ia ragu. Aku tahu, ia takut akan apa yang ada di seberang pagar. Namun, hatinya juga penasaran. Ia ingin tahu apa yang ada di luar pagar, dunia yang ayahnya takutkan.


Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Itu adalah ayahnya. Ayah Lily datang menghampirinya dengan langkah cepat. Wajahnya tegang, matanya memancarkan kekhawatiran. "Lily!" teriaknya, "Jangan dekati pagar itu! Ini berbahaya!"


Lily menoleh, dan ada kesedihan yang dalam di matanya. "Kenapa, Ayah? Kenapa aku tidak boleh lebih dekat?" tanyanya dengan suara bergetar.


Ayah menatap laut dengan cemas, seolah takut bahwa aku akan menarik Lily ke dalam diriku. "Laut ini tidak bisa dipercaya," kata ayah, suaranya penuh ketegasan. "Ia bisa memberi kehidupan, tapi ia juga bisa merenggutnya. Aku tidak ingin kehilanganmu."


Lily terdiam, matanya menatap ayahnya. Aku bisa merasakan konflik yang ada dalam hatinya. Di satu sisi, ia ingin mengikuti kata-kata ayahnya dan tetap berada di sisi aman, tetapi disisi lain, ia merasa ada sesuatu yang tertinggal, ada sesuatu yang belum ia temui.


Hari demi hari, Lily semakin sering datang ke pagar itu, berdiri disana, menatapku dengan penuh pertanyaan. Ibu mulai memperhatikannya, namun ia tidak pernah mengatakan apapun. Ia hanya menghela nafas panjang, seolah mengerti perasaan anak perempuannya. Ibu tahu bahwa suatu hari, Lily akan mencari tahu lebih banyak tentang laut, tentang dunia di luar pagar itu.


Lalu suatu malam, angin bertiup kencang. Ombak datang lebih besar dari biasanya. Aku bisa merasakan kegelisahan di daratan, terutama di rumah keluarga itu. Ayah tampak lebih khawatir dari biasanya, sementara ibu hanya duduk di depan jendela, menatap laut dengan wajah penuh kecemasan.


Aku tahu ada sesuatu yang akan terjadi.


Saat malam semakin larut, terdengar suara langkah kaki dari arah luar rumah. Aku melihat Rini berjalan menuju pagar itu, matanya penuh dengan tekad. Ayah dan ibu tidak melihatnya. Lily berdiri di depan pagar, meraba-raba kayu-kayu tua itu, seolah ingin mengetahui lebih jauh apa yang ada di luar.


Tiba-tiba, aku merasakan ada sesuatu yang berubah. Laut ini, yang telah hidup begitu lama, mulai bergejolak. Angin bertiup lebih kencang, dan ombak semakin besar. Lily menoleh, seolah mendengar sesuatu. Dalam sekejap, ia melangkah maju, menginjakkan kakinya di pasir yang lebih jauh, di luar pagar itu.


Ia melangkah lebih dekat ke pantai, hingga akhirnya ia berdiri di bibir laut.


Aku tahu, saat itu, Lily telah membuat keputusan. Ia telah memilih untuk melangkah keluar dari bayang-bayang ayahnya, keluar dari batas yang selama ini dibangun. Ia memilih untuk mengenal aku, Laut, dengan cara yang baru.


Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, sesuatu yang tak terduga terjadi. Ombak besar datang menggulung, lebih tinggi dari sebelumnya, dan Rini terjatuh ke dalam air. Aku bisa merasakan tubuhnya yang terbawa oleh arus, namun aku tidak bisa melawan. Arusku terlalu kuat. Aku tahu dia sedang berjuang, berusaha untuk kembali ke daratan, tapi aku tidak bisa memberinya pertolongan.


Aku berusaha, namun aku tahu batasanku. Aku hanya bisa mengamati, tanpa bisa berbuat lebih banyak.


Ketika aku menoleh ke daratan, aku melihat ayah dan ibu berlari menuju pagar, teriakan mereka hampir tenggelam oleh suara ombak. Namun, mereka terlambat.


Aku, Laut, hanya bisa melihat.


Dan saat itulah aku menyadari, aku bukanlah sekadar air dan ombak. Aku adalah sebuah batasan, sebuah garis yang tidak bisa dihindari. Aku adalah pagar yang tidak bisa dilompati, meski banyak yang ingin menginjakkan kaki di dunia yang aku miliki.


Aku ingin memberi, namun aku juga harus mengambil.


Seperti halnya pagar yang dibangun di tepi pantai, ada batas yang tak bisa dilalui.


Tapi aku tahu, suatu saat nanti, keluarga itu akan kembali.


Atau mungkin tidak. Keluarga kecil itu pergi meninggalkan duka yang mereka rasakan, pergi sejauh-jauhnya.


Namun, kadang kalanya aku merasakan kesepian dan kesunyian menyelimuti. Keluarga itu tidak datang. Ombak pun tampak tidak bersemangat seperti hari biasanya. Kini semuanya terasa sepi. Aku merindukan Lily yang menggambar di atas pasir. Aku bertanya-tanya, "Kemana mereka semua pergi?”. 


Sambil menunggu, aku bersama teman teman kecilku - ikan-ikan, Akhirnya, ketika bulan purnama bersinar begitu cerah, aku melihat keluarga itu kembali. Elena berlari menuju tepi pantai Sambil tertawa bahagia. Aku pun menyambut mereka dengan ombak yang lebih lembut, mengalun lembut seolah merayakan kembalinya mereka. 


Aku ingin memberikan kepada mereka sesuatu yang berharga. Dengan lembut, aku mengangkat kerang dan bintang laut ke permukaan. Mengundang mereka untuk melihat keajaiban yang tersimpan di dalamku. Seiring berjalannya waktu, aku semakin dekat dengan keluarga kecil itu. Ikatan antara aku dan mereka semakin kuat. Mereka banyak menghabiskan waktu di tepi pantai, bercerita dan belajar tentang kehidupan di dalam air. Aku telah menganggap mereka seperti keluargaku sendiri, meskipun kami berasal dari alam yang berbeda. Dalam setiap gelombang yang berdebur, aku mengirimkan pesan cinta dan harapan. “Kami adalah satu,” kata hatiku, “meskipun terpisah oleh air.”


Hari demi hari, aku terus menyaksikan bagaimana keluarga itu berjuang untuk menjaga keindahan yang aku tawarkan. Saat Elena dan orang tua mereka berdiri di pinggir pantai, aku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Mereka adalah bagian dari kisahku, dan aku adalah bagian dari kisah mereka. Dengan setiap gelombang yang berdebur, aku mengingatkan mereka bahwa keluarga — baik manusia maupun makhluk laut — memiliki ikatan yang kuat.


“Di sini, di Laut, kita semua bersatu,” pikirku, “dalam cinta, harapan, dan perjuangan untuk menjaga keindahan alam.”


Kisah ini akan terus berlanjut, selamanya terukir dalam kenangan — suara ombak yang berdebur lembut dan cerita laut yang tak akan pernah pudar.


Kemana perginya Lily? Apakah dia akan kembali?


Tidak ada yang tahu, hanya aku menyimpan rahasia disini.