Saturday, March 15, 2025

Catatan Dewan Juri dan Pengumuman 15 Karya Terpilih Lomba Cerpen "Pagar Laut" NGEWIYAK.com


Fiksi Suatu Jalur Lain

(Catatan Penjurian Lomba Cerpen Ngewiyak “Pagar Laut”)


Agak susah membaca cerpen-cerpen dalam bundelan lomba kali ini. Mungkin karena beban tema yang meng-aktivisme-kan para pengarangnya, yakni kondisi yang memaksa mereka harus ambil bagian. Tema “pagar laut”, tampaknya, justru “memagari” eksplorasi peserta.


Memang tidak ada cara tunggal untuk aktivisme—demonstrasi, mogok kerja, jahit mulut, boikot, kampanye daring, aksi seni, dll. Di luar itu corak masalah pun amat banyak: kesetaraan gender, hak asasi, kesetaraan ras, gerakan iklim, keadilan sosial, dll. Pelaku-pelakunya pun beragam: sipil dalam arti umum, mahasiswa/pelajar, awam, pemberontak, reformator, feminis, seniman, budayawan, akademisi, agamawan, dll. 


Menulis karya sastra yang ambil bagian memang salah satu “kewajiban” pengarang. Tetapi pengarang, (1) jangan melupakan aspek kesusastraannya, justru celaka jika aspek utama tersebut dikorbankan oleh gelegak aktivisme. Juga jangan melupakan bahwa (2) sastra tidak dapat bekerja dengan segera menyelesaikan masalah apa pun. Fungsi sastra dalam merespons gajala-gejala sosial politik menurut kami tetaplah suatu jalur lain. Sudut pandang, strategi literer, rancang bangun, adalah bagian-bagian pokok di jalur lain tersebut. 


1. Melukiskan kondisi Laut X yang awal mulanya sorga buat para nelayan dan menjadi neraka gara-gara kerakusan penguasa yang membuat pagar laut, sudah dapat kami bayangkan akan menjadi bagian paling banyak diceritakan. Bentuk ini merupakan jurnalisme dan pandangan umum yang disamarkan ke dalam fiksi belaka, semacam kliping berita terkini dengan sedikit improvisasi pada seting, penokohan, dan dramatisasi yang agak canggung. 


2. Cerpen-cerpen Indonesia menurut kami memang masih dibesarkan oleh tradisi cerpen media massa dalam hal penyapaan pembaca terbatas. Tradisi cerpen media massa membuat pengarang membayangkan semua pembaca tahu apa yang dimaksudkannya. Cerpenis tidak membayangkan pembaca tingkat dunia yang tidak tahu apa-apa mengenai pagar laut di Indonesia. Kesadaran terakhir, jika dipupuk subur, akan menghasilkan tradisi penulisan cerpen-cerpen detail dan penuh kesabaran. (Bahkan sebenarnya, jangankan pembaca dunia, generasi setelah kita pun mungkin tidak pernah tahu isu pagar laut. Pembaca harus dibayangkan sebagai pembaca sastra belaka, bukan pembaca situasi dan kondisi negeri)


3. Tokoh-tokoh hitam-putih tidak benar-benar menguntungkan fiksi dalam bundel lomba ini. Tokoh hitam bersetuju dengan pembangunan, dan tokoh putih bersikeras dengan kelestarian laut. Makin hitam-putih tokoh-tokoh dalam banyak cerita, makin jadi ajaranlah cerita-cerita itu. Tradisi sastra tidak mengajari dengan hitam-putihnya manusia.


4. Usaha-usaha “pelarian” pengarang dari tema amatlah penting. Pelarian yang amat penting tentu tidak benar-benar lepas dari temanya, dan cerpenis yang baik dapat memanfaatkan pembaca sastra, bukan pembaca jurnalisme-yang-cari-alternatif sehingga dapat memaksimalkan pelarian tematiknya tersebut.


5. Porsi menjelaskan diri tokoh, situasi tokoh, dunia tokoh, adalah problem laten fiksi. Fiksi tidak menjelaskan, apalagi membagi informasi. Fiksi yang mentradisi dalam kesusastraan dunia bersifat menggambarkan. Dengan cara itu pengarang dan pembaca berbagi dunia dan bahkan dapat bertukar dunia.


6. Sejumlah besar karya bahkan masih memiliki begitu banyak gangguan teknis. Penulisan ejaan, kata depan dan imbuhan yang belum terbedakan (dalam bahasa Indonesia ini biasa terjadi pada “di-/ke-” dan “di/ke”), tanda baca, mengganggu pembaca dan menjadi penanda pengarang tidak amat menguasai hal teknis, kesalahan pengetian, dll. Teknis bukan pokok, tetapi menjadi tanda tradisi membaca dan penguasaan ilmu bahasa yang kurang baik.


7. Kami melihat tidak ada pengarang yang menawarkan bentuk dan daya tutur yang khas. Ini agak mengkhawatirkan. Pengarang sepertinya menginstrumenkan bahasa untuk konten pesan cerita belaka, dan melupakan bentuk sebagai pesan juga. Dialog bentuk dan isi adalah dialog paling keras dalam sastra dan tidak kami temukan pengarang dengan pencarian kekhasan tersebut. Kami mengira keindahan lukisan bukan sekadar dari apa yang dilukiskannya (konten), tetapi bagaimana lukisan itu hadir sebagai lukisan (bentuk). Perkembangan sastra sejatinya bukan dari tema sastra tersebut, melainkan upaya keras para pengarangnya menghadirkan bentuk-bentuk ucap baru.


8. Bahkan jika mencoba berfokus pada konten, pada nilai dan ajaran yang hendak ditawarkan pengarang, kami juga tidak menemukan sesuatu yang khas dan mencolok. Semua cerita tampil dengan suara yang sama; memosisikan manusia—dalam hal ini nelayan atau masyarakat pesisir—sebagai korban tunggal. Padahal percobaan untuk memberi “suara” pada “yang tak bersuara”, adalah pendekatan tematis yang memungkinkan untuk dijajaki. Sebab tumbuhan dan binatang, atau spesies non-manusia lain dari ekosistem laut, juga sama terdampak. Namun, hanya ada 3 judul (dari 400 lebih) yang memiliki kepekaan itu, dan sayangnya masih kewalahan pada aspek-aspek mendasar dari seni penulisan.     


Setelah kami menyisir seluruh cerpen dalam lomba kali ini, kami memutuskan 15 besar adalah; 


1. Teluk Bintang Jatuh (Naskah 18)

2. Sejumlah Peristiwa Penting Sebelum dan Sesudah (Naskah 35) 

3. Beton Pesisir (Naskah 39) 

4. Lelaki Tua yang Mencintai Flor De Mar (Naskah 45)

5. Perjalanan yang Tidak Sempurna (Naskah 55)

6. Saya Mati di Laut (Naskah 66) 

7. Laki-laki Aneh yang Menangis (Naskah 93)

8. Sembilan Butir Kepala Berkalung Naga (Naskah 101) 

9. Biyung Selalu Menaburkan Bunga (Naskah 184) 

10. Ia Berharap Hujan Tidak Turun Sore Ini (Naskah 187) 

11. Instrumen Lo-fi, Gemercik, dan Baja Ringan (Naskah 339) 

12. Tutorial Menjadi Pengecut II (Naskah 362) 

13. Suara dari Laut (Naskah 409) 

14. Teritip Tak Pernah Ingkar Janji (413) 

15. Tongkat Musa (Naskah 415) 




Dengan Juara I, II, III sebagai berikut; 


BISA CEK BESOK MALAM DI SINI LAGI YA!


Banten, 15 Maret 2025

Dewan Juri,


Arip Senjaya & Muhammad Nanda Fauzan



This Is The Newest Post